22 April 2006

Diabolisme Intelektual


Diabolisme Intelektual



DIABOLOS adalah Iblis dalam bahasa Yunani kuno, menurut A. Jeffery dalam bukunya The Foreign Vocabulary of the Qur'an, cetakan Baroda 1938, hlm. 48. Maka istilah "diabolisme" berarti pemikiran, watak dan perilaku ala Iblis ataupun pengabdian padanya. Dalam Kitab Suci al-Qur'an dinyatakan bahwa Iblis termasuk bangsa jin (Q.s. al-Kahfi: 50), yang diciptakan dari api (Q.s. al-Hijr: 27). Sebagaimana kita ketahui, ia dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Tuhan untuk bersujud kepada Adam. Apakah Iblis ateis? Tidak. Apakah ia agnostik? Tidak. Iblis tidak mengingkari adanya Tuhan. Iblis tidak meragukan wujud maupun ketunggalan-Nya. Iblis bukan tidak kenal Tuhan. Ia tahu dan percaya seratus persen. Lalu mengapa ia dilaknat dan disebut "kafir"? Di sinilah letak persoalannya.

Kenal dan tahu saja, tidak cukup. Percaya dan mengakui saja, tidak cukup. Mereka yang kafir dari kalangan Ahli Kitab pun kenal dan tahu persis siapa dan bagaimana ter-percayanya Rasulullah saw, sebagaimana orang tua mengenali anak kandungnya sendiri (ya'rifunahu kama ya'rifuna abna'ahum). Namun tetap saja mereka enggan masuk Islam. Jelaslah bahwa pengetahuan, kepercayaan, dan pernyataan harus disertai dengan kepatuhan dan ketundukan, harus diikuti dengan kesediaan dan kemauan untuk merendah, menurut dan melaksanakan perintah, demikian tegas Profesor Naquib al-Attas.

Kesalahan Iblis bukan karena ia tak tahu atau tak berilmu. Kesalahannya karena ia membangkang (aba, Q.s. al-Baqarah: 34, al-Hijr: 31, Thaha: 116), menganggap dirinya hebat (istakbara, Q.s. al-Baqarah: 34, Shaad: 73 dan 75), serta melawan perintah Tuhan (fasaqa 'an amri rabbihi, Q.s. al-Kahfi: 50). Dalam hal ini, Iblis tidak sendirian. Sudah banyak orang yang berhasil direkrut sebagai staf dan kroninya, berpikiran dan berperilaku seperti yang dicontohkannya.

Iblis adalah "prototype" intelektual "keblinger". Sebagai-mana dikisahkan dalam al-Qur'an, sejurus setelah ia divonis, Iblis mohon agar ajalnya ditangguhkan. Dikabulkan dan dibebaskan untuk sementara waktu, ia pun bersumpah untuk menyeret orang lain ke jalannya, dengan segala cara. "Hasutlah siapa saja yang engkau bisa dari kalangan mereka dengan seruanmu. Kerahkan seluruh pasukanmu, kavaleri maupun infantri. Menyusuplah dalam urusan keuangan dan keluarga mereka. Janjikan mereka [kenikmatan dan keselamatan]!" Demikian difirmankan kepada Iblis (Q.s. al-Isra': 64).

Maka Iblis pun bertekad, ''Sungguh akan kuhalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Akan kudatangi mereka dari arah depan dan belakang, dari sebelah kanan dan kiri mereka!" (QS. al-A'raf: 16-17). Maksudnya, menurut Ibnu Abbas r.a., Iblis bertekad untuk menyesatkan orang dengan menebar keraguan, membuat orang ragu dan lupa pada akhirat, alergi dan anti terhadap kebaikan dan kebenaran, gandrung dan tergila-gila pada dunia, hobi dan cuek berbuat dosa, ragu dan bingung soal agama (Lihat: Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, cetakan Beirut, al-Maktabah al-Ashriyvah, 1995, vol. 2, hlm. 190).

Tidak sulit untuk mengidentifikasi cendekiawan bermen-tal Iblis. Sebab, ciri-cirinya telah cukup diterangkan dalam al-Qur'an sebagai berikut. Pertama, selalu membangkang dan membantah (Q.s. al-An'am: 121). Meskipun dia kenal, tahu dan paham, namun tidak akan pernah mau menerima kebenaran. Seperti ingkarnya Fir'aun berikut hulu-balangnya, zulman wa 'uluwwan, meskipun dan padahal hati kecilnya mengakui dan meyakini (wa istayqanat-ha anfusuhum).

Maka selalu dicarinya argumen untuk menyanggah dan menolak kebenaran demi mempertahankan opininya. Sebab, yang penting baginya bukan kebenaran, akan tetapi pembenaran. Jadi, bukan karena dia tak tahu mana yang benar, tetapi karena ia memang tidak mau mengikuti dan tunduk pada kebenaran itu. Jadi jangan heran bila selalu saja ada cendekiawan yang meskipun nota bene Muslim, namun sifatnya seperti itu. Ideologi dan opini pemikirannya yang liar lebih dia pentingkan dan dia pertahankan ketimbang kebenaran dan akidah Islamnya.

Dalam tradisi keilmuan Islam, sikap membangkang semacam ini disebut juga al-'inadiyyah (Lihat: Abu Hafs Najmuddin Umar bin Muhammad an-Nasafi [w. 537 H./142 M.], al-Aqa'id, dalam Majmu' min Muhimmat al-Mutun, Kairo: al-Matba'ah al-Khayriyyah, 1306 H., hlm.

Kedua, intelektual diabolik bersikap takabbur (sombong, angkuh, congkak, arogan). Pengertian takabbur ini dijelas-kan dalam Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 147): "Sombong ialah menolak yang haq dan meremehkan orang lain (al-kibru batarul-haqq wa ghamtun-nas). Akibatnya, orang yang mengikuti kebenaran sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an atau Hadis Nabi saw dianggap-nya dogmatis, literalis, logosentris, fundamental, konservatif dan lain sebagainya. Sebaliknya, orang yang berpikiran liberal, berpandangan relativistik dan skeptis, menghujat al-Qur'an maupun Hadis, meragukan dan menolak kebenarannya, justru disanjung sebagai intelektual kritis, reformis dan sebagainya, meskipun terbukti zindiq, heretik dan bermental Iblis.

Mereka bermuka dua, menggunakan standar ganda (Q.s. al-Baqarah: 14). Mereka menganggap orang beriman itu bodoh, padahal merekalah yang bodoh dan dungu (sufaha'). Intelektual semacam inilah yang diancam Allah dalam al-Qur'an, "Akan Aku palingkan mereka yang arogan tanpa ke-benaran itu dari ayat-ayat-Ku. Sehingga, meskipun menyak-sikan setiap ayat, tetap saja mereka tidak akan mempercayainya. Dan kalaupun melihat jalan kebenaran, mereka tidak akan mau menempuhnya. Namun jika melihat jalan kesesatan, mereka justru menelusurinya." (Q.s. al-A'raf: 146).

Ciri yang ketiga ialah mengaburkan dan menyembunyikan kebenaran (talbis wa hitman al-haqq). Cendekiawan dia-bolik bukan tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun dia sengaja memutarbalikkan data dan fakta. Yang batil dipoles dan dikemas sedemikian rupa sehingga tampak seolah-olah haq.

Sebaliknya, yang haq digunting dan di"preteli" sehingga kelihatan seperti batil. Ataupun dicampur-aduk dua-duanya sehingga tidak jelas lagi beda antara yang benar dan yang salah. Strategi semacam ini memang sangat efektif untuk membuat orang lain bingung dan terkecoh. Contohnya seperti yang dilakukan oleh para pengasong gagasan inklusivisme dan pluralisme agama. Mereka mengutip ayat-ayat al-Qur'an (Q.s. al-Baqarah: 62 dan al-Ma'idah: 69) untuk menjustifikasi pemikiran liarnya, untuk mengatakan semua agama adalah sama, tanpa mempedulikan konteks siyaq, sibaq dan lihaq maupun tafsir bil-ma'tsur dari ayat-ayat tersebut.

Sama halnya yang dilakukan oleh para orientalis Barat dalam kajian mereka terhadap al-Qur'an dan Hadis. Mereka mempersoalkan dan membesar-besarkan perkara-perkara kecil, mengotak-atik yang sudah jelas dan tuntas, sambil mendistorsi dan memanipulasi (tahrif) sumber-sumber yang ada. Hal ini tidak terlalu mengejutkan, mengingat kebanyak-an mereka adalah Yahudi dan Nasrani yang karakternya telah dijelaskan dalam al-Qur'an Surat Ali Imran: 71, "Ya ahlal-kitab lima talbisunal-haqq bil-batil wa taktumul-haqq wa antum ta'lamun (Wahai Ahli Kitab, mengapa engkau men-wmpuradukkan yang haq dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal engkau mengetahui?.)" Yang sangat mengherankan ialah ketika hal yang sama dilakukan oleh mereka yang zhahirnya Muslim.

Karena watak dan peran yang dilakoninya itu, Iblis disebut juga Setan (syaithan), kemungkinan dari bahasa Ibrani "syatan", yang artinya lawan atau musuh (Lihat: W. Gesenius, Lexicon Manuale Hebraicum et Chaldaicum in Veteris Testamenti Libros). Dalam al-Qur'an memang ditegaskan bahwa setan adalah musuh nyata manusia (Q.s. Yusuf: 5, al-Isra': 53 dan Fathir: 6). Selain pembangkang ('ashiyy), setan berwatak jahat, liar, dan kurang ajar (marid dan marid). Untuk menggelincirkan (istazalla), menjerumuskan (yughwi) dan menyesatkan (yudhillu) orang, setan juga memakai strategi. Caranya dengan menyusup dan mempengaruhi (yatakhabbat), merasuk dan merusak (yanzagh), menaklukkan (istahwa) dan menguasai (istah'wadza), menghalang-halangi (yasudd) dan menakut-nakuti (yukhawwif), merekomendasi (sawwala) dan menggiring (ta'uzz), menyeru (yad'u) dan menjebak (yaftin), menciptakan image positif untuk kebatilan (zayyana lahum a'malahum), membisikkan hal-hal negatif ke dalam hati dan pikiran seseorang (yuwaswis), menjanjikan dan memberikan iming-iming (ya'iduhum wa yumannihim), memperdaya dengan tipu muslihat (dhalla bi-ghurur), membuat orang lupa dan lalai (yunsi), menyulut konflik dan kebencian (yuqi'ul-'adawah wal-baghdha'), menganjurkan perbuatan maksiat dan amoral (ya'mur bil-fahsya' wal-munkar) serta menyuruh orang supaya kafir (qala lil-insani-kafur).

Nah, trik-trik inilah yang juga dipraktikkan oleh antek-antek dan konco-konconya dari kalangan cendekiawan dan ilmuwan. Mereka disebut awliya' asy-syaythan (Q.s. an-Nisa': 76), ikhwan asy-syaythan (Q.s. Ali Imran: 175), hizb asy-syaythan (Q.s. al-Mujadilah: 19) dan junudu Iblis (Q.s. asy-Syu'ara': 94). Mereka menikam agama dan mem-propagandakan pemikiran liar atas nama hak asasi manusia (HAM), kebebasan berekspresi, demokrasi, pembaharuan, pencerahan ataupun penyegaran.

Semua ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru atau pertama kali terjadi, seperti segera diketahui oleh setiap orang yang membaca sejarah pemikiran Islam. Semuanya merupakan repetisi dan reproduksi belaka. History repeats itself, kata pepatah bule. Hanya pelakonnya yang beda, namun karakter dan perannya sama saja. Ada Fir'aun dan ada Musa a.s. Muncul Suhrawardi al-Maqtul, tetapi ada Ibnu Taimiyyah. Lalu lahir Hamzah Fansuri, namun datang ar-Raniri, dan seterusnya.

Al-Qur'an pun telah mensinyalir: "Memang ada manusia-manusia yang kesukaannya berargumentasi, menghujat Allah tanpa ilmu, dan menjadi pengikut setan yang durhaka. Telah ditetapkan atasnya, bahwa siapa saja yang menjadikannya sebagai kawan, maka akan disesatkan olehnya dan dibimbingnya ke neraka" (Q.s. al-Hajj: 3-4). Maka kaum beriman diingat-kan agar senantiasa menyadari bahwa, "Sesungguhnya setan-setan itu mewahyukan kepada kroninya untuk menyeret kalian ke dalam pertengkaran. Jika dituruti, kalian akan menjadi orang-orang yang musyrik" (Q.s. al-An'am: 121). Ini tidak berarti kita dilarang berpikir atau berijtihad. Berpendapat boleh saja, asal dengan ilmu dan adab.

Wallahu a'lam.



sumber: "Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme Intelektual", karya Adian Husaini

20 April 2006

SIAPAKAH PEMIKIR ITU ?

SIAPAKAH PEMIKIR ITU ?


Adapun pemikir atau yang diistilahkan dengan ahlur ra'yi ialah sebagaimana diterangkan oleh Al Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim Qutaibah (wafat 376 H) rahimahullah : "Setelah aku mempelajari berbagai pendapat ahlul kalam (yakni para pakar ilmu kalam)[1], ternyata aku dapati mereka berbicara tentang Allah dengan apa yang mereka tidak tahu, dan menimpakan fitnah kepada kaum Muslimin yaitu dengan fitnah penggolongan yang mereka buat (yakni penggolongan bid'ah, pent.). Mereka dapat melihat sedikit kotoran di mata kaum Muslimin, padahal di depan mata mereka (ada kotoran sebesar) pelepah pohon kurma. Mereka terus menerus mempunyai sangkaan buruk pada orang yang meriwayatkan hadits[2]. Tetapi mereka tidak pernah mempunyai kecurigaan terhadap pikiran mereka dalam perkara ta'wil[3]." (Ta'wil Mukhtalafil Hadits. Halaman 20)

Berbicara tentang agama Allah dengan apa yang mereka tidak tahu, maksudnya berbicara tentang agama tanpa menengok Al Qur'an dan Al Hadits. Mereka berbicara dari pikirannya semata, kemudian pikiran itu diyakini kebenarannya. Selanjutnya mereka mencari pembenaran terhadap pikiran tersebut dengan dalil dari Al Qur'an dan Al Hadits untuk dipaksakan dan ditafsirkan sesuai dengan pikirannya. Bahkan menolak keduanya jika bertentangan dengan pikirannya. Mereka menimpakan fitnah atas kaum Muslimin dengan menggolong-golongkan mereka dengan penggolongan bid'ah, seperti yang terjadi sekarang ini. Mereka memilah orang-orang yang mempelajari Islam dalam dua golongan, yaitu tekstual dan kontekstual. Golongan tekstual ialah mereka yang hanya terpaku dengan teks-teks (nash-nash) Al Qur'an dan Al Hadits serta perkataan ulama terdahulu. Mereka ini dianggap berpikir mandek (jumud) dan hanya membebek kepada pemahaman ulama terdahulu. Atau dengan istilah yang lebih tajam, orang masa lalu yang hidup di masa kini. Semuua ini sebagai ejekan terhadap Ahlul Hadits. Sedangkan golongan kontekstual adalah golongan yang memahami Islam dengan pemahaman kekinian dan merujuk kepada konteks kehidupan masa kini sehingga mereka menyuguhkan pemahaman yang penuh terobosan baru dan perspektif jauh ke depan. Semua ini adalah sanjungan bagi para pemikir atau para ahli kalam atau juga ahlir ra'yi.

Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah menerangkan tiga model ra'yu (pikiran) dalam memahami Islam, agar dengan keterangan beliau ini kita dapat mengetahui di mana sesungguhnya letak para ulama dan di mana letak para pemikir dalam menggunakan ra'yu ketika memahami agama ini. Beliau menerangkan : "Yang dikatakan ra'yu itu ada tiga model, yaitu :

1. Ra'yu yang bathil dan tidak diragukan lagi kebathilannya.
2. Ra'yu yang benar.
3. Ra'yu yang ada kesamaran padanya (antara yang bathil dan yang benar, pent.)

Tiga model ra'yu ini telah diisyaratkan Salafus Shalih. Mereka menggunakan ra'yu yang benar, beramal dengannya, dan berfatwa dengannya pula. Juga mereka cenderung berbicara tentang agama dengannya. Di samping itu, mereka mencela ra'yu yang bathil dan melarang untuk beramal, berfatwa serta memutuskan perkara dengannya. Bahkan mereka melontarkan cercaan terhadapnya dan terhadap orang-orang yang memakai ra'yu bathil ini. Adapun ra'yu yang ketiga, mereka cenderung beramal, berfatwa, dan memutuskan perkara dengannya ketika dalam keadaan terpaksa di saat sudah tidak ada jalan lain kecuali itu. Walaupun demikian, mereka tidak mengharuskan seorang pun beramal dengan ra'yu-nya ini dan tidak melarang orang lain menyelisihinya. Orang lain yang menyelisihi dalam perkara ra'yu model ketiga ini tidak dianggap sebagai orang yang menyelisihi agama. Bahkan dalam menilai pendapat mereka pada ra'yu model ini, penilaian tertinggi adalah dengan mempersilahkan umat memilih antara menerima atau menolaknya. Maka ra'yu model ini kedudukannya adalah sebagaimana makanan dan minuman yang diharamkan (boleh dimakan atau diminum dalam keadaan darurat). Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ahmad : "Aku bertanya kepada Imam Syafi'i tentang Qiyas[4]. Maka beliau mengatakan kepadaku : 'Boleh dipakai bila dalam keadaan darurat (yakni terpaksa dan tidak ada jalan lain, pent.).' ". Demikian Ibnul Qayyim menerangkan.

Kemudian beliau melengkapi penjelasannya dengan merinci jenis-jenis ra'yu yang bathil, yaitu :

1. Ra'yu yang menyelisihi dalil (Al Qur'an dan Al Hadits). Ini adalah perkara yang telah diketahui dengan pasti dalam agama Islam (tentang kerusakannya) dan kebathilannya. Maka tidak boleh seseorang berfatwa dengan ra'yu ini dan tidak boleh pula memutuskan suatu perkara dengannya.

2. Berbicara tentang agama dengan dugaan dan sangkaan disertai sikap melampaui batas atau mengentengkan dalam mengenali dan memahami dalil serta dalam istinbat (yakni mengambil kesimpulan) hukum-hukum dari dalil itu. Karena barang siapa tidak mengerti dalil dan mengambil qiyas dengan akalnya untuk menjawab (tanpa ilmu) pertanyaan yang diajukan kepadanya, maka sungguh dia telah terjatuh pada ra'yu yang tercela dan bathil.

3. Ra'yu yang menyebabkan gugurnya keimanan kepada nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya serta pebuatan-perbuatan-Nya, dengan qiyas yang bathil yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh ahli bid'ah yang sesat dari kalangan Jahmiyah[5], Mu'tazilah[6], Qadariyah[7] dan yang menyerupai mereka. Yaitu dengan mengutamakan ra'yu atas wahyu (yakni Al Qur'an dan Al Hadits) dan mengutamakan hawa nafsu daripada akal sehat.

4. Ra'yu yang menjadi akar berkembangnya berbagai bid'ah, dirubahnya berbagai sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, penyebab meratanya malapetaka, dan menjadi dasar pembinaan/pendidikan anak-anak kecil hingga mereka dewasa (yakni pikiran bathil yang diwarisi turun temurun dari nenek moyang, pent.)

5. Berbicara tentang hukum-hukum agama dengan istihsan (anggapan baik, pent.) dan sangkaan dan menyibukkan diri dengan perkara yang memberatkan dan kabur serta mencocokkan perkara cabang dengan perkara cabang yang lainnya melalui qiyas tanpa menunjukkannya pada perkara pokok dan tanpa meneliti sebab hukumnya serta acuannya. Akibatnya digunakanlah pikiran sebelum turunnya wahyu (ini dijaman hidupnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, pent.), atau berbicara bertele-tele tentang hukum satu masalah yang belum terjadi. Sehingga pembicaraan tentangnya dengan ra'yu yang dibangun atas dasar dhan (sangkaan). Para ulama Salaf mengatakan : "Menyibukkan diri dengan perkara yang demikian dan mendalaminya adalah berarti menelantarkan ilmu dan pengamalan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan menimbulkan kebodohan tentang sunnah tersebut, serta tidak lagi menahan diri untuk berbicara atau berbuat dalam perkara yang Al Qur'an dan Al Hadits mengharuskan kita menahan diri padanya."

Empat macam ra'yu pertama di atas telah disepakati oleh Salafus Shalih dan para imam untuk mencelanya dan mengeluarkannya dari agama. Sedangkan ra'yu yang kelima masih diperbincangkan oleh ulama. Demikian saya ringkaskan dari keterangan Ibnul Qayyim tentang jenis-jenis ra'yu dari kitab beliau I'lamul Muwaqi'in jilid 1 hal. 67-69.

Dengan penjelasan tersebut di atas kita dapat mengerti bahwa para pemikir (ahlur ra'yi) itu adalah mereka yang memahami agama ini dengan salah satu dari lima macam ra'yu yang bathil tersebut. Kemudian agar para pembaca tidak salah paham, seolah-olah Salafus Shalih mengharamkan ra'yu secara keseluruhan, maka saya sertakan pula keterangan Ibnul Qayyim dari kitab yang sama hal. 79-85, sebagai berikut : Ra'yu yang terpuji itu (yakni yang benar, pent.) ada beberapa macam :

1. Ra'yu para shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang kedudukan mereka demikian mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya.

Imam Syafi'i rahimahullah menerangkan dalam risalah Bagdadi-nya yang diriwayatkan oleh Al Hasan bin Muhammad Az Za'farani : "Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuji para shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam di dalam Al Qur'an, Taurat, dan Injil. Dan telah disebutkan melalui lisan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam keutamaan mereka yang tidak diberikan kepada siapapun sesudah mereka. Semoga rahmat Allah tercurah atas mereka dan selamatlah atas mereka dengan anugerah keutamaan yang mengantarkan mereka kepada kedudukan pada shiddiqin[8], syuhada[9], dan shalihin[10]. Mereka telah menyampaikan kepada kita sunnah-sunnah (ajaran-ajaran) Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Mereka telah menyaksikan wahyu turun kepada beliau, sehingga mereka mengerti apa yang diinginkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam perkara umum, khusus, perintah wajib, atau anjuran yang bersifat bimbingan, dan mereka memahami sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, baik yang kita pahami maupun yang tidak kita pahami. Sehingga mereka jauh di atas kita di dalam ilmu, ijtihad, wara'[11] akal, dan hal-hal yang dapat dikenali dengan ilmu dan istinbath dengannya. Pikiran (ra'yu) mereka lebih terpuji dan lebih utama dibanding pikiran kita. Dan orang-orang yang kami kenal (dari keterangan para ulama), menceritakan kepada kami bahwa jika mereka (kaum Muslimin) tidak mendapatkan keterangan langsung dari sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, mereka merujuk kepada ra'yu shahabat (jika mereka telah bersepakat). Atau memilih sebagian ra'yu shahabat yang lebih dekat kepada dalil (al haq). Inilah pernyataan kami. Dan apabila pendapat salah seorang shahabat itu tidak diselisihi oleh yang lain, maka kami berpegang dengan pendapatnya." Demikian Imam Syafi'i menerangkan kedudukan para shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.

Beliau juga menyatakan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ar Rabi' dari beliau : "Bid'ah adalah apa-apa yang menyelisihi Kitab (yakni Al Qur'an) atau Sunnah (yakni Al Hadits) atau atsar (riwayat perkataan atau perbuatan) dari sebagian shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam."

Di dalam pernyataannya ini, Imam Syafi'i menghukumi segala yang menyelisihi pendapat shahabat adalah bid'ah. Yang dimaksud dalam uraian Imam Syafi'i ini adalah tidak mungkin bagi seseorang yang datang sesudah generasi shahabat disejajarkan dengan mereka[12].Bagaimana mungkin disejajarkan dengan mereka, bila kenyataannya salah seorang dari mereka berpandangan dengan satu ra'yu kemudian turun Al Qur'an yang mencocoki ra'yu shahabi tersebut. Contohnya ialah ra'yu Umar bin Khattab tentang tawanan perang Badar. Dia berpandangan agar para tawanan itu dipenggal saja leher-leher mereka. Maka turunlah ayat Al Qur'an yang mencocoki ra'yu beliau ini. Juga Umar mengemukakan ra'yunya agar para istri Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berhijab. Kemudian turunlah ayat Al Qur'an yang mencocokinya. Maka sepantasnyalah kalau orang-orang yang setingkat ini ra'yunya dianggap lebih baik dari ra'yu kita. Bagaimana tidak, ra'yu mereka keluar dari hati yang penuh cahaya keimanan, hikmah, ilmu, pengenalan dan pemahaman tentang Allah dan Rasul-Nya, dan hati mereka penuh ketulusan kepada umat. Hati mereka sepenuhnya mencocoki hati Nabi mereka. Tidak ada perantara antara mereka dengan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Mereka mengambil ilmu dan iman dari lentera kenabian, dalam keadaan dari tangan pertama yang masih belum dikaburkan oleh kebid'ahan apapun. Maka mengqiyaskan ra'yu shahabat dengan ra'yu selain mereka adalah serusak-rusak qiyas.

2. Ra'yu para ulama ahlul hadits yang mengambil kesimpulan makna terhadap satu ayat Al Qur'an atau hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam karena telah meneliti banyak ayat dan hadits.

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Abdullah bin Al Mubarak[13] : "Hendaklah kamu bersandar kepada atsar (yakni Al Qur'an dan Al Hadits, pent.) dalam menafsirkannya. Inilah pemahaman yang Allah khususkan bagi siapa yang dikehendakinya dari hamba-hamba-Nya.

3. Ra'yu yang telah disepakati oleh ummat, yang diambil oleh khalaf (ulama belakangan) dari salaf (umat terdahulu generasi pertama yaitu para shahabat dan tabi'in).

Karena ra'yu yang telah mereka sepakati pasti ra'yu yang benar, seperti apabila mereka telah sepakat tentang kebenaran suatu riwayat hadits atau suatu mimpi. Hal ini pernah terjadi pada peristiwa beberapa shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang bermimpi bahwa Lailatul Qadar terjadi malam 27 Ramadhan. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menanggapi mimpi itu dengan sabdanya : "Aku melihat mimpi kalian telah saling bersesuaian pada hari ketujuh akhir (yakni tanggal 27 Ramadhan, pent.)."

Di sini beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menganggap mimpi para shahabat sebagai patokan kaum Mukminin[14]. Maka umat ini ma'sum (terjaga dari kesalahan) pada apa saja yang telah mereka sepakati, baik dalam perkara periwayatan maupun dalam perkara mimpi (juga dalam perkara ra'yu, pent.)[15]. Oleh karena itu, termasuk ra'yu yang benar dan tepat bila ia merupakan produk musyawarah di antara para ahlinya, dan tidak sebagai ra'yu yang ganjil. Dan sungguh Allah telah memuji kaum Mukminin bila urusan mereka itu dimusyawarahkan di kalangan mereka[16]. Al Humaidi telah meriwayatkan dari Sufyan dan dia meriwayatkan dari Asy Syaibani dan beliau dari Asy Sya'bi yang menceritakan bahwa Umar bin Al Khattab menulis surat kepada Asy Syuraih (ia seorang qadli, pent.) yang bunyinya :

"Apabila muncul dihadapanmu suatu perkara yang harus engkau putuskan, maka telitilah hukumnya pada Kitabullah dan putuskanlah perkara itu dengannya. Tetapi bila tidak ada, maka putuskanlah dengan apa yang telah diputuskan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Bila juga tidak terdapat padanya, maka putuskanlah dengan apa yang telah diputuskan oleh orang-orang shalih dan para imam-imam yang adil. Kalau tidak didapati juga, maka Anda boleh memilih (antara dua) :

a. Bila Anda mau berijtihad dengan ra'yu Anda, silakan Anda berijtihad dengannya.
b. Bila Anda mau bermusyawarah denganku, aku berpandangan bahwa yang demikian ini mesti menjadi kebaikan bagi Anda. Wassalam."

4. Ra'yu yang dihasilkan dari upaya mempelajari ilmu yang ada dalam Al Qur'an. Kalau tidak dapat, dicari dalam As Sunnah.

Kalau tidak diperoleh, dicari pada apa yang telah diputuskan oleh para khalifah yang terbimbing (Khulafaur Rasyidin) atau salah satu dari mereka. Kalau tidak diperoleh, maka dicari pada apa yang diucapkan oleh salah seorang shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Bila tidak didapati juga, maka diupayakan ijtihad dengan ra'yu dan meneliti agar ijtihad itu menjadi pendapat yang paling dekat dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta keputusan para shahabat beliau. Maka inilah sesungguhnya ra'yu yang dipilih dan digunakan para shahabat. Mereka saling menyetujui dalam ra'yu yang demikian. Demikian Ibnul Qayyim menjelaskan.

Empat model ra'yu inilah yang dipakai oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sedangkan para pemikir memakai lima model ra'yu yang jelek sebagaimana tersebut sebelumnya. Maka yang dikatakan pemikir atau ahlur ra'yu adalah mereka yang memahami agama dengan lima model ra'yu yang bathil.


Referensi: eramuslim

18 April 2006

Today Hadist

Tema Hadist: Silaturrahim



Rasulullah saw. bersabda, rahim (tali persaudaraan) itu digantungkan pada 'arsy, ia berkata: barangsiapa yang menyambungku (berbuat baik kepada kerabat), maka Allah akan menyambungya dan barangsiapa yang memutuskan akau, maka Allah pun akan memutuskannya (HR. Bukhari-Muslim. H #1482)

Rasulullah saw. bersabda: Hindarilah oleh kamu sekalian ber-su'udzan karena su'udzan adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kamu sekalian saling memata-matai yang lain, janganlah saling mencari-cari aib yang lain, janganlah kamu saling bersaing (kemegahan dunia), janganlah kamu saling mendengki dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling bermusuhan tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Bukhari-Muslim, H. #1487)

thx to: adinda kembarajalanan_loneranger

14 April 2006

Orientasi Medan (ORMED)

Pengetahuan Medan Dan Pengenalan Peta Kompas


Pengetahuan medan dan peta kompas diberikan sebagai penunjang dalam melaksanakan kegiatan di alam bebas. Pengetahuan ini mutlak diketahui oleh search rescue unit.

Dalam tulisan ini penyajiannya diberikan dalam 4 bagian, yaitu :

  1. 4-6 angka grid pada peta dan simbol peta.
  2. Pengetahuan bentuk dan nama kenampakan alam dan hubungannya dalam gambar di peta.
  3. Bagaimana meletakan peta yang sesuai, mengambil bearing dengan sudut deviasinya, menentukan posisi dengan cross bearing.
  4. Merencanakan rute; menentukan jarak dan waktu tempuh melalui peta.

1. Menentukan Posisi dan Simbol di Peta

1.1. Menentukan Posisi

Penunjukan posisi pada peta dengan 4-6 angka; lokasi dapat ditunjukkan dengan koordinat geografi, misalnya lintang selatan dan bujur timur. Ia dapat ditunjukkan dengan memakai grid.

1.2 Simbol peta

Peta merupakan penggambaran alam secara simbolik. Karena itu, sebelum menggunakan peta kita harus memahami simbol peta yang terletak di legenda. Peta yang dipergunakan para pendaki umumnya adalah peta Topografi dengan simbol sebagai berikut (halaman sebelah).

Biasanya peta topografi yang ada sekarang dibuat beberapa puluh tahun yang lalu, sehingga ada kemungkinan perubahan penunjuk arah sebagai akibat pergeseran magnet bumi. Untuk itu harus dilakukan perhitungan deviasi pada peta .

Antara Utara sebenarnya dan Utara Magnetik disebut deklinasi magnetik bumi, yang besarnya berubah setiap saat. Untuk daerah tropik perubahan tersebut sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Tetapi untuk peta daerah sub tropik sampai daerah kutub, perhitungan deviasi peta dijelaskan lebih lanjut dalam menentukan posisi.

2. Pengetahuan bentuk dan nama kenampakan alam dan hubungannya dengan peta.

2.1 Ketinggian

Untuk menggambarkan ketinggian, terdapat dua cara pada peta:

1.Garis kontur
2.Titik ketinggian

gambar 2. garis kontur dan titik ketinggian

2.2. Kontur

Merupakan garis khayal dengan ketinggian yang sama. Untuk membayangkan kita harus dapat membayangkan bentuk 3 dimensi alam dari suatu kontur.

gambar 3. penggambaran kontur

2.3 Bentuk bentuk alam dan gambar dipeta

Lembah dan punggungan

gambar 4. lembah ,punggungan dan perbukitan yang memanjang

Jalan menuju puncak umumnya berada diatas punggung (lihat garis titik-titik) sedangkan disisinya terdapat lembah yang umumnya berisi sungai( lihat garis gelap). Perbukitan yang memanjang di Jawa Barat, umumnya disebut ‘pasir’ seperti misalnya: Pasir Pangrango, Pasir Oray, Pasir Datar,dll.

Plateau
Daerah dataran tinggi yang luas

gambar 5. plateau

Col
Daerah rendah antara dua buah ketinggian.

Saddle
Hampir sama dengan col, tetapi daerah rendahnya luas dan ketinggian yang mengapit tidak terlalu tinggi.

gambar 6. saddle dan pass

Pass
Celah memenjang yang membelah suatu daerah ketinggian.

3. Menentukan posisi dan cross bearing.

3.1 Hitung deviasi pada peta:

A=B+(CxD)

A: Deklinasi magnetis pada saat tertentu.
B: Deklinasi pada tahun pembuatan peta.
C: Selisih tahun pembuatan.
D: Variasi magnetis.

Contoh:
Diketahui bahwa :
- Deklinasi magnetis tahun 1943 (pada saat peta dibuat) adalah: 0° 30'(=B).
- Variasi magnet pertahun: 2'(=D)

Pertanyaan:
Berapa deviasi bila pada peta tersebut digunakan pada tahun 1988?(=A)

Perhitungannya:
A = B + (CxD)
= 0° 30' + {(88-43)x 2'}
= 0° 30' + 90'
=120'
=2º0'

3.2. Mengukur sudut

a. Mengukur dari peta :
Sudut peta - deviasi (jika deviasi keTimur)= sudut kompas.
Sudut peta + deviasi (jika deviasi ke Barat)=sudut kompas.

b. Mengukur dari kompas :
Deviasi Timur: sudut kompas + deviasi = sudut peta.
Deviasi Barat sudut kompas - sudut = sudut peta.

3.3. Setelah mengukur utara kompas, sesuaikan garis bujur dengan utara kompas kurang lebih deviasi.

3.4. Membuat cross bearing

1. Hitung sudut dari dua kenampakan alam atau lebih yang dapat kita kenali di alam dan di peta.
2. Buat garis sudut dengan menghitung deviasi sehingga menjadi sudut peta pada kertas transparan
3. Letakkan di atas peta sesuai dengan kedudukannya.
4. Tumpuklah.

4.Merencanakan rute

1. Pilihlah jalur perjalanan yang mudah dengan memperhatikan sistim kontur.
2. Bayangkan kemiringan lereng dengan memperhatikan kerapatan kontur (makin rapat makin terjal).
3. Hitung jarak datar (perhatikan kemiringan lereng).
4. Hitung waktu tempuh dengan prinsip :
- jalan datar 1 jam untuk kemiringan lebih 4 km
- kemiringan 1 jam tiap kenaikkan 100 m.

Pembagian pengajaran di atas berdasarkan kebutuhan seseorang di alam bebas. Idealnya, dalam melakukan kegiatan di alam bebas seseorang itu dapat menentukan arah, tujuan yang akan dicapai. Dan untuk ini ia butuh mengkomunikasikan lokasi dengan pihak lain. Bisa saja ini dilakukan dengan misalnya : “Saya berada di sebelah pohon karet yang tingginya kira-kira lima kali badan saya”. Cara seperti ini tidak akurat dan juga tidak praktis, salah satu sarana yang dapat dipakai untuk ketepatan komunikasi adalah peta.

Pengetahuan tentang grid point ini, memberikan cara penyampaian yang paling mudah dan akurat. Dan cara penyampaian seperti ini mutlak perlu untuk melakukan Search and Rescue.

Perjalanan di alam bebas, tentu memerlukan juga petunjuk, sama seperti jika anda berada di kota dan mengamati tanda lalu lintas. Petunjuk ini bisa didapatkan pada peta topografi, foto udara, atau laporan perjalanan yang telah lalu. Untuk ini, ditekankan pada peta topografi, karena yang satu ini memberikan data yang paling akurat dan juga paling mungkin didapat.Foto udara bukan merupakan sesuatu yang umum di negara kita, jadi kurang tepat untuk panjang lebar membahas ini walau bagi para pelancong alam bebas di Eropa dan Amerika Utara, hal ini umum dan lebih tepat karena medan salju yang mereka miliki tidak dipetakan secara kontur.

Untuk pengenalan peta topografi, disajikan contohnya serta penekanan pada pemahaman akan simbol yang mewakili benda-benda asli di alam. Pemahaman ini akan dapat membuka kegunaan peta sebagai sumber informasi dan bahkan penentuan rute perjalanan.

Pemakaian peta pada kenyataannya tidak seperti pemakaian dalam ilmu medan yang sering diberikan oleh pelatih dari militer. Tidak setiap saat, dalam perjalanan dengan peta, kompas, dan altimeter (alat pengukur ketinggian), semua perlengkapan ini dikeluarkan dan dipakai. Lebih banyak seseorang itu melakukan pengamatan awal pada peta untuk memahami medan yang akan dihadapi.

Pemahaman akan bentuk wilayah yang akan dilalui, dapat membantu untuk menentukan lokasi serta tujuan anda. Contohnya, dari peta dapat dilihat bahwa di utara anda akan ada sungai besar yang melintang di perjalanan, di satu sisi ada desa, di sisi lain ada bukit. Jika di perjalanan nanti anda berada di tepi sungai, maka anda tahu arah untuk pulang, berarti ke selatan. Menuju desa berarti menyusuri satu sisi. Menuju bukit menyusuri sisi lainnya. Ini contoh sederhana sekali.

Kenyataan alam itu tidak sesederhana contoh diatas. Banyak sekali bentuk alam , dan bahkan lebih banyak yang tidak tergambar di peta skala 1:50.000 yang umumnya kita pakai. Untuk mendaki gunung beberapa kenampakan perlu dipahami di antaranya ; punggungan, lembah, sungai sadel, pass, dan col.

Tetapi ini tidak berarti bahwa kompas ,altimeter serta peta tidak perlu terpakai, dan cukup ditengok bila berangkat dan kemudian ditinggalkan. Pemakaian kompas lebih banyak untuk menentukan posisi awal kita, caranya adalah dengan cross bearing.

Pertama , dalam perjalanan tentu kita akan memasuki wilayah yang tergambar pada peta. Tepatnya ada titik dimana kita berada biasanya sulit ditentukan. Lebih mudah ditentukan bila kita berada di suatu desa dan nama desa itu ada pada peta. Tetapi jika bukan daerah pemukiman, maka pemakaian peta, altimeter, sangat berperan untuk menentukan posisi.

Perjalanan, terutama pendakian gunung lebih sering menggunakan altimeter. Setelah posisi kita sendiri diketahui dan perjalanan yang akan ditempuh telah ditentukan, maka untuk mengecek posisi saat terakhir adalah dengan mencocokkan ketinggian, mengurut jalan kita pada peta, dan melihat garis ketinggian atau ketinggian yang sama. Merencanakan rute sendiri bukan hanya dari peta topografi belaka, bisa juga kita menggunakan laporan yang telah/ pernah dibuat atau bahkan dari pengalaman sebelumnya. Perlu juga pemahaman ini melalui foto, tetapi ini lebih banyak digunakan untuk medan tebing batu atau gunung salju dan daerah yang belum dipetakan, atau belum secara detail (skala besar ), misalnya Irian Jaya.

Pengetahuan medan dan peta kompas ini memiliki keterbatasan hanya pada pengertian medan gunung, lebih terinci lagi pada gunung yang terdapat di daerah rawa, dan dataran tertutup hutan, seperti misalnya Amazon di Brazil. Untuk ini perlu lebih mendalam lagi dengan bacaan atau referensi lain, diskusi atau presentasi hasil perjalanan yang biasanya juga ada uraian tentang medannya.

Jika hanya sebatas gunung, pengetahuan yang disajikan ini dapat menjadi dasar bagi semua orientasi gunung. Variasi pada kenampakan alamnya bisa jauh berbeda pada medan salju, tapi kenampakan utamanya seperti saddle, col, pass, masih bisa terlihat. Sedangkan untuk detailnya harus menambah pengetahuan dari tulisan geomorfologi glasial.

MENGGAMBAR PENAMPANG

Dalam banyak kasus, penggambaran penampang melintang (cross section) dari rute perjalanan mempunyai manfaat yang cukup besar, terutama untuk daerah yang belum pernah dikunjungi.

Penggambaran penampang melintang bertujuan untuk memperlihatkan bentuk topografi dalam tiap segmen. Segmen disini diartikan sebagai titik ketinggian dan jarak. Pada ketinggian berapa keadaan topografi berlereng landai, terjal sampai sangat terjal dan beberapa derajat kemiringan lereng tiap segmen adalah salah satu contoh yang bisa diketahui dari penampang melintang. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggambar penampang adalah:

1. Skala Peta
Semakin kecil skala peta yang digunakan (angka penyebut skala besar ), detil relif yang ditampilkan semakin kurang dalam artian banyak kenampakan yang telah mengalami generalisasi.

2. Skala Vertikal (ketinggian) dan horizontal (jarak sebenarnya) Harus benar-benar proporsional guna mendapatkan penampang yang ideal.

3. Tidak boleh mengabaikan setiap detail medan, seperti adanya lembah,sungai, sadel, puncak bukit/gunung.

Metode penggambaran:

1. Tarik garis transis yang dikehendaki diatas peta, bisa berupa garis lurus maupun mengikuti rute perjalanan
2. Beri tanda (huruf atau angka) pada titik awal dan akhir
3. Buat grafik pada milimeter blok.untuk sumbu x dipakai sekala horizontal dan sumbu y sekala vertikal.
4. Ukur pada peta jarak sebenarnya (jarak pada peta x angka penyebut skala peta) dan ketinggian (beda tinggi) pada jarak yang diukur tadi.
5. Pindahkan setiap angka beda tinggi dan jarak sebenarnya tadi sebanyak-banyaknya pada grafik.
6. Hubungkan setiap titik pada grafik (lihat gambar)

gambar 7. menggambar penampang


sumber: Rimba Kalimantan

08 April 2006

Mewaspadai Bid'ah

Mewaspadai Bid'ah


Banyak praktek-praktek di sekitar kita yang seolah bernuansa ibadah dan terasa relijius namun ternyata bukan bagian dari ajaran Islam. Perkara baru yang diada-adakan dalam agama, dan diyakini menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah inilah yang disebut bid'ah. Nah, hati-hati dengan bid'ah. Mengapa? Coba perhatikan hadits-hadits yang sangat jelas ini:

"Barangsiapa memunculkan di dalam agama kami ini sesuatu yang bukan berasal darinya maka dia tertolak."
(Muttafaq 'Alaih, dari 'Aisyah)

"Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka dia tertolak." (HR Mus-Urn)

Kalau cuma tertolak sih paling resikonya capek dan boros sia-sia. Tetapi ternyata makna 'raddun' (tertolak) di sini adalah, ditolak amalnya dan dapat dosa. Wah, berabe dong. Tentu saja, karena syarat untuk diterima dan mendapat pahala dari amal ibadah ada dua, kalau tidak dipenuhi berarti dapat sebaliknya: ditolak dan dosa. Dua syarat itu adalah:

1. Ikhlash
2. Ittiba' (mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam)

"Setiap bid'ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan adalah kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan sarana yang sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid'ah lain yang lebih parah." (Hasan Al Banna, Ushulul 'Isyrin, Prinsip ke 11)

Kata bid'ah harus ditinjau dari dua makna, yakni etimologis dan syar'i.

Secara etimologis, tentu saja lebih luas. Ia mencakup segala macam hal baru. Termasuk, apa yang disebut oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai, "Perbuatan yang seharusnya dilakukan pada zaman Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan tidak ada larangan dari beliau untuk melakukannya di zaman itu, tetapi baru dilakukan pada zaman sepeninggal beliau.." Dan hal ini, tidak termasuk cakupan bid'ah dalam pengertian syar'i. Apa misalnya? Penghimpunan mushhaf Al Quran. Ada juga hal lain yang pernah dilakukan di zaman Nabi, tetapi karena beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam khawatir hal itu akan dianggap wajib, maka beliau tinggalkan. Lalu, di masa 'Umar Radhiyallahu Anhu hal itu dihidupkan lagi. Apa itu? Shalat tarawih berjama'ah. Ini tidak termasuk bid'ah yang dilarang syari'at. Ketika 'Umar berkata, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", tentu maksudnya bid'ah secara etimologis.

Nah, apa saja macam-macam bid'ah yang dilarang syari'at?

Bid'ah Haqiqiyah

Ini adalah bid'ah sebid'ah-bid'ahnya. Semua 'ulama sepakat atas kesesatan bid'ah ini. Yakni, segala hal baru dalam agama yang bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah yang bisa saja berupa i'tiqad (keyakinan dalam hati), atau pensyari'atan ucapan dan tindakan ibadah. Saya kira sudah jelas ya?

Selanjutnya, ada beberapa hal yang masih diperselisihkan 'ulama. Hal ini masuk dalam kategori bid'ah idhafiyah, tarkiyah, dan iitizamiyah. Mengapa diperselisihkan? Karena susah diurai akibat bercampurnya hal-hal yang sunnah dengan 'inovasi-inovasi' yang datang kemudian. Bagaimanapun, alangkah nikmatnya berpedoman pada kata-kata shahabat agung berikut ini.

"Bermcam-macam dengan sunnah adalah jauh lebih baik daripada berpayah-payah dengan bid'ah." ('Abdullah ibn Mas'ud, Radhiyallahu 'Anhu
Gampang kan menyikapinya? Tetapi, harusnya kita tahu, seperti apa sih bid'ah-bid'ah itu. Nah, ini dia.

Bid'ah Idhafiyah

Bid'ah idhafiyah adalah segala sesuatu yang akarnya disyari'atkan namun sifatnya tidak. Hal ini, kata Imam Asy Syathibi dalam Al I'tisham-nya, memiliki dua sisi yang salah satunya berkaitan dengan dalil, sementara sisi yang lainnya tidak memiliki kaitan kecuali dengan sesuatu yang menyerupai bid'ah hakiki. Jadi pada sisi asalnya ia memiliki landasan, tetapi dari sisi kaifiyah (tatacara)nya, hal ihwalnya, atau perincian-perinciannya secara detail, tidak didasarkan atas dalil. Padahal, tambah beliau, tuntunan diperlukan di sini karena ia terjadi dalam bidang ritual ibadah, bukan kebiasaan semata. (Al I'tisham 1/286).

Contohnya antara lain:
  1. Dilihat dari waktu dan caranya, seperti shalat Raghaib, dan shalat malam Nishfu Sya'ban. Asal shalat itu memang disyari'atkan: "Shalat merupakan sebaik-baik yang diadakan." (HR Ath Thabrani dalam Al Ausath, Majma'uz Zawaaid [1/249]. Salah seorang rawinya bernama Abdul Mun'im ibn Basyir. Jumhur ahli hadits menilainya lemah. Tetapi Syaikh Al Albani menilai hadits ini Hasan dalam Shahih Al Jami' [3/256], hadits no 3746). Jadi asalnya disyari'atkan. Tetapi tambahannya yakni pengaitan dengan waktu khusus dan tatacara tertentu, kita sebut sebagai bid'ah.
  2. Karena keluar dari sifat syar'i-nya seperti talhin (melagukan adzan). Adzan itu disyari'atkan, akan tetapi karena adanya penyimpangan pengucapankata-kata dari keaslian Bahasa Arab dan tatacaranya yang syar'i sekedar untuk mengejar keindahannya, maka ia menjadi bid'ah yang buruk.
  3. Penerapan yang tidak pada tempatnya. Misalnya mengeraskan dzikr, dan membaca Al Quran di dekat jenazah. Dzikr itu disyari'atkan, tetapi mengeraskannya dan menjama'ahkannya menjadi bid'ah. Membaca Al Quran itu disyari'atkan tetapi menerapkannya untuk jenazah adalah bid'ah. Inilah idhafiyah.
Bid'ah Tarkiyah

Yakni meninggalkan hal yang sebenarnya diperkenankan syari'at dengan maksud keagamaan. Misalnya, tidak mengkonsumsi makanan yang baik padahal ada demi kekhusyukan, memakai pakaian yang terlalu memprihatinkan padahal dikaruniai nikmat Al-lah lebih. Meninggalkan tidur dan istirahat untuk shalat malam terus menerus, meninggalkan menikah agar tidak tersibukkan keluarga dalam konsentrasi ibadah, dan seterusnya. Hal ini terlarang berdasar nash Al Quran maupun Sunnah.

"Hai orang'Orang yang beriman janganlah kalian haramkan hal-hal baik yang telah Allah halalkan bagi kalian, dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas." (Al Maidah 87)

Di masa Rasulullah, ada shahabat yang sangat bersemangat. Ada yang ingin puasa terus. Ada yang ingin shalat malam terus tanpa tidur. Ada yang ingin khusyu' beribadah hingga merasa tak perlu menikah. Maka apa tanggapan beliau? "Mengapa ada suatu kaum yang salah dari mereka seorang berkata begini dan begitu. Padahal aku ini berpuasa tapijuga berbuka, tidur dan juga bangun malam, serta menikah dengan wanita. Barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, ia bukan termasuk golonganku." (HR Al Bukhari [7/1], Muslim [2/102])

Bid'ah Iltizam

Yakni berkomitmen pada ibadah-ibadah muthlaqah yang sebenarnya tidak ditentukan akan tetapi berupaya memberi ketentuan tentang waktu, tempat, bilangan, dan ucapan yang tidak didasari syari'at lalu berkomitmen untuk selalu mengamalkannya menurut ketentuan itu. Misalnya pada dzikr, istighfar, shalawat Nabi, dan sebagainya. Pesan terakhir, hati-hatilah dengan bid'ah. Sekecil apapun. Ya, sekecil apapun. Karena bid'ah kecil, kata Syaikh 'Abdullah ibn Qasim Al Wasyli dalam An Nahjul Mubin, bisa menjadi bid'ah besar jika:
  1. Dilakukan terus-menerus.
  2. Mengajak orang lain untuk melakukannya.
  3. Tidak dilakukan di tempat-tempat perkumpulan or-ang, tempat-tempat di mana sunnah disyi'arkan, karena hal ini sama dengan ajakan untuk melakukannya.
  4. Tidak menganggapnya remeh, karena menyepelekan dosa lebih besar dosanya daripada doa itu sendiri.
Subhanallah, kata-kata Ibnu Mas'ud berikut ini sangat pas: "Beringan-ringan dengan sunnah adalah jauh lebih baik daripada berpayah-payah dengan bid'ah."


sumber: Gue Never Die, Salim A. Hukm Fillah

06 April 2006

Personal excellent

Personal Excellent
by: Reza M. Syarief
taken from: Life Excellent Book



Para insan sejati, pembahasan kita sekarang adalah personal excellent, yang merupakan salah satu bagian dari life excellent. Personal excellent, kami terjemahkan dalam bahasa yang sederhana, adalah bagaimana kita menjadi pribadi yang unggul. Ketika saya bicara tentang personal excellent atau menjadi pribadi yang unggul, mungkin Anda membayangkan berbagai macam cara pandang yang berbeda satu sama lain. Saya ambil contoh dari budaya Cina. Ketika kita bicara tentang pribadi yang unggul atau personal excellent, maka paling tidak ada tiga syarat yang dibutuhkan untuk menjadi pribadi unggul menurut masyarakat Cina pada waktu itu. Pertama, apa yang disebut dengan istilah Shio. Shio itu adalah suatu umur yang panjang. Kedua adalah Hok, harta yang banyak. Ketiga adalah Lok, kekuasaan yang tinggi. Jadi, kalau Anda tinggal di negeri Cina lalu Anda memiliki tiga hal tadi (Shio, Hok dan Lok: umur yang panjang, harta yang banyak, dan kekuasaan yang tinggi), maka Anda sudah bisa dipastikan menjadi seorang pribadi yang unggul, pribadi yang hebat, pribadi yang luar biasa.

Lain di Cina, lain di Amerika. Bangsa Amerika mengenal suatu persyaratan untuk menjadi seorang pribadi yang unggul atau personal excellent. Yaitu, apa yang disebut dengan istilah 3P. Anda tahu 3P? P yang pertama adalah Power. Anda membutuhkan power, Anda membutuhkan suatu kekuatan untuk bisa menjadi seorang pribadi yang unggul. Kemudian yang kedua, Position. Anda mempunyai suatu posisi yang bagus; apakah Anda seorang presiden direktur, apakah Anda seorang manajer atau bahkan Anda seorang CEO (Chief Executive Officer) dalam sebuah perusahaan. Kemudian P yang ketiga adalah Property. Anda mempunyai kemampuan finansial yang memadai, apakah dalam bentuk investasi, ataupun non investasi. Itu personal excellent versi Amerika. Bahwa kalau Anda ingin menjadi pribadi yang unggul harus mempunyai 3P : Power, Position and Property.

Di Indonesia lain lagi. Kita lihat di Indonesia ada satu ungkapan 3TA, ada harTA, tahTA, dan waniTA. Ketika Anda memiliki harta yang banyak, memiliki tahta dalam artian kedudukan yang tinggi, dan mempunyai wanita, maka Anda sudah menjadi seorang pribadi yang unggul.

Para insan sejati, kalaupun tadi kita mendengarkan berbagai macam konsep, cara pandang, berbagai macam negara terhadap masalah pribadi yang unggul, tentu saja kita akan merujuk kepada salah satu referensi kita, referensi yang utama, referensi yang tidak pernah kehabisan inspirasi, itulah Al-Qur'an. Pada kesempatan yang baik ini saya akan mengangkat 3 ayat dalam Al-Qur' an yang diterangkan oleh Allah dalam ayat yang berbeda tetapi mempunyai satu sudut persamaan. Yang pertama Anda bisa lihat di dalam Al-Qur'an surah at-Tiin ayat 4, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dengan penampilan terbaik" Kemudian yang kedua Anda bisa buka di dalam Qur'an surah Fushshilat ayat 33, "Siapa yang paling baik perkataannya dari seorang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim)." Dan yang ketiga Anda bisa simak di dalam surah al-Mulk ayat 2, "(Dialah Allah) yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. Dia Maha Pengampun lagi Maha Perkasa."

Para insan sejati, mari kita bahas lebih mendalam ketiga ayat ini. Kita lihat yang pertama dalam surah at-Tiin ayat 4 dimana Allah mengatakan di sini, "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya." Di dalam bahasa Arab kita mengenal ada ungkapan yang disebut dengan istilah isim tafdil, satu kata benda yang berfungsi untuk membuat tingkatan-tingkatan, seperti layaknya dalam bahasa Inggris kita mengenal ada istilah degrees of comparison.

Di dalam bahasa Inggris kita mengenal ada 3 level dalam kualitas. Yang pertama ada yang disebut dengan level positif, kemudian komparatif, dan yang ketiga adalah superlatif. Saya arnbil contoh misalnya, good. Good itu adalah tingkatan positif. Kemudian ada better. Ini tingkatan komparatif. Lalu ada the best, ini tingkatan superlatif. Tapi, di dalam bahasa Arab kita mengenal hanya ada dua level atau dua tingkatan. Baik dan terbaik. Baik dalam bahasa Arab disebut hasan sedangkan terbaik disebut ahsan. Dan uniknya para insan sejati, di dalam ayat ini Allah tidak menggunakan istilah hasan tetapi Allah menggunakan istilah ahsan dan itu artinya adalah the best. Bukan sekadar baik tetapi the best, sehingga apa yang bisa kita pahami dari surah at-Tiin ayat 4 ini adalah Allah menciptakan manusia, menciptakan saya, menciptakan Anda, dan menciptakan kita semua dengan bentuk yang paling baik, bukan sekadar bentuk yang baik tapi bentuk yang terbaik. Ini yang saya sebut sebagai profile excellent. Yang intinya memiliki profil yang terbaik.

Para insan sejati, kenapa kita harus berpenampilan terbaik? Ya, karena kita diciptakan oleh Tuhan dengan bentuk yang terbaik. Tidak ada di dunia ini yang diciptakan oleh Tuhan tidak dengan bentuk terbaik. Anda, saya, dan kita semua diciptakan oleh Tuhan dengan bentuk yang terbaik. Sebagai wujud rasa syukur kita kepada bentuk yang terbaik ini yang diberikan oleh Tuhan, maka kita perlu melakukan apa yang disebut dengan the best appearance, penampilan yang terbaik.

Para insan sejati, kenapa Anda harus berpenampilan terbaik? Memang penampilan bukan yang utama, tetapi dia menjadi hal pertama di dalam satu pergaulan pada kesan awal. Orang mungkin belum bisa menebak apa isi pikiran dan isi hati Anda. Kalau saya baru berkenalan dengan Anda, saya tidak pernah tahu apa yang ada dalam pikiran dan perasaan Anda. Apakah Anda merasa positif terhadap saya, apakah Anda merasa negatif, apakah Anda merasa benci dengan saya, apakah Anda merasa suka dengan saya, saya tidak bisa menebak pikiran dan perasaan Anda. Tapi yang jelas, yang saya bisa nilai adalah penampilan Anda.

Nah, di sini menjadi satu hal yang sangat penting bagaimana kita membuat satu penampilan pertama yang positif sehingga orang mempunyai kesan yang baik kepada kita. Apa yang sering diungkap dalam pelatihan kepribadian yang disebut dengan istilah how to give the first positive impresion 'bagaimana kita bisa memberikan kesan pertama yang positif kepada orang yang menjadi lawan bicara kita. Ketika Anda sudah memberikan kesan pertama yang positif, maka selanjutnya terserah orang bagaimana menilai Anda. Itu yang saya maksud dengan personal excellent. Lantas bagaimana kita mampu memiliki the best appearance 'penampilan yang terbaik'.

Para insan sejati, kalau kita bicara penampilan, tentu saja bukan sekadar wajah kita. Ada beberapa komponen-komponen yang harus kita perbaiki dan kita tingkatkan. Yang pertama posisi tubuh Anda. Posisi tubuh seseorang menggambarkan perasaan dan sikapnya. Saya ambil satu contoh, ketika Anda sedang berdiri kemudian Anda menundukkan kepala Anda ke bawah lalu Anda merendahkan bahu, maka seolah-olah timbul kesan bahwa Anda adalah seorang yang sedang pesimis, Anda sedang punya masalah, Anda negative thinking. Tapi ketika Anda melakukan dengan cara yang sebaliknya, Anda mengangkat bahu kemudian mengangkat kepala ke atas, maka itu akan mengubah kesan. Anda sudah berubah menjadi orang yang optimis pada hari itu. Jadi, itu yang pertama, kalau kita bicara penampilan, maka kita bicara tentang posisi tubuh Anda, posisi tubuh kita.

Kemudian komponen yang kedua, kalau kita berbicara penampilan yang terbaik, kita bicara tentang bagaimana ekspresi wajah Anda. Bagaimana mungkin Anda bisa memberikan suatu kekuatan (Power) terhadap lawan bicara untuk menggambarkan perasaan sedih kalau Anda tidak bisa meneteskan airmata. Ketika Anda menggambarkan perasaan sedih, perasaan kecewa, maka Anda menunjukkannya lewat ekspresi wajah Anda yang kecewa dan sedih. Bahkan, Anda meneteskan airmata di hadapan lawan bicara Anda sebagai bentuk refleksi dan spontanitas Anda yang sesungguhnya. Hal ini akan memberikan suatu kekuatan yang sangat luar biasa kepada orang yang mendengarkan pembicaraan Anda. Begitupula sebaliknya, ketika Anda ingin menyampaikan suatu pesan kebahagiaan, pesan kebanggaan, atau pesan kegembiraan, maka bukan hanya sekadar menampilkan ekspresi wajah yang penuh dengan senyuman namun juga menunjukkan kegembiraan di seluruh tubuh. Sehingga pesan Anda bisa diterima dengan baik oleh lawan bicara Anda.

Itu komponen yang kedua, kemudian komponen yang ketiga adalah cara kita berpakaian. Pakaian menggambarkan jiwa kita, pakaian menggambarkan keadaan perasaan kita. Bahkan, ada di salah satu buku yang berjudul The Power of Colour, ternyata pakaian juga bisa menggambarkan ungkapan psikologis dan karakter seseorang. Ketika Anda menggunakan pakaian berwarna hitam dominan (atas bawah hitam), itu menggambarkan suatu kharisma/wibawa. Artinya Anda memancarkan sebuah kekuatan dan sebaliknya Anda menyerap kekuatan dari orang lain. Jika Anda menggunakan warna putih, maka itu menggambarkan suatu perasaan kesucian atau kebersihan jiwa Anda walaupun tidak pernah disebutkan dalam kata-kata, tetapi pakaian Anda menggambarkan hal itu. Ketika Anda memakai warna biru misalnya, maka itu menggambarkan sebuah kedalaman diantaranya menggambarkan wawasan Anda yang begitu kuat dan dalam.

Itu yang pertama, personal excellent, bagaimana kita dituntut untuk memiliki suatu penampilan yang terbaik. Tetapi, hidup tidak bisa hanya sekadar penampilan. Penampilan bisa kita buat, bisa kita rekayasa, bisa kita siasati. Kita tidak berhenti sampai pada penampilan. Kita masuk pada tahap kedua yang disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an surah Fushshilat ayat 33, "Waman ahsanu qaulan", yang kedua adalah ahsanu qaulan. Kalau tadi ahsanu taqwiin 'penampilan terbaik', maka yang kedua di sini adalah ahsanu qaulan 'kata-kata yang terbaik'. Tidak sekadar penampilan, tapi yang kedua adalah perkataan yang terbaik. Umumnya perkataan terbaik ini menggambarkan atau merepresentasikan karakter seseorang. Seorang yang good character itu artinya adalah good statement, seorang yang good character 'karakternya baik' maka dia akan mengeluarkan kata-kata yang baik. Hal itu seperti yang dikatakan nabi kita Muhammad saw., "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau lebih baik diam." Hanya ada dua alternatif para insan sejati, Anda akan berbicara yang baik atau Anda diam sama sekali.

Jadi yang kedua, seseorang yang memiliki personal excellent adalah seorang yang memiliki attitude yang terbaik, the best attitude. Tidak hanya sekadar penampilan yang terbaik, memang penampilan yang pertama, tetapi dilanjutkan yang kedua, the best attitude 'sikap yang terbaik'. Para insan sejati, kalau kita bicara sikap, tentu berkaitan dengan masalah akhlak. Namun, pembahasan mengenai akhlak merupakan pembahasan yang luas. Pada pembahasan ini paling tidak ada dua hal yang sangat penting yang bisa saya angkat dalam personal excellent kali ini. Dua hal yang perlu kita bekali dalam diri kita sehingga kita bisa memiliki the best attitude. Tapi sebelum sampai di sana, saya akan mengajukan pertanyaan pada Anda.

Pertanyaan pertama. Coba Anda pikirkan siapa teman-teman yang ada di sekeliling Anda! Sebutkan 5 sampai 10 orang teman-teman terbaik Anda yang ada di sekeliling Anda, yang selalu mendominasi pergaulan Anda. Oke Anda bisa tuliskan. Lewat apa yang anda sampaikan, saya bisa memberikan suatu gambaran seberapa kualitas sikap Anda. Sebutkan siapa teman-teman Anda, saya akan tebak siapa diri Anda karena Anda adalah gambaran tentang teman-teman di sekitar Anda. Ketika Anda memilih teman-teman yang positif, maka itu menggambarkan bahwa Anda memiliki karakter yang positif. Ketika Anda pilih teman-teman yang negatif, maka itu menggambarkan karakter Anda yang negatif.

Pertanyaan saya yang kedua adalah coba Anda tuliskan 10 buku yang menurut Anda yang sangat berkesan dalam kehidupan Anda! Silakan Anda tulis. Sekarang Anda sampaikan ke 5 atau 10 buku tadi kepada saya. Saya tidak dapat melihat jawaban Anda, tapi yang jelas ketika Anda menggambarkan buku demi buku yang Anda tulis tadi, saya akan tebak siapa diri Anda. Sebutkan buku-buku yang pernah Anda baca, saya akan tebak siapa diri Anda karena buku yang kita baca menggambarkan karakter kita.

Jadi, kita kembali pada yang kedua, para insan sejati, personal excellent yang kedua adalah the best attitude. Seorang pribadi yang unggul harus memiliki suatu sikap yang terbaik dan sikap yang terbaik ini memiliki sifat-sifat positif. Di antaranya yang bisa kita angkat sekarang adalah yang pertama apa yang saya sebut dengan positive thinking, berpikir positif. Kelihatan sederhana diucapkan, sederhana dalam kalimat, tapi tidak mudah untuk dilakukan.

Apa yang saya pahami dengan positive thinking adalah bagaimana kita memandang setiap peristiwa dalam kehidupan ini secara sudut pandang yang tepat. Kalau mungkin ada di antara Anda yang mempunyai profesi sebagai seorang juru foto, ketika Anda ingin memilih sebuah objek, walaupun objek itu bagus (objek itu seorang pria yang tampan atau seorang wanita yang cantik), belum tentu akan menghasilkan kualitas foto yang baik. Karena di sini yang menjadi kekuatan adalah angle. Anda harus berangkat dari sudut pandang yang tepat. Ketika Anda mengambil angle yang tidak tepat, maka objek pun akan menjadi jelek. Begitu pula dalam kehidupan, para insan sejati. Ketika Anda memandang episode demi episode dalam kehidupan ini dengan sudut pandang yang salah, sudut pandang yang negatif, maka Anda mendapatkan sikap yang negatif.

Di sinilah pentingnya kita memandang setiap peristiwa yang ada di sekeliling kita, baik itu yang positif maupun yang negatif, selalu dengan sudut pandang yang tepat. Itulah yang dikatakan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 191, "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." Seorang the best attitude adalah seorang yang selalu bisa mengatakan, "Ya Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan semua yang di muka bumi ini dengan sia-sia. Semuanya mengandung manfaat walaupun itu termasuk musibah sekalipun."

Itu sikap terbaik pertama dari the best attitude yang harus Anda miliki, yaitu positive thinking. Yang kedua adalah proaktif, lawannya adalah reaktif. Pada umumnya ketika Anda dihadapkan pada suatu musibah, bukan secara otomatis Anda dengan begitu emosional menghadapi musibah itu. Tapi, seorang yang berpikir secara proaktif, ketika dia mendapatkan suatu musibah, dia tidak langsung memberikan suatu respon secara emosional. Dia menggunakan hati nurani, cara berpikirnya, dan kedewasaan sikapnya di dalam menghadapi berbagai persoalan.

Jadi, proaktivitas adalah bagaimana kita selalu menghadapi segala macam stimulasi atau rangsangan baik itu yang negatif maupun yang positif, dengan respon yang positif. Itu orang yang proaktif. Dia memiliki kepekaan yang sangat mendalam terhadap situasi yang ada di sekelilingnya. Dia tidak menjadi orang-orang yang apatis atau skeptis. Dia menjadi orang yang selalu perhatian terhadap Lingkungan di sekitarnya walaupun itu perubahan yang kecil. Semua change selalu menarik perhatiannya. Kemudian yang kedua, dia selalu berinisiatif untuk melakukan perubahan terhadap hal-hal yang tidak cocok di dalam kehidupannya.

Perbedaaan yang sangat mendasar antara orang yang proaktif dan tidak adalah satukata, yakni Take Action 'mengambil satu sikap/keputusan’. Kata keputusan adalah kata yang selalu akrab dengan telinga kita, tapi tidak mudah orang untuk mengambil sebuah keputusan. Karena setiap keputusan menuntut sebuah resiko. Apakah Anda siap dengan resiko itu? Kembali jawabannya berpulang pada Anda. Persoalannya bukan pada pengambilan keputusan, tapi apakah sudah siap dengan konsekuensi atau resiko yang akan ditimbulkan akibat keputusan yang Anda ambil.

Ini yang kedua yang saya maksud dengan personal excellent, bagaimana kita memiliki the best attitude. Sikap yang terbaik ditandai dengan dua sifat. Yang pertama adalah positive thinking. Lihatlah episode demi episode dalam kehidupan dengan sudut pandang yang tajam sehingga gambarnya jelas. Kemudian yang kedua dengan sifat proaktif. Anda perlu melatih kepekaan terhadap lingkungan di sekeliling kita. Dimulai dari hal yang paling kecil, misalnya ketika Anda bertemu dengan istri Anda, kemudian Anda melihat dia menggunakan pakaian baru yang tidak seperti yang Anda lihat selama ini, maka Anda bisa memberikan apresiasi kepada istri Anda, "Wow luar biasa, hari ini saya mempunyai istri yang penampilannya terbaik." Ketika Anda melihat anak Anda, mungkin yang terdahulu dia mendapatkan nilai yang tidak begitu bagus, hari ini dia mendapatkan nilai yang cukup bagus, maka Anda perlu memberikan apresiasi kepada dia. Itu satu bentuk kepedulian kepada hal-hal yang kecil.

Ketika Anda sebagai pimpinan melihat anak buah Anda berangkat lebih awal dari yang sebelumnya, mungkin biasanya dia datang jam 8.30 tiba-tiba dia datang jam 8.00, maka Anda memberikan apresiasi, "Wow luar biasa, pegawai saya sekarang datang lebih cepat dibandingkan sebelumnya." Itu sebuah apresiasi yang kita mulai dari hal-hal yang paling kecil. Kalau Anda sudah terbiasa dengan hal-hal yang kecil, maka akan terbiasa dengan hal-hal lebih yang besar. Itu yang disebut proaktif. At the first we make habit, at the last habit makes you. Awalnya kita membuat kebiasaan, akhirnya kebiasaan itulah yang membentuk kita.

Yang ketiga adalah di dalam Al-Qur'an surah al-Mulk ayat 2, "Allah yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya (ahsanu 'amala)." Di sini Tuhan tidak katakan aktsaru 'amala. Di sini yang ditekankan bukan pada kuantitas perbuatan Anda, tetapi yang ditekankan di sini adalah kualitas. The quality of action 'kualitas pekerjaan Anda' bukan the quantity of action 'kuantitas pekerjaan Anda'. Itu yang disebut dengan the best achievement. Maka syarat yang ketiga untuk menjadi seorang yang personal excellent, dia harus memiliki the best achievement 'prestasi yang terbaik', bukan sekadar prestasi yang baik tapi the best achievement.

Apa yang saya pahami the best achievement itu adalah ada dua hal. Pertama be outstanding person, jadilah kita orang-orang yang outstanding. Kalau dalam bahasa Inggris kita mengenal ada istilah average. Kita tidak ingin sekadar menjadi orang-orang yang average, orang yang rata-rata. Ketika Anda ingin menjadi seorang yang personal excellent, maka Anda harus melakukan suatu pekerjaan outstanding result. Bukan sekadar rata-rata tapi di atas rata-rata.

Ketika dosen menyarankan mahasiswanya agar mendapatkan IP 2,5, maka seorang dikatakan outstanding ketika dia mendapatkan angka 2,6 IP-nya. Ketika Anda menjadi seorang pegawai yang rajin, saat ditentukan oleh kantor jam kerja mulai pukul 8.00, tapi pukul 07.30 Anda sudah datang, maka Anda sudah menjadi outstanding. Di atas rata-rata.

Kemudian yang kedua be extra ordinary, jadilah orang yang di luar kebiasaan, sekaligus orang yang luar biasa. Kita dilahirkan di muka bumi ini bukan untuk menjadi orang yang biasa-biasa saja. Kenapa saya katakan demikian? Karena Anda saat lahir pun adalah seorang yang luar biasa. Anda berkompetisi dengan sekian banyak jutaan sel sperma dan Anda termasuk yang lolos. Di situ lahirlah kita sebagai seorang bayi. Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya me-reminding be extra ordinary, jadilah kita orang-orang yang extra ordinary 'luar biasa', bukan sekadar orang yang biasa-biasa saja.

Sebagai penutup pembahasan mengenal personal excellent ini, saya akan menyampaikan suatu kalimat yang mudah-mudahan menjadi satu asset buat Anda dan kehidupan dalam menghadapi berbagai macam problem. Kalimatnya adalah, "Your altitude does not depend on your aptitude, but depend on your attitude, so you can make magnitude" Artinya, ketinggian Anda atau harga diri Anda tidak ditentukan oleh bakat, posisi, jabatan, dan harta Anda, tapi terletak pada sikap Anda. Sehingga dengan sikap itu, Anda bisa membuat suatu magnitude, perubahan-perubahan yang bermakna dalam kehidupan.