25 September 2005

30 Hari Mencari Cinta



183. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ .184
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ .185


"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur." (Al-Baqarah:183-185)



Ramadhan adalah satu bulan penuh keutamaan yang diberikan oleh Allah ‘aza wajalla kepada umat Muhammad shalallahu’alaihi wasallam, sebuah bulan yan dijadikan-Nya sebagai lampu dalam setahun, bulan dimana Allah menurunkan kitab-Nya dan membuka pintu-pintu taubat bagi orang-orang yang mau bertaubat. Tiada sepanjang masa satu umatpun selain umat Muhammad saw yang diberi keutamaan seperti ini. Di bulan ini semua do’a akan didengar, setiap amal akan diangkat ke langit, dosa akan diampuni, orang mu’min sama berbahagia, setan binasa, dosa dan kedurhakaan ditinggalkan dan hati orang-orang mu’min disemarakkan dengan lantunan dzikrullah.

Ramadhan adalah bulan pendidikan bagi pribadi-pribadi muslim yang beriman. Sebagaimana surat al-baqarah: 183, di dalamnya Allah telah berfirman ”Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Jika dilihat dari arti ayat tersebut kita bisa merasakan bahwa dalam berpuasa hanya diserukan kepada pribadi-pribadi muslim yang beriman dengan tujuan untuk meraih ketaqwaan. Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa bagi pribadi-pribadi yang belum ”mu’min” agar menjadi mu’min dan secara eksplisit bahwa puasa di bulan ramadhan ini (sebagaimana termaktub dalam al baqarah 185) bagi orang-orang mu’min adalah tangga atau jalan untuk meraih gelar taqwa apabila ia melakukannya dengan sesungguhnya (sesuai dengan syari'at).

Ramadan singgah menemani kita kurang lebih selama 30 hari. Ia adalah bulan yang penuh keberkahan dan keampunan. Puasa memiliki makna memutuskan jiwa dari syahwatnya dan menghalangi dari apa yang biasa dilakukan, karena pada bulan ini saat kita melaksanakan ibadah puasa kita diharamkan untuk melakukan apa yang dihalalkan seperti makan dan minum serta ber-jima’ dengan suami atau isteri. Syithan-syaithan dibelenggu. Jika ada manusia yang tetap mengerjakan ma’siat dan kemunkaran maka sebenarnya dialah syaitan dalam bentuk manusia dimana dalam dirinya telah timbul kebiasaan-kebiasaan syaithan, yang menyebabkannya tetap melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama meskipun sang ”penjajah” (baca: syaithan -pen) telah dirantai kekuasaannya (untuk menggoda manusia).

Wahai sahabat marilah kita jadikan ramadan kali ini sebagai titian menuju karunia-Nya, sebagai siraththal mustaqiim menggapai cinta-Nya. Al fakir adalah manusia biasa yang tiada luput dari salah dan dosa tiada terlepas dari alpa dan ma’siat. Marilah kita bersama-sama mereguk ni’matnya kasih ramadan dengan memperbanyak amalan syar’i sesuai dengan landasan al-quran dan sunnah rasul-Nya. Marilah dalam 30 harinya yang penuh keagungan ini kita mencari dan menggapai cinta-Nya untuk kemudian merengkuhnya agar kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Mari kita daki setiap "gunung" kasih sayang-Nya, mari kita lalui setiap puncak ujian-Nya dengan keshabaran agar kita mampu menjadi mu'min yang muttaqiin. Wallahua’lam bishshawaab.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan klik http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=747

03 September 2005

Krisis Jilbab di Negara-Negara Barat
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya..." (An Nuur: 31)


Jilbab merupakan salah satu masalah yang sering diperbincangkan di berbagai penjuru dunia. Akhir-akhir ini, di negara-negara Eropa, masalah ini sedang hangat diperbinncangkan. Perilaku kasar yang sering ditimpakan kepada para muslimah berjilbab di Barat, menimbulkan pertanyaan dalam benak kita, bagaimana mungkin Barat bisa mengklaim diri sebagai pusat demokrasi dan kebebasan? Beberapa waktu yang lalu, kontroversi mengenai izin penggunaan kerudung di tempat kerja oleh seorang warga imigran Jerman bernama Fereshte Lurdin telah berkepanjangan sehingga sampai ke pengadilan negara ini. Kepala sebuah sekolah di Jerman telah menghalangi Lurdin untuk mengajar di sekolah itu, dengan mengatakan bahwa kerudung dan pakaian Lurdin telah bertentangan dengan undang-undang pendidikan di negara itu.

Meskipun Dewan Tinggi UUD Jerman telah memberi izin kepada Fereshte Lurdin untuk mengajar dengan memakai pakaian Islami di sekolah negara bagian Boden Wertmburg, tetapi keputusan ini tidak menyelesaikan masalah para guru yang berjilbab negara-negara bagian lainnya. Dewan Tinggi UUD Federal Jerman menyebutkan bahwa masalah boleh atau tidaknya pemakaian jilbab bergantung kepada peraturan di setiap negara bagian.

Anti jilbab tidak saja terjadi di Jerman, melainkan juga di negara-negara lain, seperti Perancis, Amerika, Inggeris dan Turki. Masalah ini menjadi kontroversi di media massa, sekolah, tempat kerja, dan khususnya di antara para politikus. Sebagian dari pemerintahan negara-negara Barat menganggap jilbab sebagai simbol politik. Tetapi, apakah sesungguhnya jilbab itu memang sebuah simbol politik? Para cendikiawan Islam menjelaskan tentang falsafah jilbab, yaitu kaum perempuan dengan menutup tubuhnya ketika di tengah kaum lelaki yang bukan muhrimnya, akan terhindar dari tatapan kaum lelaki. Dengan demikian, kaum perempuan akan aman dari gangguan dan sebaliknya, kaum lelaki juga akan terbebas dari pameran tubuh perempuan yang bukan muhrimnya. Dengan kata lain, Islam ingin mengontrol dan membatasi pelampiasan nafsu dalam lingkungan keluarga dan dalam kerangka perkawinan yang legal. Pakaian yang benar, menyebabkan wanita dan lelaki terhindar dari daya tarik seksual serta mewujudkan lingkungan yang sehat untuk bekerja dan beraktivitas. Dari pandangan ini, ajaran jilbab dalam Islam berfungsi untuk menghindari kebobrokan moral dan meningkatkan kemampuan yang hakiki dari perempuan dan lelaki.

Sebaliknya, hubungan tanpa batas antara perempuan dan lelaki akan mengancam keselamatan masyarakat. Akibatnya, kaum muda tidak lagi menginginkan untuk membentuk keluarga yang sehat. Hubungan tanpa batas serta kebobrokan moral akan berkembang luas. Penyakit-penyakit akibat seks bebas akan menyebar. Tatanan sosial pun akan rusak karena banyak bayi-bayi lahir tanpa ayah yang jelas. Masa depan mereka akan suram. Demikianlah seterusnya, masalah-masalah akan terus bermunculan silih berganti akibat ketiadaan jilbab ini. Karena mulianya fungsi jilbab Islam yang meninggikan derajat perempuan ini, Ludmila Eviva, seorang penyair dan orientalis terkenal Rusia, menganggap bahwa sikap anti jilbab merupakan langkah bodoh terhadap perempuan. Ia berkata, "Jilbab merupakan sarana untuk melindungi perempuan dalam berhadapan dengan para pengejar nafsu yang ingin menjadikan perempuan sebagai barang konsumsi. Pakaian Islam ini dihiasi dengan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. Oleh karena itu, pakaian ini amatlah baik bagi perempuan."

Eviva menyebutkan, anggapan bahwa jilbab bertentangan dengan kehidupan sosial perempuan adalah pemikiran yang salah. Ia berkata, "Pakaian yang sesuai tidak akan menghalangi aktivitas dan pekerjaan wanita dalam masyarakat. Sebagaimana yang kita lihat, kaum perempuan Iran yang berjilbab mampu membesarkan anak-anak yang sehat, bekerja di berbagai bidang, bahkan aktif di politik. Mereka tidak saja memelihara kemuliaan diri sendiri, melainkan menjaga kemuliaan masyarakatnya. Dengan berjilbab, mereka hadir dalam semua lapangan sosial dan politik dengan sukses."
Realitas menunjukkan bahwa umat Islam yang tinggal sebagai warga minoritas di negara-negara Barat berhadapan dengan diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Pelarangan berjilbab merupakan salah satu contoh nyata dari masalah ini. Barbara John yang merupakan penasehat pemerintah Jerman selama 23 tahun dalam urusan imigran asing berkata, "Masalah pelanggaran hak di Jerman menyebabkan muslimah kurang sekali mendapat pekerjaan dan terpaksa berhenti dari sekolah. Pelarangan mengenakan kerudung merupakan sebuah diskriminasi dan penetapan batas dalam urusan ini merupakan satu kesalahan. Pelarangan kerudung telah mengancam kebebasan wanita dan hal ini hanya akan memperumit masalah."

Salah seorang pakar Islam yang tinggal di Jerman bernama Yauuz Ovzgur, dalam pandangannya mengenai masalah ini, berkata, "Dalam sebuah masyarakat yang menerima homosexual secara resmi atas alasan kebebasan, mengapa justru menghalangi orang-orang yang beriman dan ingin mengamalkan keimanan mereka itu? Pejabat legislatif Jerman harus melakukan perubahan mendasar untuk menghalangi terjadinya perilaku diskriminatif ini." Pada bulan Oktober 1989, ketika tiga anak perempuan muslim Perancis dikeluarkan dari sekolah, Laila Sabbar, seorang penulis perempuan Aljazair, mengemukakan satu pertanyaan mudah, "Mengapa orang-orang yang berkuasa tidak bisa menerima beberapa anak perempuan yang mengenakan kerudung karena kepercayaan bahwa hal itu diwajibkan dalam ajaran agama mereka? Bukankah kerudung tersebut sama saja dengan syal atau selendang yang dipakai oleh anak-anak perempuan lain?"

Agaknya, yang dikhawatirkan oleh para penguasa negara-negara Barat mengenai jilbab ialah pengaruhnya terhadap kaum perempuan di negara-negara ini. Berdasarkan kepada berbagai data statistik, terdapat 3 hingga 5 juta umat Islam yang tinggal di Jerman dan ada lebih dari 70 masjid di ibu kota negara ini yang setiap harinya mengumandangkan gema tauhid. Para politikus Barat khawatir, kaum perempuan Barat akan tertarik kepada Islam karena budaya agama ini yang bersih, mulia, dan menentramkan jiwa. Budaya Islam ini, salah satunya ditampilkan secara sempurna oleh jilbab, pakaian yang memancarkan kemuliaan kaum perempuan muslim. Para politisi barat khawatir, kaum perempuan mereka yang telah menyaksikan dan merasakan dampak buruk dari kebobrokan moral dan hubungan seksual tanpa batas di Barat, akan cenderung untuk menerima Islam.

sumber: http://www.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/perempuan/jilbab_barat.htm


Duuuuhhhhhhhhhh.......



Terbit mentari menyinari bumi
hangat cahyanya lembut menerpa
Burung pipit riuh bernyanyi
Menyambut kehadirannya

Terasa perih dan pedih hidup ini
Terasa payah mengarungi dunia ini
Sendiri berjalan mengembara
Tiada teman yang menaungi dalam tawa dan duka

Semburat surya semakin tinggi
Cahyanya menyengat menyapa
Diri yang beku dalam sepi
Mendamba lembut sang bayu menyapa

Tersendiri dalam hidup
Tersendiri dalam harap
Mendamba teman dalam haluan
Mendamba teman dalam perjuangan

Duhai mentari yang mulai temaram
Berilah secercah harapan
Berilah kasih dalam sayang
Berilah cinta dalam belaian

Diri yang lama sendiri
Berharap kasih sejati
Duhai mentari yang terus berjalan
Sampai kapan ini kan berlama

Ya allah rabbul izzati
hamba berserah dalam kehinaan diri
hamba bersujud dalam ketiadaberdayaan
hanya Engkaulah kiranya tujuan

Ku serahkan semuanya pada kuasa-Mu
Ku hanya mampu hamparkan do'a dan harapan pada-Mu

01 September 2005

Rangkuman artikel seputar bulan Rajab & Syaban

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Segala puji bagi Allah, semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya, serta orang orang yang mendapat petunjuk dari Allah.

Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan bulan Sya'ban maupun Ramadhan, seperti :
شَعْبَانُ بَيْنَ رَجَبَ وَرَمَضَانَ يَغْفَلُ النَّاسَ عَنْهُ تَرْفَعُ فِيْهِ الأَعْمَالَ فَأَحَبُّ أَنْ لاَ يُرْفَعُ عَمَلِي إِلاَّ وَأَنَا صَائِمٌ السلسلة الصحيحة
“(Bulan) Sya’ban terletak antara (bulan) Rajab dan Ramadhan, banyak orang yang mengabaikannya, pada bulan itu perbuatan manusia diangkat, maka aku ingin saat amalku diangkat aku berada dalam keadaan shoum” (Silsilah Shahihah Al Albani).

Akan tetapi juga banyak tersebar hadits-hadits palsu mengenai keutamaan bulan Rajab dan Sya'ban, sampai-sampai bulan suci Ramadhan terlampaui keutamaannya. Bahkan hadits-hadits palsu seputar amalan bid'ah turut menyertai hadits palsu keutamaan bulan Rajab, Sya'ban maupun Ramadhan.

Maka sudilah kiranya kita memperhatikan bagaimanakah petunjuk dari Al Qur'an dan Sunnah dan ulamanya tentang seputar perayaan Isra' Mi'raj Rasulullah, beserta pembahasan seputar keutamaan Bulan Rajab dan amalan-amalan didalamnya seperti sholat Raghaib, sholat Ummu Dawud dan sholat Alfiah. Simak rangkuman artikel berikut ini, semoga bermanfaat, sbb :1. Bantahan Arifin Ilham - Pengertian Bid'ah (3)2. Hadits Palsu Seputar Amalan Bulan Rajab3. Perayaan Isra' Mi'raj Rasulullah dalam sorotan Islam4. Perayaan Nifsu Syaban dalam sorotan Islam5. Rangkuman artikel seputar Maulid & Isra Mi'raj Nabi

Dalam kitab “Al Majmu” Imam Nawawi berkata : shalat yang sering kita kenal dengan shalat Raghaib ada (berjumlah) dua dua belas rakaat, dikerjakan antara maghrib dan Isya’, pada malam Jum’at pertama bulan Rajab, dan shalat seratus rakaat pada malam Nisfu Sya’ban, dua sholat ini adalah bid’ah dan munkar, tidak boleh seseorang terpedaya oleh kedua hadits itu, hanya karena disebutkan di dalam buku “Quutul qulub” dan “ Ihya Ulumuddin” (Al Ghozali, red) sebab pada dasarnya hadits hadits tersebut bathil (tidak boleh diamalkan), kita tidak boleh cepat mempercayai orang orang yang tidak jelas bagi mereka hukum kedua hadits itu, yaitu mereka para imam yang kemudian mengarang lembaran-lembaran untuk membolehkan pengamalan kedua hadits itu, karena ia telah salah dalam hal ini.

Syekh Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Ismail Al Maqdisi telah mengarang sebuah buku yang berharga, beliau menolak (menganggap bathil) kedua hadits diatas (tentang malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab), ia bersikap (dalam mengungkapkan pendapatnya) dalam buku tersebut, sebaik mungkin, dalam hal ini telah banyak pendapat para ulama, jika kita hendak menukil pendapat mereka itu, akan memperpanjang pembicaraan kita. Semoga apa-apa yang telah kita sebutkan tadi, cukup memuaskan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk mendapat sesuatu yang haq.

Dari penjelasan di atas tadi, seperti ayat-ayat Al Qur’an dan beberapa hadits, serta pendapat para ulama, jelaslah bagi pencari kebenaran (haq) bahwa peringatan malam Nisfu Sya’ban dengan pengkhususan sholat atau lainnya, dan pengkhususan siang harinya dengan puasa, itu semua adalah bid’ah dan munkar, tidak ada landasan dalilnya dalam syariat Islam, bahkan hanya merupakan pengada-adaan saja dalam Islam setelah masa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, marilah kita hayati ayat Al Qur’an di bawah ini :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah, 3).

Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat di atas, selanjutnya marilah kita hayati sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perbuatan (dalam agama) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka ia tertolak”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي، ولا تخصوا يومها بالصيام من بين الأيام، إلا أن يكون في صوم يصومه أحدكم **رواه مسلم
“Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam Jum’at dari pada malam malam lainnya dengan sholat tertentu, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang harinya dari pada hari-hari lainnya dengan berpuasa tertentu, kecuali jika hari bertepatan dengan hari yang ia biasa berpuasa (bukan puasa khusus tadi)” (HR. Muslim).

Maka jelas sudah amalan bid'ah seputar bulan Rajab dan Sya'ban, mudah-mudahan kita senantiasa waspada, jangan sampai mengadakan perbuatan bid’ah apapun, begitu pula mengerjakannya.

Wallahu ta'ala a'lam bish showab.
sumber: salafy.or.id
Are You Quitters, Campers, or Climbers?



eramuslim - Jerit ketakutan bercampur dengan teriak gembira memenuhi seluruh arena. Histeris. Riuh rendah. Kemudian wajah sosok-sosok yang keluar dari salah satu wahana itu mencerminkan beragam ekspresi: puas dan gembira, lega, datar saja atau pusat pasi. Saya hanya memandangi. Jantung saya bertalu-talu. Deg-degan. Antara merasa tertantang dan takut. Antara keinginan untuk mencoba dan memilih ‘cari aman saja’. Akhirnya saya memutuskan untuk menaiki beberapa wahana yang cukup menantang, namun saya pertimbangkan cukup dapat saya tahankan secara perasaaan maupun fisik: Alap-alap (roaler coaster), perahu niagara-gara, halilintar dan arung jeram. Sedangkan untuk wahana kora-kora (perahu ayun), ontang-anting (ayunan berputar), kicir-kicir dan semua wahana yang saya prediksikan akan membuat saya pusing dan atau muntah saya hindari.

“Saya paling sensistif terhadap segala hal yang mengaduk-aduk isi perut atau bikin kepala pusing, karena akibatnya saya pasti muntah.” Demikian alasan saya. Bukan sekedar alasan, namun sesuatu yang sudah sangat saya pertimbangkan berdasarkan pengalaman dan pemahaman kondisi fisik.

Saya memandangi kora-kora –perahu besar- itu terus berayun semakin tinggi. Jerit histeris terus membahana. Wajah-wajah pucat menghias sebagian besar penumpang di dalamnya. Sebagian lagi menunjukkan ekspresi kemenangan dan bergaya menantang. Saya bertanya dalam hati, “Benarkah saya akan muntah jika menaikinya? Mungkin saja tidak, bukan? Dan kalau pun iya, wahana ini sangat layak untuk dicoba! Setidaknya berdasar pengalaman menaiki wahana sebelumnya, saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan untuk menahankannya: saya hanya perlu berteriak sekuat-kuatnya!”

Maka saya pun mencobanya. Meski saya gemetar ketika berada di dalamnya, saya puas sekali ketika perahu yang terus berayun tinggi dan seperti tidak akan pernah berhenti itu akhirnya selesai juga. Saya puas karena saya dapat merasakan sensasinya. Tapi saya lebih puas karena dapat menundukkan ketakutan dan persepsi saya sendiri. Meskipu turun dari sana, saya merasakan desakan kuat mengaduk-aduk lambung.

Di waktu yang lain, saya memandangi deretan ayunan yang terus berputar makin cepat dan berayun makin tinggi. Sebagian besar penumpang tampak gembira, tapi saya menemukan seorang gadis cantik dengan ekspresi sangat menderita. Saya bertanya kepada ukhti, teman seperjalanan saya yang pernah menaiki wahana ini sebelumnya: seberapa buruk wahana ini? “Much more worse than kora-kora! It felt never end up!” demikian katanya. Saya ragu. Memang benar, wahana ini satu putaran berlangsung hingga 15 menitan. Sanggupkah saya menahan perut teraduk-aduk tiga kali lebih lama di banding kora-kora? Saya memutuskan untuk nekat mencoba. Namun ketika saya sudah sampai di ujung depan antrian, saya sempat keluar dari gelanggang. Takut! Tapi kemudian saya mengulang antrian lagi. “Saya tidak akan pernah tahu rasanya seperti apa jika saya tidak mencoba!” Alasan itu saya patrikan kuat-kuat dalam hati. Dan ternyata, saya bukan hanya dapat menahankannya, saya bahkan menikmatinya! Sangat menikmatinya! Rasanya seperti terbang, melayang. Sambil memejamkan mata saya menikmati sapuan angin yang berkesiur di sekeliling saya. Ketika ayunan bergerak makin cepat dan tinggi, saya menikmati sensasi dan suara-suara gemerincing besi yang ditimbulkannya. Rasanya tidak ingin pernah berhenti!

Pada kesempatan berikutnya lagi. Bersama teman-teman, saya mengambil antrian di wahana kora-kora untuk yang kedua kali petang itu. Saya harus dapat menikmatinya, bukan sekedar menahankannya seperti pada kesempatan sebelumnya. Meskipun senang dan puas dapat menaiki kora-kora, sebelumnya saya tidak dapat menahan gemetar di kaki dan rasa mencelos di hati. Serasa isi perut saya dilolosi. Tapi kali ini, saya ingin merasakan sensasi yang berbeda. Saat perahu berayun makin tinggi dan lama (lebih tinggi dan lebih lama dari kondisi biasa, karena sudah mendekati waktu tutup) saya merasakan kegembiraan dan keasyikan yang luar biasa. Benar-benar serasa menaiki perahu meniti ombak! Oh tidak! Serasa terbang (sungguh saya sangat suka terbang dan melayang) Oh, bukan juga. Rasanya seperti diayun dan dininabobokkan. Saya gembira sekali berhasil mendapatkan sensasi berbeda, meskipun ketika turun, mual dan pusing itu tetap saja mendera.

Tapi dari semua itu saya belajar banyak hal: Bisa atau tidaknya kita melakukan sesuatu tidak akan pernah kita tahu jika kita tidak mencobanya. Menakutkan atau menyenangkannya sesuatu akan sangat tergantung dari pemahaman dan persepsi yang kita bangun sendiri.

Sekian tahun yang lalu.
“Saya tidak akan sanggup menjadi ibu bekerja kantoran seperti itu. Bagaimana saya akan dapat mendidik anak-anak saya?”
“Saya akan cari pekerjaan yang ‘aman’ saja: islami dan tidak ada praktek-praktek kotor membudaya!”

Beberapa tahun kemudian.
“Kamu tidak ingin kuliah lagi?”
“Hmm, saya takut tidak bisa. Tidak mampu. Soalnya saya tidak menguasai ilmu keahlian dasar dari kampus saya yang kemarin. Nanti kalau tidak lulus bagaimana? Apalagi saya kan lemah untuk urusan penelitian dan karya ilmiah. Khawatir nanti mentok di thesis!”

“Hei, kok begitu? Kamu meragukan karunia Allah berupa otak dengan potensi satu juta gigabyte itu? Cobalah! Tidak ada ruginya kan? Kalau kamu tidak pernah mencoba, kamu tidak akan tahu seberapa mampu dirimu!”

Beberapa waktu yang lalu.
“Kamu berani tidak menyatakan diri minta dilamar terlebih dulu?”
“Ah, takut! Menghancurkan harga diri perempuan itu namanya. Lebih baik tidak pernah tahu daripada harus tahu nantinya bahwa aku gagal dan sakit.”
“Oh, mengapa sudut pandangnya itu? Bukankah dengan menyatakannya –sekalipun ditolak nanti- kamu akan tahu dan tidak perlu penasaran lagi.”

Dan saya nekat. Kenyataannya, saya memang ditolak. Gagal. Sakit. Serasa dihempas ke bumi. Tapi saya tidak penasaran lagi. Tapi kemudian semuanya membuat saya lebih mengerti. Membuka apa yang selama ini tak tampak oleh mata ini.

Dialog-dialog itu, pernah menjadi bagian dari proses hidup saya. Sikap-sikap itu, pernah menghiasi pilihan-pilihan hidup saya. Ketakutan, perasaan tidak mampu, tidak berani mencoba dan sebagainya. Sengaja kalah, bahkan sebelum berperang. Tapi kini, semua yang telah saya lalui membuat saya berani memilih: saya akan selalu memilih untuk maju dibanding mundur. Gagal atau berhasil, itu urusan nanti!

Ibarat mendaki gunung, pilihan sikap yang diambil pun bisa berbeda-beda. Pertama, melihat gunung yang demikian tinggi dan terjal, seseorang mungkin akan memilih untuk memutuskan tidak pernah akan mendaki. Takut. Mustahil. Berat. Capek. Untuk apa? Sedang di kakinya suasana lebih sejuk, indah dan banyak teman?

Kedua, gunung itu memang tinggi dan terjal, namun pastilah ada tempat-tempat yang lebih indah dan asyik untuk bercengkerama di suatu tempat di atas sana. Dan berdasarkan pemikiran itu, ia mendaki. Kalau ada jalan yang enak, ia akan memilih jalan itu. Bukankah biasanya disediakan jalan yang nyaman bagi para wisatawan? Senang rasanya mendaki, ada berbagai tantangan dan ada cukup banyak teman. Saat tiba di hamparan taman, maka ia pun berkemah. Kalau perlu menetap. Di sini sudah cukup enak. Kita sudah cukup tinggi mendaki. Tak usahlah menempuh yang lebih berbahaya lagi, tanpa jaminan yang pasti.

Ketiga, wah, gunung ini tinggi dan ngeri. Pasti berat dan susah untuk mencapainya. Bisa jadi atau bahkan hampir pasti begitu. Tapi bukankah kita dikaruniai kreatifitas, semangat dan kemampuan untuk menaklukkannya? Mengapa tidak kita coba? Semua pengorbanan itu akan sangat ‘worthed’ untuk mendapatkan keindahan di puncak sana kan? Atau setidaknya kita akan mendapatkan pengalaman yang tak mungkin dapat dirasakan oleh mereka yang memilih untuk tidak pernah mendaki, atau mereka yang mendaki untuk berkemah di tempat yang nyaman.

Hidup dengan permasalahannya bagaikan mendaki gunung terjal dan berliku. Dapat atau tidaknya kita menaklukkannya akan sangat tergantung pada paradigma dan pilihan sikap kita masing-masing. Apakah kita akan memilih menyerah bahkan sebelum mendaki, atau tetap mendaki beramai-ramai dan berhenti ketika telah menemukan tempat yang nyaman, atau tetap terus mendaki bersama segelintir orang dari puncak yang satu ke puncak yang lain. Dari gunung yang satu ke gunung berikutnya.

Surga dan kenikmatan hari akhir juga seperti gunung yang bertingkat-tingkat. Untuk mencapainya seperti mendaki gunung. Mungkin ada yang merasa cukup puas di kakinya saja, di lerengnya atau tetap berusaha sekuat daya dan kreatifitas untuk menggapai puncaknya.

Semuanya adalah pilihan. Dan setiap pilihan memiliki resiko dan hasilnya masing-masing. Tinggal seberapa besar kita memiliki nyali untuk memilih: Menjadi Quitters? (golongan yang cepat menyerah pada/menghindar dari tantangan?) Menjadi Campers? (Mendaki dan kemudian berhenti ketika merasa sudah cukup nyaman dengan sebuah situasi/ mencintai status quo) Atau mejadi Climbers? (Terus mendaki dan mendaki, hingga puncak pun terlalui. Aku bertanya dalam hati: Yang manakah diriku?
by: Azimah Rahayu
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ(021: haraqaB-lA)


"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak jadi menjadi pelindung dan penolong bagimu"


Meski ada usaha-usaha menekan Islam, nyatanya pemeluk Islam di Australia makin bertambah. Lebih dari 15 ribu warga Australia di Queensland memeluk Islam pasca 11 September, ujar Australian Broadcasting Corporation (ABC. (foto Zaman).

Sumber http://www.hidayatullah.com

For more information klik this link http://swaramuslim.net/more.php?id=2188_0_1_0_M

Asosiasi Istri Pendukung Suami Poligami

Berita ini mungkin akan ‘menyengat’ para aktifis perempuan dan gender yang paling alergi
mendengar kata ‘poligami’. Tapi di Mesir, asosiasi itu benar-benar ada dan banyak peminatnya.



Hidayatullah.com --Adalah Hayam Dorbek, 42 tahun. Dalam sebuah debat di televisi, ibu dua anak mencengangkan banyak orang, terutama aktifis perempuan yang sering dianggap pembawa gagasan gender dari Barat. Pasalnya, Dorbek justru mengajak pemerintah dan wanita seluruh negeri di kota itu untuk menggalakkan ta’adud atau yang sering disebut poligami.

Dalam debat yang ditayangkan di sebuah televisi, Dorbek sempat membuat kaget banyak orang. Menurutnya, Mesir dan negeri-negeri Arab di Timur-Tengah harus lebih terbuka lagi dan menggalakan poligami. Karena itu, dia, mengajak para wanita Mesir untuk mempromosikan suaminya agar bisa menikah lagi. Sebelum gagasannya dikampanyekan keluar, awalnya, Dorbek merasa tak siap dengan itu. Menariknya, justru dua anaknya yang paling dicintai malah mendukungnya.

Apalagi dengan kesibukannya dalam pekerjaan, baginya, sang suami tidaklah cukup mempunyai satu orang istri saja, katanya dikutip Associated Press (AP), (29/8), Senin kemarin. Dia merasakan, konsep Islam tentang poligami justru jawaban bagi banyak dari penyakit sosial di Mesir. Karena itu, dirinya pernah menulis artikel berjudul "Satu Isteri Tidaklah Cukup," dan telah membantu suatu asosiasi bernama "Al-Tayseer," atau pemberian kemudahan, untuk mempromosikan poligami.

Tentu saja, gagasannya itu menyengat kalangan aktifis gender. Nihad Aboul-Qomsan, Direktur Center for Women's Rights (CWR), Mesir dengan sinis menyebut gagasan itu akan membuat Mesir mirip Arab Saudi yang dianggapnya konservatif. Namun Dorbek justru menyangkal. Menurutnya, gagasan mendukung suami untuk berpoligami itu sesuai dengan perkembangan kebutuhan dunia modern. Menurutnya, memberikan kesempatan menikah lagi itu adalah alternative atas dekadensi Barat.

“Aku meminta hak kaum wanita: hak-hak mereka menikah sekalipun menikah satu pria," ujarnya. Tapi, poligami adalah "izin yang diberikan Tuhan untuk menstabilkan masyarakat dan memecahkan permasalahannya," tambahnya lagi. Berpoligami, ujarnya, akan menghentikan kebiasaan buruk termasuk budaya affair, sebagaimana dilakukan para pejabat tinggi. Gempuran dan rasa sinisme terhadap poligami, menurut Dorbek adalah akibat gencarnya arus sekularisme dari Barat dan merusak Islam.

"Arus sekular dalam masyarakat telah memberangus suara Islam dan mengaburkan mereka," katanya. Undang-undang Mesir membolehkan pria berpoligami. Namun, kebanyakan pria Mesir jarang mempraktekkannya. Ini agak berbeda disbanding di belahan negeri-negeri Arab lainnya. Meski demikian, beberapa waktu belakangan ini, budaya poligami di negeri itu mulai meningkat. Salah satu contohnya adalah Arafat Sayed. Pengusaha asal selatan kota Luxor ini telah menikah dengan tiga istri dan akan mempertinbangkan menikah keempat kalinya.

"Kamu bisa menikah dengan hanya satu wanita, tetapi mempunyai masalah yang mana menjadi lebih baik?" katanya. Hal yang sama terjadi pada Nagwa. Namun pria yang tinggal di kota Sinai ini lebih dulu menyarankan agar menikah lagi sesuai dengan ketentuan agama. Sebab dengan cara itu perniakahannya akan terjaga. Terutama akan melindungi hak wanita yang akan dinikahi. "Pada mulanya merasa cemas," kata Nagwa."Tetapi ketika kamu bersama seseorang yang sangat takut pada Allah, ia akan menjagamu."

Faktanya, meski kalangan aktifis perempuan sewot, Dorbek mengaku makin yakin gagasannya berkampanye mendukung para suami menikah lagi. Menurutnya, telah ratusan pria mendukung kampanye nya dan menemukan seorang isteri kedua. Sebaliknya, sudah belasan wanita menghubungi nya dan berencana akan mencarikan suaminya istri lagi.

Praktek Lama

Praktek poligami bukanlah hal baru. Sejak zaman raja-raja Nusantara dulu, praktek seperti ini sudah biasa dilakukan para raja yang dikenal memiliki puluhan selir. Bedanya dengan Islam, praktek seperti ini dibatasi hanya empat orang dan harus benar-benar adil.

Di Indonesia, praktek seperti ini sebelumnya tak pernah dipermasalahkan kecuali munculnya wanaca gender dari Barat. Umumnya, beberapa ulama dan kiai besar dari NU dikenal memiliki istri lebih dari satu. Menariknya, belum ada berita perkawinannya bermasalah. Beberapa tahun lalu, kelompok aktifis perempuan sempat mengeluarkan daftar calon anggota dewan yang tak layak dipilih karena dianggap punya kelakuan buruk. Anehnya, seorang pakar hadits dari salah satu partai Islam dimasukkan sebagai tokoh berperilaku buruk karena dianggap telah mempraktekkan poligami.

Umumnya para aktifis perempuan yang alergi poligami, sering mengaitkan praktek itu sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga atau melecehkan harkat dan martabat perempuan. Namun hingga kini, tak terdengar suara LSM atau aktifis perempuan yang menentang perselingkuhan, pergaulan seks bebas atau maraknya sexual dissorder (hubungan lawan jenis) dan mengeluarkan daftar serupa sebagai orang berperilaku buruk.
(HoustonChronicle.com/AP/Hid/Cha)