Airmata mutiara
Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh
pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah
dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air
mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan
pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu."
Sang ibu terdiam, sejenak, "Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi
terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu
lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang
menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang
bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa
sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia
meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun
lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk
dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin
berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit
menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengilap,
dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya
berubah menjadi mutiara; air matanya berubah menjadi sangat berharga.
Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga
daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang
rebus di pinggir jalan.
******
Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa
penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan "kerang
biasa" menjadi "kerang luar biasa". Karena itu dapat dipertegas bahwa
kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa"
menjadi "orang luar biasa".
Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental
tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami.
Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang
biasa' yang disantap orang, atau menjadi `kerang yang menghasilkan
mutiara'. Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan
pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses
lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja'.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah
hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kamu cobalah utk
tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan sambil
katakan di dalam hatimu...
"Airmataku diperhitungkan Allah... dan penderitaanku ini akan mengubah
diriku menjadi mutiara."
Mohon maaf tulisan ini mengalami beberapa editing oleh saya. Diperoleh dari milis csit_jkt
No comments:
Post a Comment