20 September 2006

Antara Kopi dan Cangkir

Sekelompok alumni sebuah universitas mengadakan reuni di rumah salah seorang profesor favorit mereka yang dianggap paling bijak dan layak didengarkan. Satu jam pertama, seperti umumnya diskusi di acara reuni, diisi dengan menceritakan (baca: membanggakan) prestasi di tempat kerja masing-masing. Adu prestasi, adu posisi dan adu gengsi, tentunya pada akhirnya bermuara pada berapa $ (dollar) yang mereka punya dan kelola, mewarnai acara kangen-kangenan ini.

Jam kedua mulai muncul guratan dahi yang menampilkan keadaan sebenarnya. Hampir semua yang hadir sedang stres karena sebenarnya pekerjaan, prestasi, kondisi ekonomi, keluarga dan situasi hati mereka tak secerah apa yang mereka miliki dan duduki. Bahwa dolar mengalir deras, adalah sebuah fakta yang terlihat dengan jelas dari mobil yang mereka kendarai serta merek baju dan jam tangan yg mereka pakai. Namun di lain pihak, mereka sebenarnya sedang dirundung masalah berat, yakni kehilangan makna hidup. Di satu sisi mereka sukses meraih kekayaan, di sisi lain mereka miskin dalam menikmati hidup dan kehidupan itu sendiri. They have money but not life.

Short post here
Extended post here

Sang profesor mendengarkan celotehan mereka sambil menyiapkan seteko kopi hangat dan seperangkat cangkir. Ada yang terbuat dari kristal yang mahal, ada yang dari keramik asli Cina oleh-oleh salah seorang dari mereka, dan ada pula gelas dari plastik murahan untuk perlengkapan perkemahan sederhana. "Serve yourself," kata profesor, memecah kegerahan suasana. Semua mengambil cangkir dan kopi tanpa menyadari bahwa sang profesor sedang melakukan kajian akademik pengamatan perilaku, seperti layaknya seorang profesor yang senantiasa memiliki arti dan makna dalam setiap tindakannya.

"Jika engkau perhatikan, kalian semua mengambil cangkir yang paling mahal dan indah. Yang tertinggal hanya yang tampaknya kurang bagus dan murahan. Mengambil yang terbaik dan menyisakan yang kurang baik adalah sangat normal dan wajar. Namun, tahukah kalian bahwa inilah yang menyebabkan kalian stres dan tidak dapat menikmati hidup?" sang profesor memulai wejangannya.

"Now consider this: life is the coffee, and the jobs, money and position in society are the cups. They are just tools to hold and contain life, and do not change the quality of life. Sometimes, by concentrating only on the cup, we fail to enjoy the coffee provided," kali ini kalimatnya mulai menekan hati.

"So, don't let the cups drive you, enjoy the coffee instead," demikian ia berkata sambil mempersilakan mereka menikmati kopi bersama.

Sewaktu membaca e-mail yang dikirim rekan, saya ikut tertegun. Sesederhana itu rupanya. Profesor yang bijak selalu membuat yang sulit jadi mudah, sedangkan politikus selalu membuat yang mudah jadi sulit. Betapa banyak di antara kita yang salah menyiasati hidup ini dengan memutarbalikkan kopi dan cangkir. Tak jelas apa yang ingin kita nikmati, kopi yang enak atau cangkir yang cantik.

Ada tiga tipe pekerja (baca: profesional dan pengusaha) yang sering kita lihat dalam menyiasati kopi dan cangkir kehidupan ini.

Pertama, pekerja yang sibuk mengejar pekerjaan, jabatan yang akhirnya hanya bertumpu pada kepemilikan jumlah dan kualitas cangkir kehidupan. Paradigmanya sangat sederhana, semakin banyak cangkir yang dipunyai, semakin bercahaya. Semakin bagus cangkir yang dimiliki akan mengubah rasa kopi menjadi enak. Fokus hidup hanya untuk menghasilkan kuantitas dan kualitas cangkir. Ini yang menyebabkan terus terjadinya persaingan untuk menambah kepemilikan. Sukses diukur dengan seberapa banyak dan bagus apa yang dimiliki. Kala yang lain bisa membeli mobil mewah, ia pun terpacu mendapatkannya. Alhasil, tingkat stres menjadi sangat tinggi dan tak ada waktu untuk membenahi kopi. Semua upaya hanya untuk bagian luar, sedangkan bagian dalam semakin ketinggalan.

Kedua, pekerja yang menyadari bahwa kopinya ternyata pahit -- artinya hidup yang terasa hambar; penuh kepahitan, dengki dan dendam; serta tak ada damai dan kebahagiaan -- mencoba menutupnya dengan menyajikannya dalam cangkir yang lebih mahal lagi. Pikirannya juga sangat mudah, kopi yang tidak enak akan terkurangi rasa tidak enaknya dengan cangkir yang mahal. Rasa kurang dicintai rekan kerja, dikompensasi dengan mengadopsi anak asuh dan angkat. Tak merasa diperhatikan, dibungkus dengan memberikan perhatian pada korban gempa di Yogyakarta. Tak menghiraukan lingkungan, ditutup halus dengan program environmental development yang harus diresmikan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup. Tak memperhatikan orang lain dengan tulus, dibalut dengan program community development yang wah. Kalau tidak hati-hati, akan muncul pengusaha kaum Farisi yang munafik bagai kubur bersih, tapi di dalamnya sebenarnya tulang tengkorak yang jelek dan bau.

Ketiga, ada pula pekerja yang berkonsentrasi membenahi kopinya agar lebih enak, semakin enak dan menjadi sangat enak. Tipe ini tak terlalu pusing dengan penampilan cangkir. Pakaian yang mahal dan eksklusif tak mampu membuat borok jadi sembuh. Makanan yang mahal tak selalu membuat tubuh jadi sehat, malahan yang terjadi acap sebaliknya. Fokus pada kehidupan dan hidup menyebabkan ia dapat santai menghadapi hari-hari yang keras. Ia tak mau berkompromi dengan pekerjaan yang merusak martabat, sikap dan kebiasaan. Menyuap yang terus-menerus dilakukan hanya akan membuat dirinya tak mudah bersalah kala disuap. Fokus pada kopi yang enak, membuat ia tak mudah menyerah pada tuntutan pekerjaan, tekanan target penjualan yang mengontaminasi karakternya. Baginya, ini adalah kebodohan yang tak pernah dapat dipulihkan.

Profesor hidup lain lagi pernah berpetuah, "Take no thought for your life, what you shall eat or drink, nor your body what you shall put on. Is not the life more than meat and the body than raiment?" Kalau kita tidak sadar, kita bakal terjerembab: mengkhawatirkan cangkir padahal seharusnya kita fokus pada kopi. Enjoy your coffee, my friend!

Thx bro for this nice mail for me

Kepompong Ramadhan

Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali shaum. Maka sesungguhnya shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya (Hr. Bukhari Muslim).

Pernahkan Anda melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang, ulat bulu memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah Anda kalau masa hidup seekor ulat ini ternyata tidak lama. Pada saatnya nanti ia akan mengalami fase dimana ia harus masuk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia pun akan keluar dalam wujud lain : ia menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian, siapa yang tidak menyukai kupu-kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan mungkin mencari dan kemudian mengoleksinya bagi sebagai hobi (hiasan) ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.

Semua proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah. Menandakan betapa teramat mudahnya bagi Allah Azza wa Jalla, mengubah segala sesuatu dari hal yang menjijikkan, buruk, dan tidak disukai, menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya. Semua itu berjalan melalui suatu proses perubahan yang sudah diatur dan aturannya pun ditentukan oleh Allah, baik dalam bentuk aturan atau hukum alam (sunnatullah) maupun berdasarkan hukum yang disyariatkan kepada manusia yakin Al Qur'an dan Al Hadits.
Short post here
Extended post here

Jika proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam kehidupan manusia, maka saat dimana manusia dapat menjelma menjadi insan yang jauh lebih indah, momen yang paling tepat untuk terlahir kemabli adalah ketika memasuki Ramadhan. Bila kita masuk ke dalam 'kepompong' Ramadhan, lalu segala aktivitas kita cocok dengan ketentuan-ketentuan "metamorfosa" dari Allah, niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan yakni manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona.

Inti dari badah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar kita dapat menguasai hawa nafsu. Allah SWT berfirman, "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya." (QS. An Nazii'at [79] : 40 - 41).

Selama ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu. Kenapa? Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan lain yang ikut membina hawa nafsu kita ke arah yang tidak disukai Allah. Siapakah pelatih itu? Dialah syetan laknatullah, yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi memang itulah tugas syetan. apalagi seperti halnya hawa nafsu, syetan pun memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu yakni kedua-duanya sama-sama tak terlihat. "Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu karena syetan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala," demikian firman Allah dalam QS. Al Fathir [25] : 6).

Akan tetapi kita bersyukur karena pada bulan Ramadhan ini Allah mengikat erat syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa melatih diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karenanya kesempatan seperti ini tidak boleh kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum atau menahan diri dari hawa nafsu perut dan seksual saja akan tetapi juga semua anggota badan kita lainnya agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan, maka ketika syetan di lepas kembali, mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita pun sepenuhnya dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat. Hal lain yang paling utama harus kita jaga juga dalam bulan yang sarat dengan berkah ini adalah akhlak. Barang siapa membaguskan akhlaknya pada bulan Ramadhan, Allah akan menyelamatkan dia tatkala melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir, demikianlah sabda Rasulullah SAW.

Pada bulan Ramadhan ini, kita dianggap sebagai tamu Allah. Dan sebagai tuan rumah, Allah sangat mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamunya dengan baik. Akan tetapi sesungguhnya Allah hanya akan memperlakukan kita dengan baik jika kita tahu adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah satunya yakni dengan menjaga shaum kita sesempurna mungkin. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga belaka tetapi juga menjaga seluruh anggota tubuh kita ikut shaum.

Mari kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah, karena tidak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yang dijalani hidup kita, jangan sampai disia-siakan.

Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya sehingga setelah 'kepompong' Ramadhan ini kita masuki, kita kembali pada ke-fitri-an bagaikan bayi yang baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yang keluar menjadi seekor kupu-kupu yang teramat indah dan mempesona, amiin.

written by: Aa Gym


























Nah tuh ada undangan buat kaum wanita, ikuti dan dapatkan kajian yang menarik seputar Kespro (Kesehatan Reproduksi).

19 September 2006

Marhaban Yaa Ramadhan

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Marhaban ya Ramadhan,
Bulan dimana nafas kita menjadi tasbih, tidur kita menjadi ibadah, amal kita diterima dan do'a kita di ijabah,
Sungguh cantik kain plekat, dipakai orang pergi ke pekan.
Puasa Ramadhan semakin dekat, silap dan salah mohon dimaafkan
Berharap padi dalam lesung, yang ada cuma rumpun jerami,
harapan hati bertatap langsung, cuma terlayang e-mail ini.
Sebelum cahaya surga padam, Sebelum hidup berakhir,
Sebelum pintu tobat tertutup, Sebelum Ramadhan datang,
kami mohon maaf lahir dan bathin....
Taqqobalahu Minna Waminkum, Taqoballahu Ya Karim,
Marhaban Ya Ramadhan
Allaahumma baariklanaa fi Sya'ban wa ballighnaa Ramadhan
Ya Rabb, berkahi kami pada bulan Sya'ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan,
Aminn.

Wa'alaykumussalaam Warahmatullahi wabarakatuh

07 September 2006

Bahaya Menghasut

Dalam karyanya, Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus, Sa'id Hawwa menceritakan seseorang yang meminta 700 ketenangan dalam tujuh kalimat yang dapat ia amalkan sehari-hari kepada ulama.

''Wahai orang bijak, sesungguhnya saya datang untuk mendapatkan ilmu yang telah Allah berikan kepadamu. Beritahukan kepada saya tentang langit dan apa yang lebih berat darinya. Tentang bumi dan apa yang lebih luas darinya. Tentang batu karang dan apa yang lebih keras darinya. Tentang api dan apa yang lebih panas darinya. Tentang salju dan apa yang lebih dingin darinya. Tentang lautan dan apa yang lebih kaya darinya. Orang miskin papa dan apa yang lebih hina darinya.''

Orang bijak menjawab, ''Ketahuilah, sesungguhnya, berdusta atas orang tidak bersalah lebih berat dari segenap langit. Kebenaran lebih luas dari bumi. Hati yang menerima (lapang dada dan ikhlas) lebih kaya dari lautan. Ketamakan dan kedengkian lebih panas dari api. Kebutuhan akan kerabat bila tidak berhasil lebih dingin dari salju. Hati orang kafir lebih keras dari batu. Penghasut bila terbongkar perkaranya lebih hina dari orang miskin papa.''

Menghasut, mengadu domba, atau memprovokasi, dalam bahasa agama disebut namimah. ''Sesungguhnya, orang-orang yang suka menghasut tidak akan masuk surga.'' (HR. Bukhari-Muslim).

Hakikat namimah, kata Sa'id Hawwa ialah menyebarkan rahasia dan merusak tabir. Tidak seharusnya setiap keadaan yang tak disukai disampaikan ke orang lain, kecuali jika ditujukan untuk kemaslahatan kaum Muslim atau menolak kemaksiatan, seperti kesaksian di pengadilan.

Selain ancaman tidak masuk surga, penghasut dikecam sebagai manusia paling buruk perilakunya. ''Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang orang yang paling buruk perilakunya di antara kalian? Yaitu, orang yang berjalan di atas muka bumi seraya menghasut, yang merusak di antara orang-orang yang tadinya saling mencintai, dan hanya ingin membeberkan aib orang-orang yang tidak bersalah.'' (HR. Ahmad bin Hanbal).

Menghasut sangat berbahaya jika dilestarikan dalam kehidupan sosial. Pertama, munculnya benih saling mencurigai di antara sesama. Kedua, jatuhnya nama baik dan martabat seseorang. Ketiga, terciptanya kekacauan, ketakstabilan, dan ketidakharmonisan dalam hubungan sosial.

Rasulullah SAW mengecam orang-orang munafik di Madinah karena perilaku kotornya yang suka menghasut saat beliau berhijrah. Kebiasaan menghasut sepertinya sudah menjalar dan meluas di negeri kita saat ini. Konflik menjadi bukti nyata ciptaan para penghasut. Bila kita menginginkan konflik tidak bertambah, kebiasaan buruk itu harus ditinggalkan.

sumber: waspada


Cyber Love

Cinta Internet... Sebuah kekuatan tak bertuan. Ia selalu menghampiri sendi-sendi kehidupan manusia, bahkan mampu menyeret kesadaran seseorang menembus serat-serat ruang dan waktu. Keagungan cinta dunia maya bisa membuat seseorang melayang setinggi-tingginya, namun bisa membuat seseorang jatuh dari langit yang tinggi hingga berkeping-keping.

Itulah fenomena cinta remaja di dunia maya. Hampir separuh hidup mereka tergantung oleh elektronik dan sistem komunikasi yang menawan itu. Kesadaran mereka pun sering dikelabui oleh fantasi cinta yang diresponnya dari komunikasi chatting. Eksplorasi ungkapan tanpa batas membuat mereka buta terhadap lawan pecintanya. Kebohongan demi kebohongan seperti tak tertepis, melainkan mampu memanjai mereka untuk duduk berjam-jam menanti sebuah gelombang perasaan yang tidak bertanggung jawab.

Remaja memerlukan dukungan sosial untuk mampu menguasai perasaan, pikiran, dan kesadaran. Serta membimbing kecenderungan hati mereka terhadap fantasi dunia maya.

Buku ini memberikan jawaban bagi mereka yang membutuhkan solusi terhadap fenomena cinta dunia maya. Berbagai persoalan dan kebimbangan yang dialami para remaja yang terperangkap di dunia 'cinta semu', dijawab dengan bijak dan memberikan motivasi terhadap wawasan percintaan yang hakiki.

Layak dibaca bagi kita yang secara tak sadar telah terjebak ataupun yang masih mencoba "indahnya" berselancar di dunia maya :-)