22 December 2005


EMAK....



Emak
Matahari berbisik padaku
Emak lebih mulia darinya.!!
Karena apa tanyaku?

Jawabnya..
Karena dia hanya menerangi dunia ini
Pada kesiangan saja
Tapi emak menerangi hidup anak-anak
Sepanjang masa, menembusi ruang kehidupan ini sepanjang zaman

Emak
Pepohon yang merendang berbisik padaku
Emak lebih mulia darinya.!!
Karena apa tanyaku?

Jawabnya?..
Karena dia hanya meredupkan kehangatan
Insan yang berteduh dibawah pepohonnya
Tapi emak meredupkan kehangatan
Hidup yang penuh pancaroba
Meredakan kekusutan hati dan akal anak-anak yang emak kasihi

Emak
Emas dan batu permata berbisik padaku
Emak lebih mulia darinya.!!
Karena apa tanyaku?

Jawabnya?..
Karena ia hanya lambang kekayaan
lambang kemewahan
tapi emak adalah lambag kasih
lambang sayang
lambang cinta
lambang kemuliaan
lambang pengorbanan sejati anak-anakmu

Emak
Manis gula dan asinnya garam berbisik padaku..
Emak lebih mulia darinya..!!
Karena apa tanyaku?

Jawabnya...
Kerna dia hanya menambah nikmat sesuap makanan
dan lezat secangkir minuman
Tapi emak mampu menawarkan bisa kedukaan dan penderitaan
melezatkan keriangan dan menambah kecintaan
kepada kehidupan anak-anak yang emak kasihi
setiap masa dan ketika sambil bila-bila

Emak...
Angin yang bertiup berbisik padaku
Emak lebih mulia darinya!!!
Karena apa tanyaku?

Jawabnya...
Kerna dia tidak mampu sepanjang masa bertiup perlahan
bagi menenangkan keadaan
karena ada waktunya ia menjadi badai dan taufan
merobek kesejahteraan dan kebahagiaan insan

Tapi emak sepanjang masa meleraikan kekusutan
menenangkan jiwa anak-anakmu
sesepoi bahasa bayu, menyemai rasa cinta dan sayang sejati anak²mu

Emak...
mulianya dirimu....
Membenarkan kata-kata Surga itu ditelapak kaki ibu..
BILA IBU BOLEH MEMILIH



Anakku,
Bila ibu boleh memilih
Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu
Maka ibu akan memilih mengandungmu...
Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah

Sembilan bulan nak,,,, engkau hidup di perut ibu
Engkau ikut kemanapun ibu pergi
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman
karena ibu kecewa dan berurai air mata...

Anakku,...
Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar, atau ibu harus
berjuang melahirkanmu
Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu
Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga
Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat ibu rasakan
Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua
Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit ,
Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun

Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia
Saat itulah... saat paling membahagiakan
Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang merah,
Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,
Kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita
Rasulullah di telinga mungilmu

Anakku,...
Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah, atau harus bangun tengah
malam untuk menyusuimu,maka ibu memilih menyusuimu,
Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan
dan tegukan tegukan yang sangat berharga
Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu dalam kantuk ibu,
Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan

Anakku,
Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat
Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle
Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu

Tetapi anakku...
Hidup memang pilihan ....
Jika dengan pilihan ibu , engkau merasa sepi dan merana
Maka maafkanlah nak ...
Maafkan ibu....
Maafkan ibu ...
Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita ,
agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang
Percayalah nak ....
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu
Percayalah nak ...
Engkau adalah selalu menjadu belahan nyawa ibu,,,,


by: Ratih Sanggarwati

03 November 2005

Rembulan Di Langit Hatiku
Munsyid : Seismic

Rembulan di langit hatiku
Menyalalah engkau selalu
Temani kemana meski kupergi
Mencari tempat kita tuju
Kan ku jaga nyalamu selalu


Pelita perjalananku
Kan ku jaga nyalamu selalu
Rembulan di langit hatiku
Rembulan di langit hatiku
Teguhlah engkau pandu aku

Ingatkanlahku bila tersalah
Menempuh tempat kita tuju
Doakanlahku di shalat malammu
Pelita perjalananku
Doakanlahku di shalat malammu
Rembulan di langit hatiku

Dengar:   




Hijrahlah Segera Wahai Saudaraku....



Bulan Muharram memang telah lama berlalu, namun kita baru saja melalui Ramadan-Nya yang mulia dan sekarang kita berada di bulan Syawal-Nya yang penuh dengan gema takbir kemenangan. Belum terlambat bagi kita yang masih dalam kondisi lemah, futur dan "gelap" untuk melakukan hijrah yang sejati, hijrah dari hal-hal yang Allah haramkan dan subhat. Hijrah tidak hanya berarti meninggalkan sutau daerah secara fisik untuk mendapatkan hkebaikan sebagaimana para Ash Habul Kahfi yang pergi menyepi dari ramainya dunia yang parah dengan segala kerusakan atau seperti Rasulullah Muhammad saw ketika meninggalkan Makkah al Mukarramah menuju Madinah al Munawarrah demi mendapatkan medan da'wah yang kondusif, lebih asasi dari itu ma'na hijrah sebenarnya adalah kemampuan dan kemauan diri kita untuk menjadi pribadi yang sukses, pribadi yang mau untuk berubah menuju kondisi yang lebih baik menuju ridha Allah dan semakin dekat pada-Nya. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal tentang hijrah.

Pilar-Pilar Hijrah.

Eesensi hijrah yang baik. Membaranya besi Makah (penyiksaan, kezaliman dan berbagai penyelewengan terhadap pengikut rasulullah) ketika itu, menjadikan Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan perpindahan syar'i (hijrah) dari Mekah ke Madinah. Perpindahan ini sendiri adalah awal dari tekad perubahan atau dalam istilah apapun (reformasi, tajdid, islah, dll.) dari situasi yang tidak menguntungkan kepada situasi yang lebih menguntungkan. Dari situasi yang stagnan terhadap situasi yang lebih dinamis. ? Tulisan kali ini hanya menggambarkan poin per poin pilar-pilar hijrah yang harus dilakukan ummat ini dari masa ke masa:

Pertama: Hijrah 'aqadiyah.
Yaitu tekad dan komitmen penuh untuk melakukan hijrah dari berbagai "tuhan" dalam hidup kita, termasuk tuhan-tuhan tokoh, harta, kedudukan, persepsi, dll. Menuju kepada Tuhan Yang Maha Tunggal, Allah SWT. Barangkali, wacana ketuhanan Ibrahim akan sangat membantu kita dalam hal ini. Ibrahim memulai menemukan tuhannya dalam bentuk bintang-bintang. Namun karena timbul bulan yang kelihatannya lebih besar dan bersinar, ia pun memiliki keberanian untuk mengetakan "no" kepada bintang-bintang tersebut. Beberapa masa kemudian, ternyata bulan seolah mengilang dari pancaran mentari yang bersinar. Maka dengan kebesaran jiwa yang dimilikinya, Ibrahim mampu melepaskan diri dari mempertuhankan bulan menuju kepada keyakinan akan ketuhanan matahari. Tapi tatkala matahari tenggelam, ia pun berkesimpulan, "inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatarassamawati walardh haniifan musliman wa maa ana minal musyrikiin". Proses pencapaian kemurnian akidah Ibrahim ini adalah contoh kongkrit yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Betapa kekaguman kita terhadap seorang tokoh misalnya, namun jika pada akhirnya fakta mengharuskan kita untuk mengambil sikap bersebelahan, maka kita harus melakukannya. Sikap sebagian ummat selama ini, yang cenderung mengidolasasikan (memberhalakan) pemimpin seudah masanya diilhami oleh hijrah (perpindahan positif) ke arah yang lebih positif.

Kedua, Hijrah Ta'abbudiyah.
Yaitu tekad dan komitmen penuh dari ummat ini untuk melakukan perubahan konsepsi terhadap ibadah dalam Islam. Selama ini, ummat masih memahami makna ibadah sebagai kegiatan-kegiatan ritual yang terlepas dari masalah-masalah sosial dalam kehidupannya. Konsekwensinya, terjadi "personal split" (personalitas yang kontradiktif), di satu sisi merasa menjadi hamba yang saleh karena banyak melakukan haji, namun di sisi lain, tanpa menyadari, menjadi hamba yang korup dalam berbagai bentuknya. ? Pemahaman terhadap konsepsi ibadah di atas sudah masanya dirubah, direform, sehingga ummat ini tidak lagi kehilangan banyak kunci-kunci syurga. Kunci-kunci syurga dalam bentuk amal-amal kemasyarakatan, termasuk dalam pengelolaan negara dan bangsa. Untuk ini (mengutip Eep), khutbah jum'at sudah harus dirubah isinya, yang selama ini melihat pembicaraan mengenai hal-hal politis (tanpa bermaksud politiking), dianggap tabu. Sebab hanya dengan menyadarkan ummat akan makna ibadah dalam proses amar ma'ruf, penegakan keadilan dan penanaman motivasi agar ummat bangkit melakukan kewajiban dan memperjuangkan hak, ummat akan terhindari dari prilaku penguasa yang cenderung memperbudak.

Ketiga, Hijrah Akhlaqiyah.
Yaitu perubahan perilaku, baik lahir maupun bathin (Al Akhlaq wassuluk), ke arah yang islami. Akhlaq yang diajarkan oleh Islam sesungguhnya adalah perilaku manusia yang universal. Satu contoh misalnya, ketika di musim haji anda akan merasakan betapa "attitude" manusia akan beragam, termasuk yang sangat "kasar" (melompat di atas kepala sesama yang lagi duduk berdzikir) misalnya. Padahal, dalam hadits disebutkan bahwa dilarang duduk di antara dua orang tanpa seizinnya (hadits). Lalu bagaimana melompati kepala orang?

Keempat, Hijrah 'Aqliyah Tsaqaafiyah.
Yaitu tekad untuk membenahi sistem pemikiran dan cara pandang kita sebagai Muslim. Salah satu ajaran penting Islam dalam hal ini adalah bahwa manusia telah dimuliakan dengan kemampuan intelektual ('allama Aadam). Oleh sebab adalah pengingkaran terbesar terhadap ni'mat Allah jika kemampuan ini tersia-siakan, dengan mengekor kepada cara pandang orang lain tanpa reserve. Termasuk cara pandang dalam melihat kehidupan misalnya. Amerika yang dipersepsikan sebagai "the most super power" and by some others perceived to be the most civilized country, cenderung diikuti dalam berbagai kebijakannya. Tanpa disadari sebagian ummat ini terlibat dengan prilaku ini, yang seusngguhnya pada saat yang sama terjatuh dalam sebuah penjajahan baru, yaitu intellectual colonization (penjajahan intellektual).

Kelima, Hijrah Usrawiyah.
Yaitu tekad dan komitmen baru untuk melakukan perubahan dalam pola pembangunan keluarga. Keluarga disebutkan secara khusus karena keluarga merupakan institusi terpenting untuk melakukan pembenahan-pembenahan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Gagalnya institusi keluarga merupakan kegagalan dalam institusi kemasyarakatan yang lebih luas. ? Kalau selama ini, sebagian ummat terlalu "materialistic minded" dalam membangun kehidupan keluarganya, mungkin sudah masanya dilakukan pembenahan dengan peruabahan ke arah yang lebih seimbang antara "material dan spiritual". Jika ummat terlalu termotivasi untuk mendidik anak ke jenjang tertinggi, Ph.Ds dalam ekonomi, politik, dll. Mungkin sudah masanya dibarengi dengan pendidikan tertinggi pula daklam hal kerohaniaan. Intinya, hijrah ke arah kehidupan keluarga yang Islami, yang ditndai oleh kesuksesan dunia akhirat (fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah).

Keenam, Hijrah Ijtima'iyah.
Tekad dan komitmen dari semua anggota ummat ini untuk melakukan perubahan- perubahan ke arah yang lebih positif dalam kehidupan jama'ahnya, dalam segala skala kehidupannya, baik politik, ekonomi, legal dan hukum dll. Untuk mencapai perubahan ini, diperlukan strategi-strategi yang sesuai, yang menuntut kemampuan ijtihadiyah dari anggota ummat ini. Mungkin akan keliru, jika ada di kalangan ummat ini yang mengakui bahwa metode pencapaian jama'ah islam (istilah apapun namanya, negara atau khilafah islamiyah) adalah miliknya semata. Berbagai kelompok, yang berada pada jalur ini (upaya pencapaiannya), berada pada persimpangan "ijtihadi" yang mungkin benar dan mungkin salah. Yang pasti, bahwa memang ada perbedaan kadar kebenaran dan kesalahan yang dimiliki masing-masing kelompok tersebut. Tinggal bagaimana agar kebenaran yang ada pada masing-masing pihak dapat dikoordinasikan sehingga mampu menutupi kekurangan-kekurangan yang ada.
Nah...marilah wahai saudaraku, mari mumpung kesempatan itu masih diberikan-Nya pada kita, mumpung Allah masih memberikan kasih-Nya yang sangat luas, selagi ampunan Allah masih seluas alam raya, mari...marilah kita lakukan perubahan dalam diri. Mari jadikan momentum Idul Fitri ini sebagai tonggak awalan kita untuk menapaki hari esok yang lebih baik yang lebih menjanjikan daripada hanya segala kefanaan duniawi yang kita kejar selama ini. Wahai saudaraku.... wahai diri yang bernaung dalam ketiadaberdayaan janganlah kita pakai jubah kesombongan dan keangkuhan milik-Nya yang kita tiada boleh mengenakannya melainkan hanya Allah saja yaa... hanya Allah 'azza wajalla yang berhak memakai jubah itu karena memang Dia-lah yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.


31 October 2005

29 October 2005

Lailatul Qadar Malam yang Mencerahkan



إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ * تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ * سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ *

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu, malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar" (QS Al-Qadar [97]: 1-5).


Tersebutlah seorang pemuda ahli maksiat. Tiada hari baginya kecuali diisi dengan mabuk-mabukan, berjudi, main wanita, dan sederet kemaksiatan lainnya. Suatu malam ia berkeliling mencari wanita yang mau diajak kencan. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Dari sebuah rumah berlentera terang, terdengar olehnya suara merdu. Pemuda itu segera tahu bahwa di dalam rumah berdiam seorang wanita rupawan dan tak bersuami. Ia segera masuk, lantas tertegun memandangi seorang wanita rupawan yang tengah membaca Alquran. Ia semakin tertegun tatkala mendengar wanita itu membaca ayat berbunyi: "Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka untuk mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?" (QS Al-Hadiid [57]: 16).

Mendengar ayat tersebut, hati si pemuda tergetar. Ayat itu seakan-akan ditujukan kepadanya. Hatinya yang sekian lama diliputi karatan dosa seakan terkuak. Cahaya iman yang telah sekian lama padam, kini bersinar kembali. Saat itu ambruklah nafsu syahwatnya. Ia tertunduk lesu dan menangis. Ia pun berlari ke masjid untuk segera bersujud kepada Allah yang telah lama dilupakannya. Sejak peristiwa itu, kelakuan sang pemuda berubah 180 derajat. Ia larut dalam ibadah dan mencari ilmu. Pemuda itu, tidak lain adalah Fudhail bin 'Iyadh. Kemudian ia dikenal sebagai seorang sufi besar pada zamannya.

Malam pencerahanPencerahan. Itulah peristiwa yang dialami Fudhail bin 'Iyadh. Dalam pandangan Hamka, pencerahan adalah inti dari Lailatul Qadar. Secara khusus pula, penulis Tafsir Al-Azhar ini, mencontohkan peristiwa masuk Islamnya Umar bin Khathab sebagai Lailatul Qadar.

Umar yang masih kafir, saat itu membaca lembaran-lembaran mushaf yang direbut dari adiknya. Terbaca olehnya firman Allah dalam QS Thahaa [20] ayat 1-5, Thaahaa! Kami tidak menurunkan Alquran ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kapada Allah). Diturunkan dari Allah yang menciptakan langit dan bumi, yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arasy.

Ayat ini benar-benar menyentuh hati Umar. Lalu muncul suasana batin yang mengubah arah hidupnya. "Itulah saat kemuliaan yang melebihi seribu bulan," demikian tulis Hamka.

Makna Lailatul Qadar

Ada ulasan menarik yang diungkapkan Prof Dr Quraish Shihab dalam bukunya, Membumikan Alquran (Mizan, 1997) tentang makna Lailatul Qadar. Ia menafsirkan Lailatul Qadar dari sudut bahasa. Lail biasa dimaknai sebagai malam. Sedangkan al-qadr dimaknai dalam tiga arti, yaitu: Pertama, penetapan atau pengaturan. Dari sini Lailatul Qadar dipahami sebagai malam penetapan bagi perjalanan hidup manusia. Dalam surat Ad-Dukhan [44] ayat 3-4 difirmankan, "Sesungguhnya Kami menurunkannya (Alquran) pada malam yang diberkati; sungguh, Kamilah yang memberi peringatan. Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah".

Kedua, kemuliaan. Semua sepakat bahwa Lailatul Qadar adalah malam mulia yang tiada bandingannya. Kemuliaannya setara dengan seribu bulan. Ia pun mulia karena menjadi saat turunnya Alquran, serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.

Ketiga, sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi (QS Al-Qadr [97]: 4). Kata qadr yang berarti sempit digunakan Alquran antara lain dalam ayat 26 surat Ar-Ra'd [13] ayat 13 dalam konteks rejeki.

Ketiga arti tersebut dapat menjadi benar. Bukankah Lailatul Qadar adalah malam mulia, yang bila diraih maka ia dapat menetapkan masa depan manusia? Rasulullah SAW adalah orang pertama yang mendapatkannya. Allah SWT mengangkat beliau sebagai rasul. Dengan pengangkatan tersebut, bukan hanya masa depan beliau saja yang berubah, tapi juga masa depan umat manusia.

Bukankah pada malam itu para malaikat turun ke bumi membawa kedamaian? Hidup manusia, hakikatnya adalah pergulatan antara malaikat dan setan. Malaikat akan selalu membisikkan kebenaran; sedangkan setan akan selalu membisikkan keburukan. Maka, beruntunglah orang yang mendapatkan Lailatul Qadar. Sebab, ia akan mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Dan ia pun akan selalu di dampingi malaikat, sehingga hidupnya terbimbing.

Menanti dengan Iktikaf

Seseorang tidak bisa mengklaim dirinya telah mendapatkan Lailatul Qadar. Hanya Allah saja yang berwenang untuk menentukan. Kita hanya bisa berikhtiar untuk mendapatkannya.

Apa yang dapat kita lakukan untuk mendapatkan Lailatul Qadar? Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk melakukan iktikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah SAW masuk masjid sebelum terbitnya matahari pada hari keduapuluh Ramadhan. Beliau beriktikaf dan memfokuskan diri untuk ibadah dan tafakur, sehingga akan lahir kesegaran jiwa dan kebersihan hati.

Rasulullah SAW sangat mengajurkan keluarga dan sahabatnya untuk beriktikaf, untuk meraih keridhaan Allah dan malam seribu bulan. Diriwayatkan oleh Aisyah RA, "Pada permulaan sepuluh malam terakhir Ramadhan, Rasul Saw mengetatkan ikat pinggang dan mengerjakan shalat sepanjang malam, dan membangunkan semua anggota keluarganya untuk shalat" (HR Bukhari).

Lailatul Qadar adalah peristiwa mulia. Menurut sementara ulama, kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan Lailatul Qadar sangat sulit diraih kecuali oleh orang-orang yang mempersiapkan jiwanya untuk menerimanya. Itulah sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya. Karena Ramadhan adalah bulan penyucian diri. Oleh sebab itu, kedatangannya diperkirakan terjadi pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Pada waktu itu, diharapkan, jiwa-jiwa orang yang berpuasa telah mencapai tingkat kesucian tertentu.

Apabila jiwa telah siap, dan Lailatul Qadar datang menemui seseorang, maka saat itu malam kehadirannya menjadi saat yang qadr. Dalam arti, sangat menentukan perjalanan hidupnya di masa depan. Saat itu menjadi titik tolak baginya guna meraih kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Sejak saat itu pula para malaikat akan selalu membimbingnya dalam kebaikan sampai terbitnya fajar kehidupannya yang baru di hari kemudian.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berkata, "Hati yang mencapai kedamaian dan ketentraman, mengantar pemiliknya dari ragu menjadi yakin, dari kebodohan kepada ilmu, dari lalai kepada taat, dari riya kepada ikhlas, dari lemah kepada teguh, dan dari sombong kepada tahu diri". Boleh jadi, kondisi itulah yang terjadi pada Umar bin Khathab dan Fudhail bin 'Iyadh. Allah SWT berkenan menganugerahkan percikan Lailatul Qadar ke dalam hati mereka. Itulah yang kelak mengubah jalan hidupnya. Wallahu a'lam bish-shawab.

sumber: republika.co.id

28 October 2005

Wanita Dalam Kacamata Islam



Wanita adalah topik pembicaraan yang tak akan habis-habisnya sepanjang zaman. Banyak pertanyaan dan permasalahan tentang keberadaan wanita. Biasanya bahan pembicaraan tentang wanita berkisar pada hak-hak atau kedudukan wanita sebagai mahluk sosial di tengah masyarakat. Masalah emansipasi dan persamaan gender adalah suatu bahan perbincangan yang makin marak didengung-dengungkan oleh kaum wanita masa kini.

Persamaan hak antara pria dan wanita dianggap sebagai suatu pemikiran modern yang harus melekat pada setiap kepala wanita dan pria.Ternyata wanita pun merupakan lahan subur bagi para musuh-musuh Islam untuk menyerang agama Islam. Mereka selalu menyatakan bahwa agama Islam menindas kaum wanitanya. Islam melarang kaum wanita untuk keluar rumah dan menuntut ilmu. Wanita dianggap budak kaum laki-laki yang tugasnya tidak lebih hanya untuk melayani dan membahagiakan kaum lelaki. Masalah hijab dinggap sebagai simbol ketidakbebasan wanita.

Semua pemikiran ini mereka sebarkan ke seluruh masyarakat di luar Islam. Para musuh Islam menggunakan berbagai media sebagai sarana menyebarluaskan pemikiran ini sehingga orang-orang Barat atau yang berpendidikan Barat yang tidak mengetahui tentang Islam menganggap bahwa itu adalah gambaran wanita Islam yang sebenarnya. Menurut gambaran mereka wanita Islam bukanlah menusia dari segi ruhaniah, tetapi wujud dalam dunia bayang-bayang, boleh disiksa, ditindas, dan apabila ia meninggal dunia, ia akan masuk ke dalam suatu tempat yang disediakan untuk mahluk yang tidak mempunyai ruh. Prasangka lainnya juga dihembuskan dengan melukiskan wanita Islam sebagai gundik-gundik seperti dalam film "Seribu Satu Malam" (The Arabian Night) versi Hollywood dan segala sesuatu tentang Arab selalu identik dengan agama Islam. Dalam film tersebut diceritakan bagaimana para wanita cantik itu tinggal di istana dengan pakaian yang seronok menunggu peluang untuk di "lirik" oleh sultan mereka. Walaupun pakaian mereka seronok, mereka tetap digambarkan memakai cadar dan 'jilbab'.

Yang amat menyedihkan ternyata gambaran dan pemikiran itu tidak hanya tersebar di kalangan wanita Barat non Islam tetapi juga menyebar di kalangan wanita Timur yang menyandang predikat muslimah. Sebagai contoh adalah wanita di perkampungan Aljazair. Kaum wanita di sana tidak diperbolehkan menuntut ilmu dan ketika memasuki masa akil baligh, mereka kemudian dipaksa untuk menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya dan mengabdi di rumah keluarga suaminya. Para wanita yang menentang tradisi ini -yang dianggap sebagai ajaran Islam- disebut sebagai pemberontak yang harus dikucilkan bahkan banyak di antara mereka yang mengalami penyiksaan.
Keadaan seperti ini membuat para wanita tersebut mengalihkan pandangan mereka kepada pemikiran Barat yang dianggap lebih maju dan memberikan kebebasan bagi para wanitanya. Padahal jikalau mereka mau mengkaji kembali Al-Qur'an dan Hadits, pasti mereka akan menemukan suatu pencerahan pemikiran tentang bagaimana kedudukan wanita yang sesungguhnya dalam kacamata Islam. Sebelum menguraikan bagaimana nilai wanita di mata Islam ada baiknya kita mengadakan kilas balik yang menggambarkan kedudukan wanita dalam agama lain dan pada masa sebelum kedatangan Islam.

Kedudukan Wanita dalam Agama Lain

Wanita di mata agama Hindu
Dalam agama Hindu ditegaskan bahwa sesungguhnya kesabaran tertentu, angin, kematian, neraka, racun dan ular itu tidaklah lebih jahat ketimbang wanita. Dimata orang Hindu, seorang wanita, jika suaminya mati lalu dibakar, maka ia harus turut dibakar hidup-hidup bersama jenazah suaminya.

Wanita di mata agama Yahudi
Menurut segolongan kaum Yahudi, martabat anak perempuan itu sama seperti pelayan. Maka ayahnya berhak untuk menjualnya dengan harga murah sekalipun. Orang-orang Yahudi pada umumnya menganggap wanita sebagai laknat atau kutukan karena wanitalah Adam menjadi tersesat. Apabila seorang wanita sedang mengalami haid, maka mereka enggan makan bersama dengan wanita itu dan ia tidak boleh memegang bejana apapun karena khawatir tersebarnya najis.

Wanita di mata agama Nasrani
Menurut agama Nasrani, wanita dianggap sebagai sumber kejahatan, malapetaka yang disukai, sangat penting bagi keluarga dan rumah tangga, pembunuh yang dicintai, dan musibah yang dicari. Marthin Luther, seorang penganjur besar dari Protestan dan yang telah sengaja membongkar segala macam bid'ah dan khurafat dalam agama Katholik, menasehatkan dan berpesan agar kaum wanita dijauhkan dari tempat pelajaran, dengan alasan bahwa tidak ada gunanya wanita diberi pendidikan. Pada tahun 586 Masehi, orang-orang Prancis pernah menyelenggarakan sebuah konferensi untuk membahas pelbagai permasalahan seperti 'apakah wanita bisa dianggap manusia atau tidak', apakah wanita mempunyai ruh, dan jika mempunyai ruh, apakah itu ruh manusia atau hewan'. Akhirnya, konferensi itu membuahkan kesimpulan yang menyatakan bahwa wanita itu adalah seorang wanita. Akan tetapi ia diciptakan untuk melayani kaum lelaki saja.

Wanita di masa sebelum kedatangan Islam

Bangsa Arab
Keadaan wanita dalam adat istiadat Arab jahiliyah adalah suatu hal yang tak asing lagi. Kelahiran anak-anak perempuan dianggap memalukan dan tercela sehingga mereka kemudian dikuburkan hidup-hidup. Walaupun dibiarkan hidup, mereka dibiarkan hidup sendiri dan dianggap sebagai budak belian yang bisa disuruh mengerjakan pekerjaan yang berat. Selain itu mereka juga dijadikan boneka dan menjadi permainan hawa nafsu laki-laki. Jika seorang wanita ditinggal mati suaminya, ia kemudian diwariskan oleh anak laki-laki dari ayahnya atau dengan kata lain ia boleh menjadi istri bagi anak tirinya.

Bangsa Persia
Menurut orang-orang Persia, mereka boleh saja menikahi ibunya, saudara kandung perempuannya, tantenya, keponakannya, dan mahram-mahram lainnya. Bangsa Persia tidak mengenal hukum yang mengatur hubungan antara laki-laki dan wanita. Pergundikan tak terbatas dan perempuan dianggap sebagai barang dagangan yang diibaratkan "habis manis sepah dibuang".

Bangsa Yunani
bagi orang-orang Yunani, wanita adalah mahluk yang dapat dilecehkan dan diejek. Sampai-sampai mereka mengklaim kaum wanita sebagai najis dan kotoran dari hasil perbuatan syaitan. Wanita juga disamakan dengan barang dagangan yang diperjualbelikan di pasar-pasar. Wanita boleh dirampas hak-haknya, tidak perlu diberi bagian harta pusaka, dan tidak boleh mempergunakan hartanya sendiri.Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan wanita dalam agama selain Islam dan pada masa sebelum kedatangan Islam, sangatlah rendah. Wanita dianggap sebagai mahluk yang hina, memalukan, tercela, dan alat pemuas nafsu belaka.

Wanita di mata agama Islam

Dalam Masalah Keagamaan
Bagaimanakah kedudukan wanita dalam agama Islam ?
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. 33:35)

Allah SWT, melalui Al-Qur'an, menegaskan bahwa setiap laki-laki dan wanita yang mengamalkan prinsip-prinsip Islam akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan usaha mereka. Allah tidak memberikan pahala berdasarkan jenis kelamin, tetapi berdasarkan amal perbuatan manusia. Seorang lelaki bisa saja berkedudukan lebih rendah daripada seorang wanita di mata Allah karena ia banyak melakukan maksiat dan dosa.

Dalil Al-Qur'an di atas menjawab pertanyaan tentang kedudukan ruhaniah wanita. Jelas bahwa Islam menganggap kaum wanita sebagai mahluk yang mempunyai ruh yang dapat ikut merasakan nikmatnya surga. Ini adalah salah satu bentuk persamaan antara laki-laki dan wanita yang terdapat dalam Islam. Pelaksanaan rukun Islam sama wajibnya bagi setiap muslim dan muslimah dan tidak ada pembedaan dalam pemberian balasan bagi mereka. Jika dalam agama lain kaum wanitanya tidak boleh mempelajari kitab suci agamanya, maka dalam Islam, Allah SWT malah mencantumkan satu surat dalam Al-Qur'an yang banyak membicarakan hal-hal tentang wanita, yaitu surat An-Nisa. Dalam surat ini banyak diatur tentang hukum perkawinan, bagaimana seorang suami seharusnya mempergauli istrinya, hukum waris bagi wanita, peraturan hidup suami istri, bagaimana Islam melindungi hak milik laki-laki dan perempuan, dan lain-lain.

Dalam bidang pendidikan
Islam memberikan kesempatan yang sama bagi kaum laki-laki dan wanita untuk belajar, mengajar, dan memahami ilmu pengetahuan. Salah satu tujuan mencari ilmu adalah agar manusia lebih meyakini adanya dan kekuasaan Allah SWT. Dengan memperhatikan ciptaan Allah SWT, manusia akan bertambah keimanannya terhadap Allah SWT. Islam tidak membedakan ilmu agama dan ilmu keduniaan karena semua ilmu itu dipelajari untuk memperlihatkan kekuasaan Allah SWT.Allah menjanjikan derajat yang tinggi bagi manusia yang berilmu, seperti yang dinyatakan dalam terjemahan ayat berikut ini:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)

Aisyah r.a., salah seorang istri Rasulullah saw., adalah salah satu contoh wanita yang terkenal akan kekuatan intelektual dan daya ingatnya yang tinggi. Kelebihannya ini menjadikannya salah satu sumber hadits yang terkenal. Lebih dari 1000 hadits diriwayatkan oleh Aisyah r.a. dan beliau menjadi salah seorang guru hadits yang terbesar.

Secara umum dalam Islam tidak ada hambatan atau larangan bagi wanita untuk menuntut ilmu, malah Islam menggalakkannya. Akan tetapi, kaum wanita harus tetap hati-hati agar dalam kebebasan menuntut ilmu, tidak melanggar ketentuan syar'I lainnya seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita yang bisa terjadi dalam sistem pendidikan yang mencampurbaurkan murid laki-laki dan wanita dalam satu kelas atau satu institusi pendidikan. Singkatnya, setiap wanita muslim didorong untuk meneruskan kajiannya dalam berbagai aspek yang berguna kepada intelektualnya atau sebaagi latihan akademik dan pengembangan profesinya yang dapat digunakan di masyarakat.

Peran Wanita dalam Pernikahan dan Rumah Tangga
Pernikahan adalah salah satu fase kehidupan yang biasanya akan dilewati oleh setiap orang termasuk wanita. Apabila seorang gadis telah mencapai umur laik nikah, maka kewajiban orang tuanyalah untuk mencarikan dan memilihkan calon pendampingnya untuk kemudian merundingkannya kepada anak gadisnya. Diriwayatkan bahwa ada seorang gadis datang mengadu kepada Rasulullah saw., karena dinikahkan tanpa diminta persetujuannya. Lalu Rasulullah saw., bersabda, "gadis itu bebas memutuskan pernikahan itu jika ia suka."

Berdasarkan hadits tersebut jelas bahwa gadis-gadis muslimah berhak untuk memilih calon suami mereka. Akan tetapi pemilihan calon ini bukan berarti mereka boleh menjalin hubungan khusus atau berpacaran dengan seorang lelaki sebelum menikah seperti yang banyak terjadi pada pemuda pemudi sekarang ini. Walaupun sang gadis boleh memilih sendiri calon suami mereka, pendapat orang tua masih dianggap penting dan jarang sekali pemuda dan gadis menikah tanpa restu orang tua mereka. Telah menjadi adat dalam masyarakat Islam menikahkan anak-anak dengan persetujuan ibu bapaknya. Sedangkan seorang wanita yang telah menjanda boleh menikah dengan lelaki pilihannya sendiri karena dianggap cukup matang dan berpengalaman untuk mengambil keputusan mengenai dirinya sendiri.Salah syarat penting dalam pernikahan adalah adanya mahar yang telah disepakati bersama. Mahar dalam Islam tidak sama dengan "harga pengantin" di Afrika yang dibayar oleh pengantin laki-laki kepada bapak si gadis sebagai bayaran ganti rugi. Mahar dalam Islam ialah hadiah pengantin laki-laki kepada pengantin wanita yang kemudian menjadi hak mutlak pengantin wanita.

Dalam masyarakat Islam, laki-laki mempunyai tanggung jawab penuh secara agama dan moral untuk memelihara dan menafkahi keluarganya. Jika sang istri memperoleh hasil atas usahanya sendiri maka itu adalah hak istrinya. Jadi jika istri berbelanja atau menggunakannya dan menyumbangkan untuk keluarganya, maka itu adalah haknya. Sedangkan istri, dalam rumah tangga, bdertanggung jawab menjaga rumahnya serta memelihara kesejahteraan keluarganya. Ia boleh memberikan pendapat dan saran mengenai semua masalah, tetapi tugas yang paling baik adalah memelihara keutuhan pernikahan dengan menerima suaminya sebagai orang yang bertanggung jawab menjaga urusan keluarganya.

Walaupun kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, hubungan antara pria dan wanita dalam rumah tangga bukanlah seperti atasan dan bawahan tetapi hubungan yang saling membutuhkan dan bergantung seperti yang terdapat dalam ayat al-Qur'an berikut:
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21)

Inilah ciri-ciri penting hubungan suami dan istri. Keduanya harus merasa tentram dan terikat bukan saja oleh hubungan biologis tetapi oleh perasaan cinta, kasih sayang, dan belas kasih. Termasuk saling memikul beban, hormat-menghormati, dan berkasih sayang. Banyak hadits yang menggambarkan bagaimana Rasulullah saw., melayani istri-istrinya begitu juga sebaliknya. Selain bertugas sebagai ratu rumah tangga, seorang muslimah juga mempunyai peranan yang penting sebagai seorang ibu. Tugas seorang ibu adalah sebuah tugas yang mulia dan sulit. Seorang ibu tidak hanya mengandung, menyusui, dan membesarkan anak-anaknya tetapi ia juga harus membentuk jiwa dan moral sang anak dan mempersiapkannya untuk menjadi seorang manusia yang siap terjun ke masyarakat. Oleh karena itu, seorang ibu harus membekali dirinya dengan ilmu-ilmu baik ilmu agama dan ilmu pengetahuan karena ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Allah SWT memberikan penghargaan yang teramat tinggi bagi bapak dan ibu seperti yang termaktub dalam ayat berikut ini:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." (QS. Luqman: 14)

Seorang ibu muslim mempunyai harapan penuh mengenai kesejahteraan hidupnya, suatu hal yang dapat diharapkan dari anak-anaknya apabila ia sudah tua kelak. Seperti yang digambarkan oleh ayat Al-Qur'an di atas, berterima kasih kepada ibu bapak dikaitkan dengan berterima kasih kepada Allah SWT, dan apabila gagal dalam bertaubat berarti kegagalan dalam menunaikan tanggung jawab dalam Islam. Dalam mengarungi biduk kehidupan berumah tangga, biasanya pasangan suami istri terhalang oleh riak-riak kecil yang jika dibiarkan dapat menjelma menjadi gelombang besar yang dapat memporak-porandakan rumah tangga. Jika suatu rumah tangga tidak bisa lagi dipertahankan dan perceraian merupakan satu-satunya solusi akhir, maka seorang suami dapat menjatuhkan talak kepada istri. Setelah jatuh talak mantan istri harus menunggu selama tiga kali haid. Dalam masa tersebut mantan suaminya harus bertanggung jawab memberi nafkah dan menjaga kesejahteraannya dan tidak boleh mengusir istrinya keluar dari rumahnya. Ini dimaksudkan, pertama untuk memastikan apakah mantan istrinya itu sedang mengandung atau tidak, dan yang keduA, adalah untuk menyejukkan keadaan, dan memberi kesempatan kepada sanak saudara dari kedua belah pihak untuk berusaha menentramkan suasana dan memperbaiki perselisihan antara suami istri. Jika perdamaian tercapai, maka mereka dapat meneruskan kembali pernikahan mereka dalam masa tersebut dan dengan demikian perceraian menjadi batal.

Undang-undang Islam tidak memaksakan pasangan yang tidak dapat hidup bersama tetapi peraturan-peraturan yang ada dapat menolong mereka untuk mengatasinya. Seandainya mereka tidak diizinkan Allah SWT untuk berbaikan kembali, maka tidak menghalangi pasangan itu untuk menikah dengan orang lain.

Wanita dan Hak Waris

Satu lagi hak wanita muslim yang merupakan bagian dari undang-undang Islam ialah hak menerima warisan harta peninggalan. Cara pembagian harta warisan telah dijelaskan dalam Al-Qur'an. Kaidah umumnya ialah wanita berhak mendapat separuh bagian dari hak laki-laki. Sepintas lalu undang-undang tersebut tampaknya tidak adil, namun harus diingat bahwa kaum pria berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya, karena itu tanggung jawab mereka terhadap nafkah lebih berat dari kaum wanita. Sedangkan bagian milik wanita merupakan suatu pemberian yang cukup besar karena hanya untuk dirinya sendiri. Uang dan harta yang dimiliki wanita adalah miliknya dan wanita tidak mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarga.

Pakaian

Masalah hijab selalu dianggap sebagai bentuk pengekangan terhadap wanita. Padahal sebenarnya kaum muslimah boleh memakai jenis pakaian yang ia sukai bila ia berada bersama suami, orang tua, saudara-saudara kandungnya, dan sahabat-sahabat muslimahnya. Tetapi jika ia keluar rumah atau ada laki-laki lain selain suaminya dan mahromnya, hendaklah ia memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya dan tidak menampakkan auratnya yaitu yang menutup kepala sampai kaki kecuali wajah dan telapak tangan. Berbeda sekali dengan faham Barat yang sengaja memamerkan perhiasan tubuh yang mengusik pandangan laki-laki. Saat ini telah banyak jenis pakaian terbuka yang memamerkan aurat wanita. Barat berpendapat bahwa tujuan berpakaian ialah untuk menampakkan keindahan tubuh, sebaliknya Islam berpendapat tujuan berpakaian adalah melindungi tubuh, seperti yang ditegaskan dalam ayat berikut:
"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak wanita, dan istri-istri orang Mu'min; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab: 59)

Dari ayat di atas jelas bahwa perintah Allah SWT kepada kaum muslimah untuk memakai pakaian yang menutup auratnya bukanlah bertujuan untuk mengekang kebebasannya tetapi agar mereka lebih dikenal identitas keislamannya dan agar tidak diganggu. Jadi jelas bahwa perintah Allah tersebut bertujuan untuk melindungi kehormatan wanita. Tanggung jawab menjaga kesopanan ini tidak hanya terletak pada kaum wanita saja tetapi juga ditujukan kepada kaum pria seperti yang terdapat dalam terjemahan ayat berikut:
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendaklah menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-Nur: 24)

Menjaga kesopanan ternyata tidak hanya diperintahkan kepada kaum wanita saja tetapi kaum pria juga diharuskan menahan pandangannya dari hal-hal yang tidak baik dan dapat membangkitkan syahwatnya sehingga mereka tidak terdorong untuk melakukan zina. KesimpulanBerdasarkan uraian-uraian di atas, kita dapat melihat bagaimana kedudukan wanita dalam agama Islam. Dengan membandingkan keadaan wanita pada masa-masa sebelum kedatangan Islam dan pandangan agama-agama lain terhadap wanita, kita dapat menyimpulkan bagaimana Islam memuliakan dan melindungi wanita. Wanita tidak dianggap sebagai mahluk rendah yang tidak mempunyai ruh dan tercela yang dapat dihina, disiksa, dan dijadikan alat pemuas nafsu laki-laki. Tetapi wanita dianggap sebagai mahluk yang dapat menjadi manusia mulia yang berhak merasakan lezatnya surga atau manusia rendah berdasarkan ketakwaannya kepada Allah SWT. Allah SWT tidak membalas perbuatan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya tetapi berdasarkan amal-amal perbuatannya.

Islam pun telah menerapkan persamaan hak antara kaum wanita dan pria. Setiap orang muslim berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi. Hasilnya banyak wanita muslimah yang berhasil menjadi dokter, guru, dosen, insinyur, dan lain-lain. Dalam rumah tangga wanita bukan menjadi pelayan atau budak suaminya tetapi wanita menjadi mitra laki-laki dan mempunyai peranan penting dalam menjaga dan memelihara keutuhan rumah tangganya. Bahkan seorang wanita akan menjadi ibu yang melahirkan dan membentuk sebuah generasi yang dapat menentukan sebuah masyarakat.

Sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjabarkan keberadaan wanita dalam agama Islam . Tetapi mudah-mudahan tulisan ini dapat sedikit menjelaskan tentang bagaimana kedudukan wanita dalam Islam agar para wanita tidak lagi bertanya-tanya bagaimana wanita dalam kacamata Islam dan mempunyai prasangka buruk terhadap agama Islam, dan juga khususnya bagi para muslimah agar tidak mudah terpengaruh oleh hasutan-hasutan para musuh Islam yang senantiasa menggunakan isu-isu tentang wanita untuk menghancurkan Islam dan menjauhkan kaum muslimah dari Al-Qur'an dan Hadits, juga senantiasa bersyukur karena terlahir menjadi seorang muslimah. Wallahu a'lam bish shawab

21 October 2005

Kata Terurai Jadi Laku
serial cinta oleh: Anis Matta



Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya Tua. Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia tak percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekadnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya, "Ini emas-emasku yang sudah lama ku tabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi isteri." Tapi lelaki itu malah menjawab, "Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu. Aku takkan menikah lagi."

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka
bahkan mereka dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya. Lelalki itu menjawab enteng, "Aku memutuskan untuk mencintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Samapai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitamnya dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."

Begitulah cinta ketika ia terurai jadi laku. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati...terkembang dalam kata...terurai dalam laku.... Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Kalau cinta hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai kepalsuan dan tidak nyata...Kalau cinta sudah terurai jadi laku, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhunjam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam laku. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan dan dibuktikan dengan amalan.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta beasr ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Rahsia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus-menerus. Yang dilakukan para pecinta sejati disini adlah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dilahirkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan isterinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus-menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti. Cinta yang tidak terurai jadi laku adalah jawaban atas angka-angka perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita.

Tidak mudah memang menemukan cinta yang ini. Tapi harus begitulah cinta, seperti kata Imam As Syafi'i,
Kalau sudah pasti ada cinta di sisimu
Semua kan jadi enteng
Dan semua yang ada di atas tanah
Hanyalah tanah jua.
sumber: Tarbawi, edisi 119 Th. 7/syawal 1426 H/17november 2005 M

19 October 2005

Hadits Hari Ini



عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْيُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ ...رواه مسلم


Arti hadits / ترجمة الحديث :

Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah saw suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah saw ) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah saw: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullahsaw) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim)

Catatan :

  1. Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan .
  2. Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah saw)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

  1. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
  2. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
  3. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
  4. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
  5. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
  6. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
  7. Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
  8. Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.
Tema-tema hadits / موضوعات الحديث :

1. Iman : 2 : 285, 5 : 5, 6 : 82 dll.
2. Islam : 2 : 112, 4 : 125, 72 : 14, 40 : 66, 3 : 19, 5 : 3
3. Ihsan : 18 : 30, 28 : 77, 17 : 7, 5 : 93
4. Hari akhir : 7 : 187, 22 : 7, 31 : 34 .
5. Ilmu ghaib hanya Allah yang mengetahui : 2 : 3, 27:65, 6 : 50, 7 : 188
6. Belajar & mengajarkan Islam : 16:43, 21:7, 3:79, 9:122

18 October 2005

Bekal Menuju Pernikahan
By. Azizah (MyQuran)



Pernikahan adalah fakultas kesabaran dari universitas kehidupan. Jika ingin menjadi orang yang sabar maka masukilah dunia pernikahan.Karena di dalam mengarunginya kita harus menyiapkan segudang persediaan memaafkan dan meminta maaf.

Jika kita menempatkan pernikahan sebagai tempat berdampingnya ikhwan dan akhwat dalam mahligai perkawinan, sebenarnya sekaligus tempat berdampingnya mereka dalam tugas dakwah sebagai partner. Dalam makna lain, berdampingnya mereka dalam tugas - tugas kemasyarakatan, karena hal ini adalah bagian yang tak terpisahkan.

Menikah adalah satu noktah dari perjalanan yang panjang. Dengan menikah akan membuat kita tetap berada pada rel perjuangan dan berusaha meningkatkan kualitas juga kuantitas perjuangan itu sendiri.
Jika seorang akhwat sudah memasuki dunia ini maka waktunya bukan lagi mutlak milik dirinya sendiri. Dia sudah berubah status menjadi istri bagi suaminya, ibu bagi anak-anaknya dan sekaligus da'iyah bagi lingkungannya.

Disinilah dibutuhkan satu kejelian dalam menentukan seorang pendamping hidup yang benar - benar pilihan. Pendamping hidup yang ideal bagi kita bukan berarti dia harus unggul atau menonjol. Tetapi pasangan yang tepat, yaitu yang sesuai dengan bingkai dan kepribadian kita. Sebab telah terbukti bahwa, tidak semua orang cerdas membutuhkan orang cerdas lainnya. Tidak semua pria yang gagah memerlukan wanita cantik sebagai pendampingnya. Kita ambil saja contoh Rasulullah SAW, diantara istri - istri beliau yang paling menonjol kecerdasannya hanyalah 'Aisyah, sedangkan yang lainnya begitu bersahaja. Amirrul Mukminin Umar bin Khattab pun demikian, di dalam pemerintahan beliau lebih terkenal dengan sikapnya yang keras dan tegas. Tapi di dalam rumah beliau seperti anak kecil yang manja terhadap istri - istrinya.

Di sini bukan berarti kita tidak boleh memiliki beberapa patokan kriteria dalam memilih seorang calon suami. Akan tetapi setidaknya kita jangan sampai membuat satu patokan yang bisa membuat para ikhwan itu sendiri berpikir seribu kali untuk berta'aruf dengan kita apalagi punya hasrat untuk membina rumah tangga. Satu ketakutan terkadang muncul dalam diri ikhwan yang sebenarnya sudah "siap" untuk menikah secara fisik dan materi, tapi secara mental sebenarnya mereka masih "jauh".

Apa gunanya kriteria kita yang terkadang dengan "susah payah" mereka wujudkan kalau para ikhwan itu niatnya hanya untuk mendapatkan kita saja. Alih - alih dapat suami hafidz tapi dia menghafal Qur'an hanya sebagai pemenuhan atas syarat yang kita ajukan saja.Disini yang perlu diluruskan adalah niatan dan tujuan mulia kita yang memutuskan untuk menikah yang benar - benar hanya karena Allah SWT.

Penyamaan dan penyatuan visi, misi dan konsep tentang pembentukan suatu keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah adalah satu hal yang sangat penting sekali sebelum kita mengambil satu keputusan akhir dengan siapa dan orang seperti apa kita akan menikah. Kesatuan fikrah dan prinsip adalah hal yang sangat mendasar dan urgent sekali demi tetap eksisnya satu ikatan rumah tangga. Karena pernikahan bukan hanya merupakan satu ikatan fisik tapi juga merupakan satu ikatan batin antara dua jiwa yang berbeda, maka dalam prosesnyapun diperlukan satu persiapan dan cara yang benar - benar matang dan sesuai dengan syariat Islam tentunya.

Menikah bukan hanya bertemunya seorang laki - laki dan perempuan saja tapi juga merupakan tempat bertemunya satu partner dakwah baru yang akan lebih menyempurnakan usaha perjuangan dakwah yang selama ini hanya mereka lakukan secara individu. Dan dengan pernikahan ini diharapkan akan lahirnya satu ikatan perjuangan dakwah yang lebih kokoh dan kuat. Disini akan timbul satu kerjasama dan satu kewajiban yang tak dapat terelakkan lagi antara keduanya dalam rangka ber-amar ma'ruf dan nahyi munkar. Intinya jangan sampai karena kita telah menikah justru ghirah juang dakwah kita surut bahkan hilang sama sekali.Saling mengingatkan antara keduanya saat lalai, membangkitkan ghirah saat yang satu sedang lemah. Menjadi sandaran dan tempat berlindung serta tempat mendapatkan kenyamanan hidup dari derasnya dan beratnya medan juang dakwah dalam kehidupan.

Menikah juga merupakan satu media tarbiyah diri yang terus akan berlangsung seumur hidup. Dari mulai pengenalan pribadi sampai pada penyesuaian diri agar ikatan perkawinan tetap terjaga ditengah derasnya gelombang kehidupan.Karena puncak masalah dalam pernikahan bukanlah dengan siapa kita akan menikah tetapi bagaimana kita bisa tetap survive didalam perkawinan tersebut, siapapun pasangan kita kelak.

Perbedaan kultur dan latar belakang budaya tak jarang dapat menjadi kerikil tajam dalam mengarunginya.Disinilah diperlukan satu tarbiyah ruhiyah yang dilakukan secara rutin dan kontinyu agar jiwa dan ruhiah kita terus mendapat transfer positif saat menghadapi pelik persoalan rumah tangga. Tarbiyah dzatiah ini akan menjadikan jiwa kita terbina, sehingga kita akan terbiasa menghadapi masalah yang timbul sesulit apapun.Satu pribadi yang telah tertarbiyah dengan baik akan menjadi sosok pribadi yang tangguh dan tegar dalam kehidupan.Dia akan dapat memahami satu pokok masalah sebagai satu ujian kehidupan dan sebagai ukuran tingkatan sejauh mana dirinya mampu mengaplikasikan ilmu yang selama ini ia dapatkan dalam setiap kajian tarbiyah Murabbi.

Pernikahan bukanlah puncak dari satu tujuan kehidupan . Justru pernikahan adalah satu titik awal perjalanan panjang yang didalamnya terdapat begitu banyak ujian dan rintangan. Untuk menjalaninya diperlukan satu kesiapan jiwa yang benar - benar telah terlatih dan terbina untuk bisa selamat sampai tujuan akhir yaitu mencapai keridho'an Nya.

Maka dari itu, menyegerakan untuk menikah bukan berarti tergesa - gesa dalam mengambil keputusan. Karena hidup ini terlampau singkat untuk dilewati dengan pilihan yang salah.Ketepatan pemilihan pasangan, kesiapan jiwa dan raga serta penguasaan ilmu tentangnya haruslah kita pahami dengan sungguh - sungguh. Karena suatu perkawinan adalah satu ikatan yang suci dan mulia yang tidak hanya menyangkut kehidupan kita di dunia saja tapi juga menentukan kehidupan kita di akherat. Karena pasangan kita yang baik dan sholeh di dunia, insyaAllah akan tetap menjadi pasangan kita kelak di syurga. AMIII….N

SEMOGA BISA MEMBANTU AKHI WA UKHTI YANG SEDANG MENGHADAPI SAAT - SAAT TA'ARUF PERTAMA MAUPUN YANG BARU BERFIKIR MENGAMBIL KEPUTUSAN UNTUK MENIKAH, YAKINLAH BAHWA ALLAH TELAH MENETAPKAN YANG TERBAIK BUAT HAMBANYA YANG TERBAIK PULA.


الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeqi yang mulia (surga). (QS. 24:26)

... هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ...

...mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi mereka... (QS. 2:187)

Mengemas Rindu



eramuslim - Biasanya, para pencinta selalu mengemas rindu mereka. Pencinta untuk apa dan siapa saja, rindu yang bagaimana saja. Kerinduan, adalah sebuah harta milik kita yang sederhana, namun artinya tak lebih sempit dari luas samudera. Kerap membawa keinginan tak sekadar beredar di khayalan. Namun kekuatan tekad untuk menjadikannya nyata. Mengemas rindu, menjaga cinta.

Kerinduanku, adalah akan hadirnya cinta. Seperti milik nabi Ibrahim, saat akan menyembelih anaknya. Seperti milik Ismail, yang mempersembahkannya hanya untuk Tuhannya. Seperti milik Yusuf, yang tak tergoyahkan oleh Zulaikha. Seperti milik mereka, dan mereka yang lain yang juga pencinta.

Kerinduanku, adalah akan kekalnya cinta. Tak seperti mereka yang menjualnya lantas mengatakan bahwa itu adalah pengorbanan. Tak seperti mereka yang menjadikannya harta namun diam-diam merusaknya. Tak seperti mereka yang menginginkannya hadir namun tak peduli lantas meninggalkannya.

Biasanya, para pencinta tak pernah lupa mengemas rindu mereka. Sebab pintu hati selalu terbuka kapan saja tanpa bisa dipegang kuncinya. Karena kita tak kuasa. Sebab bila tidak, ia akan mudah tergantikan begitu saja. Tanpa tahu alasannya.

***

Sebagai manusia, seringkali kita korbankan waktu dan tenaga sia-sia, untuk mengemas rindu yang tak ketahuan adanya, yang bukan rindu sebenarnya. Kerinduan itu disimpan baik-baik dalam hati, tak ingin ia lekas pergi. Sebab bila kerinduan itu hilang, maka cinta yang selalu diharap itu tak pula datang.

Kerinduan akan tahta, mengantarkan kita untuk menghamba pada dunia. Tak pernah puas, walau sudah melibas semua yang tertindas.

Kerinduan akan harta, menyebabkan kita buta. Tak peduli mengambil punya siapa, yang penting diri tak menderita.

Kerinduan akan cinta manusia, membawakan sengsara. Sebab yang ada hanya kecewa, kalau cinta tak dibalas cinta.

Bagaimana dengan milik kita?

Kalau setiap harinya selalu kita memuja yang fana. Tanpa menyadari bahwa Ia ada, melihat apa yang tak kita lihat, mengetahui apa yang tersembunyi, menguasai seluruh isi hati.

Kalau setiap saat kita tak pernah lalai mempersembahkan cinta, bukan untuk-Nya, melainkan untuk sesuatu yang tak bisa memberikan apa-apa. Juga tak punya kuasa.

Kalau hidup ini kita persembahkan untuk melayani mereka yang tak bisa memberi. Kalau rindu itu kita persembahkan untuk sesuatu yang hanya bisa menyakiti.

Lalu, untuk siapa kita mengemas rindu? Pernahkah kita mengemas rindu ini untuk-Nya? Apakah kita selalu menjaga cinta ini agar selalu berlabuh pada-Nya? Sedangkan hati ini selalu penuh akan sesuatu, entah apa itu.
Lantas, rindu itu untuk siapa?

25 September 2005

30 Hari Mencari Cinta



183. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ .184
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ .185


"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur." (Al-Baqarah:183-185)



Ramadhan adalah satu bulan penuh keutamaan yang diberikan oleh Allah ‘aza wajalla kepada umat Muhammad shalallahu’alaihi wasallam, sebuah bulan yan dijadikan-Nya sebagai lampu dalam setahun, bulan dimana Allah menurunkan kitab-Nya dan membuka pintu-pintu taubat bagi orang-orang yang mau bertaubat. Tiada sepanjang masa satu umatpun selain umat Muhammad saw yang diberi keutamaan seperti ini. Di bulan ini semua do’a akan didengar, setiap amal akan diangkat ke langit, dosa akan diampuni, orang mu’min sama berbahagia, setan binasa, dosa dan kedurhakaan ditinggalkan dan hati orang-orang mu’min disemarakkan dengan lantunan dzikrullah.

Ramadhan adalah bulan pendidikan bagi pribadi-pribadi muslim yang beriman. Sebagaimana surat al-baqarah: 183, di dalamnya Allah telah berfirman ”Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Jika dilihat dari arti ayat tersebut kita bisa merasakan bahwa dalam berpuasa hanya diserukan kepada pribadi-pribadi muslim yang beriman dengan tujuan untuk meraih ketaqwaan. Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa bagi pribadi-pribadi yang belum ”mu’min” agar menjadi mu’min dan secara eksplisit bahwa puasa di bulan ramadhan ini (sebagaimana termaktub dalam al baqarah 185) bagi orang-orang mu’min adalah tangga atau jalan untuk meraih gelar taqwa apabila ia melakukannya dengan sesungguhnya (sesuai dengan syari'at).

Ramadan singgah menemani kita kurang lebih selama 30 hari. Ia adalah bulan yang penuh keberkahan dan keampunan. Puasa memiliki makna memutuskan jiwa dari syahwatnya dan menghalangi dari apa yang biasa dilakukan, karena pada bulan ini saat kita melaksanakan ibadah puasa kita diharamkan untuk melakukan apa yang dihalalkan seperti makan dan minum serta ber-jima’ dengan suami atau isteri. Syithan-syaithan dibelenggu. Jika ada manusia yang tetap mengerjakan ma’siat dan kemunkaran maka sebenarnya dialah syaitan dalam bentuk manusia dimana dalam dirinya telah timbul kebiasaan-kebiasaan syaithan, yang menyebabkannya tetap melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama meskipun sang ”penjajah” (baca: syaithan -pen) telah dirantai kekuasaannya (untuk menggoda manusia).

Wahai sahabat marilah kita jadikan ramadan kali ini sebagai titian menuju karunia-Nya, sebagai siraththal mustaqiim menggapai cinta-Nya. Al fakir adalah manusia biasa yang tiada luput dari salah dan dosa tiada terlepas dari alpa dan ma’siat. Marilah kita bersama-sama mereguk ni’matnya kasih ramadan dengan memperbanyak amalan syar’i sesuai dengan landasan al-quran dan sunnah rasul-Nya. Marilah dalam 30 harinya yang penuh keagungan ini kita mencari dan menggapai cinta-Nya untuk kemudian merengkuhnya agar kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Mari kita daki setiap "gunung" kasih sayang-Nya, mari kita lalui setiap puncak ujian-Nya dengan keshabaran agar kita mampu menjadi mu'min yang muttaqiin. Wallahua’lam bishshawaab.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan klik http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=747

03 September 2005

Krisis Jilbab di Negara-Negara Barat
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya..." (An Nuur: 31)


Jilbab merupakan salah satu masalah yang sering diperbincangkan di berbagai penjuru dunia. Akhir-akhir ini, di negara-negara Eropa, masalah ini sedang hangat diperbinncangkan. Perilaku kasar yang sering ditimpakan kepada para muslimah berjilbab di Barat, menimbulkan pertanyaan dalam benak kita, bagaimana mungkin Barat bisa mengklaim diri sebagai pusat demokrasi dan kebebasan? Beberapa waktu yang lalu, kontroversi mengenai izin penggunaan kerudung di tempat kerja oleh seorang warga imigran Jerman bernama Fereshte Lurdin telah berkepanjangan sehingga sampai ke pengadilan negara ini. Kepala sebuah sekolah di Jerman telah menghalangi Lurdin untuk mengajar di sekolah itu, dengan mengatakan bahwa kerudung dan pakaian Lurdin telah bertentangan dengan undang-undang pendidikan di negara itu.

Meskipun Dewan Tinggi UUD Jerman telah memberi izin kepada Fereshte Lurdin untuk mengajar dengan memakai pakaian Islami di sekolah negara bagian Boden Wertmburg, tetapi keputusan ini tidak menyelesaikan masalah para guru yang berjilbab negara-negara bagian lainnya. Dewan Tinggi UUD Federal Jerman menyebutkan bahwa masalah boleh atau tidaknya pemakaian jilbab bergantung kepada peraturan di setiap negara bagian.

Anti jilbab tidak saja terjadi di Jerman, melainkan juga di negara-negara lain, seperti Perancis, Amerika, Inggeris dan Turki. Masalah ini menjadi kontroversi di media massa, sekolah, tempat kerja, dan khususnya di antara para politikus. Sebagian dari pemerintahan negara-negara Barat menganggap jilbab sebagai simbol politik. Tetapi, apakah sesungguhnya jilbab itu memang sebuah simbol politik? Para cendikiawan Islam menjelaskan tentang falsafah jilbab, yaitu kaum perempuan dengan menutup tubuhnya ketika di tengah kaum lelaki yang bukan muhrimnya, akan terhindar dari tatapan kaum lelaki. Dengan demikian, kaum perempuan akan aman dari gangguan dan sebaliknya, kaum lelaki juga akan terbebas dari pameran tubuh perempuan yang bukan muhrimnya. Dengan kata lain, Islam ingin mengontrol dan membatasi pelampiasan nafsu dalam lingkungan keluarga dan dalam kerangka perkawinan yang legal. Pakaian yang benar, menyebabkan wanita dan lelaki terhindar dari daya tarik seksual serta mewujudkan lingkungan yang sehat untuk bekerja dan beraktivitas. Dari pandangan ini, ajaran jilbab dalam Islam berfungsi untuk menghindari kebobrokan moral dan meningkatkan kemampuan yang hakiki dari perempuan dan lelaki.

Sebaliknya, hubungan tanpa batas antara perempuan dan lelaki akan mengancam keselamatan masyarakat. Akibatnya, kaum muda tidak lagi menginginkan untuk membentuk keluarga yang sehat. Hubungan tanpa batas serta kebobrokan moral akan berkembang luas. Penyakit-penyakit akibat seks bebas akan menyebar. Tatanan sosial pun akan rusak karena banyak bayi-bayi lahir tanpa ayah yang jelas. Masa depan mereka akan suram. Demikianlah seterusnya, masalah-masalah akan terus bermunculan silih berganti akibat ketiadaan jilbab ini. Karena mulianya fungsi jilbab Islam yang meninggikan derajat perempuan ini, Ludmila Eviva, seorang penyair dan orientalis terkenal Rusia, menganggap bahwa sikap anti jilbab merupakan langkah bodoh terhadap perempuan. Ia berkata, "Jilbab merupakan sarana untuk melindungi perempuan dalam berhadapan dengan para pengejar nafsu yang ingin menjadikan perempuan sebagai barang konsumsi. Pakaian Islam ini dihiasi dengan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. Oleh karena itu, pakaian ini amatlah baik bagi perempuan."

Eviva menyebutkan, anggapan bahwa jilbab bertentangan dengan kehidupan sosial perempuan adalah pemikiran yang salah. Ia berkata, "Pakaian yang sesuai tidak akan menghalangi aktivitas dan pekerjaan wanita dalam masyarakat. Sebagaimana yang kita lihat, kaum perempuan Iran yang berjilbab mampu membesarkan anak-anak yang sehat, bekerja di berbagai bidang, bahkan aktif di politik. Mereka tidak saja memelihara kemuliaan diri sendiri, melainkan menjaga kemuliaan masyarakatnya. Dengan berjilbab, mereka hadir dalam semua lapangan sosial dan politik dengan sukses."
Realitas menunjukkan bahwa umat Islam yang tinggal sebagai warga minoritas di negara-negara Barat berhadapan dengan diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Pelarangan berjilbab merupakan salah satu contoh nyata dari masalah ini. Barbara John yang merupakan penasehat pemerintah Jerman selama 23 tahun dalam urusan imigran asing berkata, "Masalah pelanggaran hak di Jerman menyebabkan muslimah kurang sekali mendapat pekerjaan dan terpaksa berhenti dari sekolah. Pelarangan mengenakan kerudung merupakan sebuah diskriminasi dan penetapan batas dalam urusan ini merupakan satu kesalahan. Pelarangan kerudung telah mengancam kebebasan wanita dan hal ini hanya akan memperumit masalah."

Salah seorang pakar Islam yang tinggal di Jerman bernama Yauuz Ovzgur, dalam pandangannya mengenai masalah ini, berkata, "Dalam sebuah masyarakat yang menerima homosexual secara resmi atas alasan kebebasan, mengapa justru menghalangi orang-orang yang beriman dan ingin mengamalkan keimanan mereka itu? Pejabat legislatif Jerman harus melakukan perubahan mendasar untuk menghalangi terjadinya perilaku diskriminatif ini." Pada bulan Oktober 1989, ketika tiga anak perempuan muslim Perancis dikeluarkan dari sekolah, Laila Sabbar, seorang penulis perempuan Aljazair, mengemukakan satu pertanyaan mudah, "Mengapa orang-orang yang berkuasa tidak bisa menerima beberapa anak perempuan yang mengenakan kerudung karena kepercayaan bahwa hal itu diwajibkan dalam ajaran agama mereka? Bukankah kerudung tersebut sama saja dengan syal atau selendang yang dipakai oleh anak-anak perempuan lain?"

Agaknya, yang dikhawatirkan oleh para penguasa negara-negara Barat mengenai jilbab ialah pengaruhnya terhadap kaum perempuan di negara-negara ini. Berdasarkan kepada berbagai data statistik, terdapat 3 hingga 5 juta umat Islam yang tinggal di Jerman dan ada lebih dari 70 masjid di ibu kota negara ini yang setiap harinya mengumandangkan gema tauhid. Para politikus Barat khawatir, kaum perempuan Barat akan tertarik kepada Islam karena budaya agama ini yang bersih, mulia, dan menentramkan jiwa. Budaya Islam ini, salah satunya ditampilkan secara sempurna oleh jilbab, pakaian yang memancarkan kemuliaan kaum perempuan muslim. Para politisi barat khawatir, kaum perempuan mereka yang telah menyaksikan dan merasakan dampak buruk dari kebobrokan moral dan hubungan seksual tanpa batas di Barat, akan cenderung untuk menerima Islam.

sumber: http://www.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/perempuan/jilbab_barat.htm


Duuuuhhhhhhhhhh.......



Terbit mentari menyinari bumi
hangat cahyanya lembut menerpa
Burung pipit riuh bernyanyi
Menyambut kehadirannya

Terasa perih dan pedih hidup ini
Terasa payah mengarungi dunia ini
Sendiri berjalan mengembara
Tiada teman yang menaungi dalam tawa dan duka

Semburat surya semakin tinggi
Cahyanya menyengat menyapa
Diri yang beku dalam sepi
Mendamba lembut sang bayu menyapa

Tersendiri dalam hidup
Tersendiri dalam harap
Mendamba teman dalam haluan
Mendamba teman dalam perjuangan

Duhai mentari yang mulai temaram
Berilah secercah harapan
Berilah kasih dalam sayang
Berilah cinta dalam belaian

Diri yang lama sendiri
Berharap kasih sejati
Duhai mentari yang terus berjalan
Sampai kapan ini kan berlama

Ya allah rabbul izzati
hamba berserah dalam kehinaan diri
hamba bersujud dalam ketiadaberdayaan
hanya Engkaulah kiranya tujuan

Ku serahkan semuanya pada kuasa-Mu
Ku hanya mampu hamparkan do'a dan harapan pada-Mu

01 September 2005

Rangkuman artikel seputar bulan Rajab & Syaban

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Segala puji bagi Allah, semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya, serta orang orang yang mendapat petunjuk dari Allah.

Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan bulan Sya'ban maupun Ramadhan, seperti :
شَعْبَانُ بَيْنَ رَجَبَ وَرَمَضَانَ يَغْفَلُ النَّاسَ عَنْهُ تَرْفَعُ فِيْهِ الأَعْمَالَ فَأَحَبُّ أَنْ لاَ يُرْفَعُ عَمَلِي إِلاَّ وَأَنَا صَائِمٌ السلسلة الصحيحة
“(Bulan) Sya’ban terletak antara (bulan) Rajab dan Ramadhan, banyak orang yang mengabaikannya, pada bulan itu perbuatan manusia diangkat, maka aku ingin saat amalku diangkat aku berada dalam keadaan shoum” (Silsilah Shahihah Al Albani).

Akan tetapi juga banyak tersebar hadits-hadits palsu mengenai keutamaan bulan Rajab dan Sya'ban, sampai-sampai bulan suci Ramadhan terlampaui keutamaannya. Bahkan hadits-hadits palsu seputar amalan bid'ah turut menyertai hadits palsu keutamaan bulan Rajab, Sya'ban maupun Ramadhan.

Maka sudilah kiranya kita memperhatikan bagaimanakah petunjuk dari Al Qur'an dan Sunnah dan ulamanya tentang seputar perayaan Isra' Mi'raj Rasulullah, beserta pembahasan seputar keutamaan Bulan Rajab dan amalan-amalan didalamnya seperti sholat Raghaib, sholat Ummu Dawud dan sholat Alfiah. Simak rangkuman artikel berikut ini, semoga bermanfaat, sbb :1. Bantahan Arifin Ilham - Pengertian Bid'ah (3)2. Hadits Palsu Seputar Amalan Bulan Rajab3. Perayaan Isra' Mi'raj Rasulullah dalam sorotan Islam4. Perayaan Nifsu Syaban dalam sorotan Islam5. Rangkuman artikel seputar Maulid & Isra Mi'raj Nabi

Dalam kitab “Al Majmu” Imam Nawawi berkata : shalat yang sering kita kenal dengan shalat Raghaib ada (berjumlah) dua dua belas rakaat, dikerjakan antara maghrib dan Isya’, pada malam Jum’at pertama bulan Rajab, dan shalat seratus rakaat pada malam Nisfu Sya’ban, dua sholat ini adalah bid’ah dan munkar, tidak boleh seseorang terpedaya oleh kedua hadits itu, hanya karena disebutkan di dalam buku “Quutul qulub” dan “ Ihya Ulumuddin” (Al Ghozali, red) sebab pada dasarnya hadits hadits tersebut bathil (tidak boleh diamalkan), kita tidak boleh cepat mempercayai orang orang yang tidak jelas bagi mereka hukum kedua hadits itu, yaitu mereka para imam yang kemudian mengarang lembaran-lembaran untuk membolehkan pengamalan kedua hadits itu, karena ia telah salah dalam hal ini.

Syekh Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Ismail Al Maqdisi telah mengarang sebuah buku yang berharga, beliau menolak (menganggap bathil) kedua hadits diatas (tentang malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab), ia bersikap (dalam mengungkapkan pendapatnya) dalam buku tersebut, sebaik mungkin, dalam hal ini telah banyak pendapat para ulama, jika kita hendak menukil pendapat mereka itu, akan memperpanjang pembicaraan kita. Semoga apa-apa yang telah kita sebutkan tadi, cukup memuaskan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk mendapat sesuatu yang haq.

Dari penjelasan di atas tadi, seperti ayat-ayat Al Qur’an dan beberapa hadits, serta pendapat para ulama, jelaslah bagi pencari kebenaran (haq) bahwa peringatan malam Nisfu Sya’ban dengan pengkhususan sholat atau lainnya, dan pengkhususan siang harinya dengan puasa, itu semua adalah bid’ah dan munkar, tidak ada landasan dalilnya dalam syariat Islam, bahkan hanya merupakan pengada-adaan saja dalam Islam setelah masa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, marilah kita hayati ayat Al Qur’an di bawah ini :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah, 3).

Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat di atas, selanjutnya marilah kita hayati sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perbuatan (dalam agama) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka ia tertolak”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي، ولا تخصوا يومها بالصيام من بين الأيام، إلا أن يكون في صوم يصومه أحدكم **رواه مسلم
“Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam Jum’at dari pada malam malam lainnya dengan sholat tertentu, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang harinya dari pada hari-hari lainnya dengan berpuasa tertentu, kecuali jika hari bertepatan dengan hari yang ia biasa berpuasa (bukan puasa khusus tadi)” (HR. Muslim).

Maka jelas sudah amalan bid'ah seputar bulan Rajab dan Sya'ban, mudah-mudahan kita senantiasa waspada, jangan sampai mengadakan perbuatan bid’ah apapun, begitu pula mengerjakannya.

Wallahu ta'ala a'lam bish showab.
sumber: salafy.or.id
Are You Quitters, Campers, or Climbers?



eramuslim - Jerit ketakutan bercampur dengan teriak gembira memenuhi seluruh arena. Histeris. Riuh rendah. Kemudian wajah sosok-sosok yang keluar dari salah satu wahana itu mencerminkan beragam ekspresi: puas dan gembira, lega, datar saja atau pusat pasi. Saya hanya memandangi. Jantung saya bertalu-talu. Deg-degan. Antara merasa tertantang dan takut. Antara keinginan untuk mencoba dan memilih ‘cari aman saja’. Akhirnya saya memutuskan untuk menaiki beberapa wahana yang cukup menantang, namun saya pertimbangkan cukup dapat saya tahankan secara perasaaan maupun fisik: Alap-alap (roaler coaster), perahu niagara-gara, halilintar dan arung jeram. Sedangkan untuk wahana kora-kora (perahu ayun), ontang-anting (ayunan berputar), kicir-kicir dan semua wahana yang saya prediksikan akan membuat saya pusing dan atau muntah saya hindari.

“Saya paling sensistif terhadap segala hal yang mengaduk-aduk isi perut atau bikin kepala pusing, karena akibatnya saya pasti muntah.” Demikian alasan saya. Bukan sekedar alasan, namun sesuatu yang sudah sangat saya pertimbangkan berdasarkan pengalaman dan pemahaman kondisi fisik.

Saya memandangi kora-kora –perahu besar- itu terus berayun semakin tinggi. Jerit histeris terus membahana. Wajah-wajah pucat menghias sebagian besar penumpang di dalamnya. Sebagian lagi menunjukkan ekspresi kemenangan dan bergaya menantang. Saya bertanya dalam hati, “Benarkah saya akan muntah jika menaikinya? Mungkin saja tidak, bukan? Dan kalau pun iya, wahana ini sangat layak untuk dicoba! Setidaknya berdasar pengalaman menaiki wahana sebelumnya, saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan untuk menahankannya: saya hanya perlu berteriak sekuat-kuatnya!”

Maka saya pun mencobanya. Meski saya gemetar ketika berada di dalamnya, saya puas sekali ketika perahu yang terus berayun tinggi dan seperti tidak akan pernah berhenti itu akhirnya selesai juga. Saya puas karena saya dapat merasakan sensasinya. Tapi saya lebih puas karena dapat menundukkan ketakutan dan persepsi saya sendiri. Meskipu turun dari sana, saya merasakan desakan kuat mengaduk-aduk lambung.

Di waktu yang lain, saya memandangi deretan ayunan yang terus berputar makin cepat dan berayun makin tinggi. Sebagian besar penumpang tampak gembira, tapi saya menemukan seorang gadis cantik dengan ekspresi sangat menderita. Saya bertanya kepada ukhti, teman seperjalanan saya yang pernah menaiki wahana ini sebelumnya: seberapa buruk wahana ini? “Much more worse than kora-kora! It felt never end up!” demikian katanya. Saya ragu. Memang benar, wahana ini satu putaran berlangsung hingga 15 menitan. Sanggupkah saya menahan perut teraduk-aduk tiga kali lebih lama di banding kora-kora? Saya memutuskan untuk nekat mencoba. Namun ketika saya sudah sampai di ujung depan antrian, saya sempat keluar dari gelanggang. Takut! Tapi kemudian saya mengulang antrian lagi. “Saya tidak akan pernah tahu rasanya seperti apa jika saya tidak mencoba!” Alasan itu saya patrikan kuat-kuat dalam hati. Dan ternyata, saya bukan hanya dapat menahankannya, saya bahkan menikmatinya! Sangat menikmatinya! Rasanya seperti terbang, melayang. Sambil memejamkan mata saya menikmati sapuan angin yang berkesiur di sekeliling saya. Ketika ayunan bergerak makin cepat dan tinggi, saya menikmati sensasi dan suara-suara gemerincing besi yang ditimbulkannya. Rasanya tidak ingin pernah berhenti!

Pada kesempatan berikutnya lagi. Bersama teman-teman, saya mengambil antrian di wahana kora-kora untuk yang kedua kali petang itu. Saya harus dapat menikmatinya, bukan sekedar menahankannya seperti pada kesempatan sebelumnya. Meskipun senang dan puas dapat menaiki kora-kora, sebelumnya saya tidak dapat menahan gemetar di kaki dan rasa mencelos di hati. Serasa isi perut saya dilolosi. Tapi kali ini, saya ingin merasakan sensasi yang berbeda. Saat perahu berayun makin tinggi dan lama (lebih tinggi dan lebih lama dari kondisi biasa, karena sudah mendekati waktu tutup) saya merasakan kegembiraan dan keasyikan yang luar biasa. Benar-benar serasa menaiki perahu meniti ombak! Oh tidak! Serasa terbang (sungguh saya sangat suka terbang dan melayang) Oh, bukan juga. Rasanya seperti diayun dan dininabobokkan. Saya gembira sekali berhasil mendapatkan sensasi berbeda, meskipun ketika turun, mual dan pusing itu tetap saja mendera.

Tapi dari semua itu saya belajar banyak hal: Bisa atau tidaknya kita melakukan sesuatu tidak akan pernah kita tahu jika kita tidak mencobanya. Menakutkan atau menyenangkannya sesuatu akan sangat tergantung dari pemahaman dan persepsi yang kita bangun sendiri.

Sekian tahun yang lalu.
“Saya tidak akan sanggup menjadi ibu bekerja kantoran seperti itu. Bagaimana saya akan dapat mendidik anak-anak saya?”
“Saya akan cari pekerjaan yang ‘aman’ saja: islami dan tidak ada praktek-praktek kotor membudaya!”

Beberapa tahun kemudian.
“Kamu tidak ingin kuliah lagi?”
“Hmm, saya takut tidak bisa. Tidak mampu. Soalnya saya tidak menguasai ilmu keahlian dasar dari kampus saya yang kemarin. Nanti kalau tidak lulus bagaimana? Apalagi saya kan lemah untuk urusan penelitian dan karya ilmiah. Khawatir nanti mentok di thesis!”

“Hei, kok begitu? Kamu meragukan karunia Allah berupa otak dengan potensi satu juta gigabyte itu? Cobalah! Tidak ada ruginya kan? Kalau kamu tidak pernah mencoba, kamu tidak akan tahu seberapa mampu dirimu!”

Beberapa waktu yang lalu.
“Kamu berani tidak menyatakan diri minta dilamar terlebih dulu?”
“Ah, takut! Menghancurkan harga diri perempuan itu namanya. Lebih baik tidak pernah tahu daripada harus tahu nantinya bahwa aku gagal dan sakit.”
“Oh, mengapa sudut pandangnya itu? Bukankah dengan menyatakannya –sekalipun ditolak nanti- kamu akan tahu dan tidak perlu penasaran lagi.”

Dan saya nekat. Kenyataannya, saya memang ditolak. Gagal. Sakit. Serasa dihempas ke bumi. Tapi saya tidak penasaran lagi. Tapi kemudian semuanya membuat saya lebih mengerti. Membuka apa yang selama ini tak tampak oleh mata ini.

Dialog-dialog itu, pernah menjadi bagian dari proses hidup saya. Sikap-sikap itu, pernah menghiasi pilihan-pilihan hidup saya. Ketakutan, perasaan tidak mampu, tidak berani mencoba dan sebagainya. Sengaja kalah, bahkan sebelum berperang. Tapi kini, semua yang telah saya lalui membuat saya berani memilih: saya akan selalu memilih untuk maju dibanding mundur. Gagal atau berhasil, itu urusan nanti!

Ibarat mendaki gunung, pilihan sikap yang diambil pun bisa berbeda-beda. Pertama, melihat gunung yang demikian tinggi dan terjal, seseorang mungkin akan memilih untuk memutuskan tidak pernah akan mendaki. Takut. Mustahil. Berat. Capek. Untuk apa? Sedang di kakinya suasana lebih sejuk, indah dan banyak teman?

Kedua, gunung itu memang tinggi dan terjal, namun pastilah ada tempat-tempat yang lebih indah dan asyik untuk bercengkerama di suatu tempat di atas sana. Dan berdasarkan pemikiran itu, ia mendaki. Kalau ada jalan yang enak, ia akan memilih jalan itu. Bukankah biasanya disediakan jalan yang nyaman bagi para wisatawan? Senang rasanya mendaki, ada berbagai tantangan dan ada cukup banyak teman. Saat tiba di hamparan taman, maka ia pun berkemah. Kalau perlu menetap. Di sini sudah cukup enak. Kita sudah cukup tinggi mendaki. Tak usahlah menempuh yang lebih berbahaya lagi, tanpa jaminan yang pasti.

Ketiga, wah, gunung ini tinggi dan ngeri. Pasti berat dan susah untuk mencapainya. Bisa jadi atau bahkan hampir pasti begitu. Tapi bukankah kita dikaruniai kreatifitas, semangat dan kemampuan untuk menaklukkannya? Mengapa tidak kita coba? Semua pengorbanan itu akan sangat ‘worthed’ untuk mendapatkan keindahan di puncak sana kan? Atau setidaknya kita akan mendapatkan pengalaman yang tak mungkin dapat dirasakan oleh mereka yang memilih untuk tidak pernah mendaki, atau mereka yang mendaki untuk berkemah di tempat yang nyaman.

Hidup dengan permasalahannya bagaikan mendaki gunung terjal dan berliku. Dapat atau tidaknya kita menaklukkannya akan sangat tergantung pada paradigma dan pilihan sikap kita masing-masing. Apakah kita akan memilih menyerah bahkan sebelum mendaki, atau tetap mendaki beramai-ramai dan berhenti ketika telah menemukan tempat yang nyaman, atau tetap terus mendaki bersama segelintir orang dari puncak yang satu ke puncak yang lain. Dari gunung yang satu ke gunung berikutnya.

Surga dan kenikmatan hari akhir juga seperti gunung yang bertingkat-tingkat. Untuk mencapainya seperti mendaki gunung. Mungkin ada yang merasa cukup puas di kakinya saja, di lerengnya atau tetap berusaha sekuat daya dan kreatifitas untuk menggapai puncaknya.

Semuanya adalah pilihan. Dan setiap pilihan memiliki resiko dan hasilnya masing-masing. Tinggal seberapa besar kita memiliki nyali untuk memilih: Menjadi Quitters? (golongan yang cepat menyerah pada/menghindar dari tantangan?) Menjadi Campers? (Mendaki dan kemudian berhenti ketika merasa sudah cukup nyaman dengan sebuah situasi/ mencintai status quo) Atau mejadi Climbers? (Terus mendaki dan mendaki, hingga puncak pun terlalui. Aku bertanya dalam hati: Yang manakah diriku?
by: Azimah Rahayu