29 January 2007

Syari’at Islam

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِي


وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul’, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.”

Penerapan syari'at Islam menuntut upaya yang lebih dari sekedar sosialisasi tentang perlunya syari'at Islam. Dalam upaya pembentukan kesadaran masyarakat tentang syari'at Islam, terdapat beberapa kendala yang bersifat deeprooted dari hanya sekedar ketidakfahaman dar keengganan masyarakat untuk menerimanya. Paling tidak, kendala historis, sosiologis dan ideologis perlu dicatat dalarruupaya sosialisasi syari'at Islam yang lebih intens.

Dari segi legal historis misalnya, efek kolonialisme Belanda berpengaruh besar terhadap hukum positif yang berlaku di Indonesia. Kebiasaan berhukum dengan standar kolonial ini menjadikan umat Islam merasa asing dengan hukum agamanya sendiri. Karena hukum menyangkut kesadaran tentang keadilan, misalnya, konsepsi masyarakat tentang keadilan itu sendiri dipengaruhi oleh sistem hukum yang ada.

Dari segi sosio historis, kolonialisme juga telah menciptakan struktur masyarakat yang terpolarisasi baik secara agama, status sosial maupun budaya. Dalam konteks berbudaya, ethnocentrism dan xenocentrism merupakan produk kolonial yang telah membentuk mentalitas masyarakat Indonesia. Ethnocentrism dalam hal ini adalah anggapan bahwa budaya barat merupakan standar budaya masyarakat yang modern dan beradab, sementara xenocentrism menunjukkan bahwa budaya dan adat bangsa sendiri lebih inferior ketimbang budaya barat-kolonial. Termasuk dalam konteks ini adalah rasa inferior terhadap atribut dan karakter yang melekat pada agama masyarakat terjajah, dan rasa superior jika mengadopsi budaya barat yang nilai rasional, progresif dan humanis. Persoalan HAM, misalnya, harus menggunakan standar barat termasuk isu-isu tentang jender dan demokrasi.

Short post here
Extended post here

Xenocentrism dan Ethnocentrism semakin kuat karena dukungan agen penyebar budaya yang menggunakan kekuatan media massa sebagai pembentuk opini publik. Kekuataan inilah yang terus mewariskan mentalitas inferior terhadap atribut budaya dan agama sendiri dan perasaan bangga mengadopsi budaya barat.

Selain itu, dari segi politico historis, sejarah tentang DI/TII diabadikan sebagai icon pemberontakan kelompok Islam yang berpotensi mengancam integrasi bangsa. Image ini memunculkan phobia (ketakutan) dan alergi kepada hal-hal yang bersentuhan dengan kritik terhadap ideologi negara beserta perangkat-perangkat hukumnya dan altematif tawaran Islami.

Dalam konteks ideologis, fenomena tuntutan syari'at Islam dianggap sebagai artikulasi kebangkitan Islam yang sarat dengan unsur kekuasaan. Upaya itu dianggap sebagai simbol paling tinggi dari politik Islam, karenanya harus dilakukan pembendungan. Politik bahasa dengan memperkenalkan idiom-idiom fundamentalis, teroris, radikal dan militan merupakan contoh pertarungan ideologi yang memasuki ranah (area) media massa dalam melakukan distorsi terhadap upaya membumikan Islam. Perdebatan di lembaga legislatif dan perdebatan mengenai produk perundang-undangan juga merupakan representasi atas hal itu.

Upaya sosialisasi syari'at Islam memerlukan diversifikasi strategi dan metode yang bersifat jangka panjang dan pendek. Hal-hal yang berkaitan dengan persoalan mentatitas yang bersifat deeprooted tidak bisa diatasi dengan kegiatan insidental. Upaya agar masyarakat dapat melakuakn internalisasi terhadap nilai-nilai yang dikandung dalam syari'at Islam perlu dilembagakan. Di samping itu, upaya ini harus diluruskan sejak awal bahwa penerapan syari'at Islam bersifat ideologis dan bukan politis maupun hanya sebatas respon terhadap kegagalan modernisme yang dihadirkan di tengah masyarakat. Penerapan syari'at Islam merupakan upaya untuk mewujudkan islam yang rahmatan lil 'alamin.

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian kita dalam merespon persoalan-persoalan yang terjadi di seputar kita antara lain:

Pertama, menegaskan adanya hubungan antara persoalan-persoalan yang disebutkan terdahulu dengan tingkat ke-Islaman kita; persoalan-persoalan tersebut terkait dengan pemahaman kita terhadap Islam, terkait dengan komitmen kita melaksanakan prinsip-prinsip Islam dan terkait dengan konsistensi kita untuk menjadikan Islam sebagai solusi masalah sosial. Allah SWT akan menguji kita dengan pelbagai masalah untuk menegaskan keimanan kita pada-Nya, untuk menjadikan kita lebih matang dengan pengalaman dan untuk mengetahui siapa yang menjadi lawan dan kawan dalam menegakkan Islam.

Kedua, diperlukan kesabaran dalam merespon persoalan di atas yang merupakan sunnatullah di mana ujian perlu diberikan kepada orang-orang Mu'min. Sabar berarti menahan diri dari mengambil jalan pintas yang tidak diridhai Allah dengan menghalalkan segala cara untuk mengatasi persoalan. Sabar menuntut keyakinan bahwa balasan baik dari Allah pasti akan datang. Sabar meminta kita untuk bersikap yakin terhadap adanya jalan keluar. Sabar harus disertai dengan permintaan pertolongan kepada Allah SWT. Sabar berarti jauh dari berkeluh kesah dan putus asa.

"Sungguh indah kehidupan seorang mu'min. Sesungguhnya semua urusan adalah baik baginya. Jika mendapatkan kebaikan, ia akan bersyukur dan kesyukurannya ini adalah baik baginya; dan jika ditimpa musibah, ia akan bersabar dan kesabarannya itu adalah baik baginya". (HR. Bukhari)

Ketiga, Kondisi yang menjadi masalah bagi Ummat Islam tidak seluruhnya merupakan kesalahan internal tetapi juga terdapat kekuatan luar yang memang tidak menginginkan ummat Islam bersatu. Allah berfirman:

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ

"Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan juga kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan" (QS. Ali Imran: 186)

Kalimat "Adzan katsira...” DR. Yusuf Qardhawi memberi komentar ayat tersebut dengan mengatakan: "teror lisan" pasti dilancarkan kepada kaum beriman untuk merusak dakwah mereka, mendiskreditkan dan menimbulkan keraguan di sekitar citra dan hakekat sejarah mereka. Suatu peperangan yang menggunakan senjata intrik, pemalsuan, provokasi dan fitnah. Karena itu kaum Muslimin harus mempersiapkan diri untuk menghadapi gangguan-gangguan tersebut dan bersabar menelan pahitnya gangguan itu sampai Allah memenangkan yang haq dan menghancurkan yang bathil".

Keempat, optimisme bahwa Allah pasti akan memberikan jalan keluar. Optimisme adalah modal psikologis untuk tidak terus terpuruk dalam kesedihan. Tidak jarang kita melihat bahwa krisis terus berlangsung karena kita telah diliputi rasa putus asa terlebih dulu. Kondisi ini semakin memperburuk motivasi kita untuk bekerja. Kekuatan usaha kita banyak bergantung pada semangat kita mencari ridha Allah SWT. Rahmat Allah tidak datang dengan sendirinya, tetapi dicari untuk didapat, sebagaimana ditegaskan Allah dalam Al Quran.

وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ …

“… dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf: 87)

Semoga Allah SWT memberikan jalan keluar, memberikan kekuatan untuk bersabar, memelihara rasa optimisme dalam mencari rahmatNya dan memberkahi segala/langkah untuk menyelesaikan persoalan. Amiin.

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (QS. Al Israa: 16)

Wallahua’lam bishshawwaab

edited from: Khutbah 'Idl Fitri by H. Ali Mochtar N, MA

14 January 2007

Langit dan Laut Bercinta

Dahulu kala, langit dan laut saling jatuh cinta.
Mereka sama2 saling menyukai 1 sama lain.
Saking sukanya laut terhadap langit, warna laut = langit,
saking sukanya langit terhadap laut,warna langit = laut.

Setiap senja datang,
si laut dengan lembut sekali membisikkan "aku cinta padamu" ke telinga langit.
Setiap langit mendengar bisikan penuh cinta laut
langit tidak menjawab apa2 hanya tersipu2 malu wajahnya semburat kemerahan.

Suatu hari, datang awan...
begitu melihatkecantikan si langit,
awan seketika itu juga jatuh hati terhadap langit.
Tentu saja langit hanya mencintai laut,
setiap hari hanya melihat laut saja.

Awan sedih tapi tak putus asa,
ia mencari cara dan akhirnya menemukan akal bulus.
Awan mengembangkan dirinya sebesar mungkin dan menyusup ke tengah2 langit dan laut, menghalangi pandangan langit dan laut terhadap 1 sama lain.

Laut merasa marah karena tidak bisa melihat langit,
sehingga dengan gelombangnya,
laut berusaha menyibak awan yang mengganggu pandangannya.
Tapi tentu saja tidak berhasil.

Lalu datanglah angin,
yang sejak dulu mengetahui hubungan laut dan langit
merasa harus membantu mereka
menyingkirkan awan yang mengganggu.

Dengan tiupan keras dan kuat, angin meniup awan ...
Awan terbagi2 menjadibanyak bagian,
sehingga tidak bisa lagi melihatlangit dengan jelas,
tidak bisa lagi berusaha mengungkapkan perasaan terhadap langit.

Sehingga ketika merasa tersiksa dengan perasaan cinta terhadap langit,
awan menangis sedih.
Hingga sekarang, kasih antara langit dan laut tidak terpisahkan.
Kamu juga bisa melihat di mana mereka menjalin kasih.
Setiap ke laut, di mana ada 1 garis antara laut dan langit, di situlah mereka sedang bercinta.


nice pick from : Cahaya Diatas Cahaya

08 January 2007

Kenali Lawan Bicaramu

Komunikasi antara dua orang atau lebih adalah hal sehari-hari yang kita lakukan, karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu dengan yang lainnya. Komunikasi yang dibangun ini adalah untuk mempererat hubungan diantara mereka baik hanya untuk saling sapa saja ataupun untuk tujuan-tujuan tertentu. Nah, berkaitan dengan menjalin hubungan komunikasi ini adalah penting untuk mengenal karakater lawan kita dalam berkomunikasi. Ini penting karena untuk menjaga agar hubungan yang terbina tetap baik dan saling menguntungkan dalam artian tidak timpang atau lebih parah dapat menimbulkan ekses negatif.

Golongan darah ternyata menentukan cara orang berpikir, berucap dan bertindak. Hal ini terutama diyakini oleh orang-orang Jepang secara lebih ketat. Praktek pemilihan golongan darah ini dilakukan oleh mereka pada saat akan merekrut tenaga kerja untuk kebutuhan profesional. Untuk jenis posisi tertentu, jenis golongan darah yang dibutuhkan akan berbeda dengan untuk posisi lainnya. Karena menurut keyakinan orang Jepang, tidak semua golongan darah dapat bekerja sama baiknya di semua posisi. Adalah seorang Furukawa Takeji yang pertama kali meneliti dan menyatakan bahwa golongan darah seseorang akan mempengaruhi kepribadian dan karakter orang tersebut secara langsung.

Seorang motivator, Andrie Wongso dalam sebuah bukunya yang berjudul "Understanding Your Communication Styles – Memahami Gaya Komunikasi Anda", membahas mengenai berbagai karakter orang dari golongan darahnya. Dari jenis golongan ini beliau memetakan berbagai jenis karakter manusia. Saya tidak akan membahas semuanya di sini silahkan anda mencari atau membeli buku tersebut di toko-toko buku yang ada.

Karena kebetulan golongan darah saya A maka akan saya bahas bagaiman karakter manusia dari golongan darah tersebut, sehingga anda maupun saya bisa berkomunikasi dengan baik karena paling tidak tahu sedikit bagaimana kita harus berkomunikais dengan orang-orang bergolongan darah A ini :-).

Karakter Orang Bergolongan Darah A

Orang dengan golongan darah A memiliki kekuatan karakter yang mengakar kuat yang akan membantu mereka untuk tetap tenang dalam krisis ketika semua orang panik menghadapi situasi serupa. Mereka cenderung menghindari konfrontasi, dan sesungguhnya kurang nyaman berada di antara orang banyak. Mereka biasanya pemalu dan terkadang suka mengasingkan diri. Mereka mencari keharmonisan dan sangat sopan, tetapi mereka sebenarnya tidak pernah benar-benar cocok dengan orang lain. Mereka sangat bertanggung jawab. Jika ada pekerjaan yang harus diselesaikan, mereka lebih suka mengerjakannya sendiri. Orang-orang dengan golongan darah ini selalu mengukir sukses dan sangat perfeksionis. Mereka juga sangat kreatif, dan paling artistik di antara semua golongan darah yang ada karena kesensitifan mereka.

Cara Berkomunikasi dengan Orang Bergolongan Darah A

  • Jangan mengangkat topik yang konfrontatif, misalnya, topik kontroversial karena mereka orang yang tidak suka membuat konfrontasi dengan lawan bicara.
  • Gunakan kata-kata yang relatif sopan karena mereka sangat sensitif dan terkadang konservatif sehingga kata-kata yang tidak sesuai dengan standar kesopanan minimal akan dapat menyinggung mereka.
  • Jika menjawab usahakan dengan lengkap dan bermakna karena mereka adalah orang yang sangat sempurna dan kurang menyukai hal yang setengah-setengah.
  • Mintalah pandangan dan pendapat mereka karena mereka sangat kreatif untuk hal ini dan dengarkan dengan saksama ketika mereka menjelaskan.
  • Jangan melebihi mereka saat menyampaikan sesuatu. Artinya, jangan sampai mereka merasa dilampaui dalam hal kepintaran dan pengalaman, misalnya.
  • Hargai mereka dengan memuji seperlunya karena pujian yang berlebihan akan membuat mereka ragu dengan ketulusan si pemuji.

Sebagai tambahan, orang golongan darah A cenderung menyukai topik-topik yang bernuansa damai dan kooperatif. Mereka tidak menyukai topik yang berkaitan dengan sepak terjang atau kepribadian orang lain yang tidak ada parameter jelasnya. Mereka sangat sensitif, dalam arti setiap kata yang diterima oleh akal sehat mereka akan menjadi tolok ukur mereka terhadap orang yang diajak berkomunikasi. Untuk itu, lebih berhati-hatilah jika berhadapan dengan orang golongan darah A ini karena mereka sesungguhnya adalah pengamat yang luar biasa.

sumber: Andrie Wongso

05 January 2007

Imperialisme Modern

وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ

"
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. " (Al-Baqarah: 120).

Bentuk ketidakrelaan Yahudi dan Nasrani dapat dibuktikan melalui fakta sejarah, berlangsung dari dulu hingga kini, kadang tidak diperlukan analisa tinggi untuk memahaminya, masyarakat awam juga bisa membaca fakta yang "kasat mata" itu.

Konflik hubungan Islam dengan Yahudi mulai memburuk terutama sejak mereka melakukan konspirasi bersama pasukan kafir Mekah untuk memusuhi kaum Muslim di Madinah hingga akhirnya mereka diusir dari Madinah dan Khaibar. Peristiwa Khaibar di kemudian hari menjadi satu peristiwa paling traumatis dan mewariskan dendam kesumat orang Yahudi hingga berabad-abad.

Pada masa sahabat, Yahudi melakukan infiltrasi dengan cara menyusup ke tengah-tengah barisan Islam. Puncaknya, mereka berhasil membunuh Khalifah Amirul Mukminin Umar ibnil Khatthab. Mereka juga berhasil membangkitkan fitnah atas diri Utsman bin Affan, dan mempertajam pertentangan antara kubu Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abu Sofyan. Tidak hanya sampai di situ, mereka bahkan menyusup ke barisan Syi'ah dan kelompok-kelompok militan lainnya dengan pola provokasi agar kelompok-kelompok itu melakukan perlawanan, baik terhadap idiologi maupun institusi as-sawad al-a'dham (kelompok mayoritas) saat itu.

Short post here
Extended post here

Sedangkan konflik pertama kali dengan kaum Nasrani terjadi pada Perang Mu'tah (8 H) dan Perang Tabuk, melawan tentara Romawi (Bizantium). Perang Mu'tah terjadi karena al-Harits ibnu Umair al-Azady yang diutus Nabi untuk membawa surat kepada pemimpin Bushro, namun dalam perjalanan dihadang Syurahbil bin Amr al-Ghassany, pemimpin al-Balqa', masuk wilayah Syam di bawah pemerintahan Kaisar Romawi. Syurahbil mengikat al-Harits dan membawanya ke hadapan Kaisar, lalu dia memenggal lehernya. Padahal, membunuh duta merupakan kejahatan yang amat keji dan sama halnya mengumumkan perang.

Banyak telah tersebut dalam sejarah mengenai peperangan antara ummat muslim melawan tentara kafir yahudi dan Nasrani. Puncak peperangan tersebut adalah perang Salib yang berlangsung sangat lama. Alhamdulillah akhirnya dibawah komando seorang panglima gagah berani Shalahuddin Al Ayyubi panji Islam masih tetap berkibar dengan perkasa tak tergoyahkan.

Namun, sudah usaikah perang itu kini? T
ernyata belum, karena sesudah itu ada perang salib gaya baru berupa ekspedisi kolonialisme bangsa Eropa ke dunia muslim. Inggris menjajah India, Mesir, Irak, Yordania, dan Malaysia. Prancis menjajah Suriah, Libanon. Belanda menjajah Indonesia setelah sebelumnya dijajah Portugis; Spanyol menjajah Moro dan seterusnya. Tampaknya mereka banyak belajar dari sejarah, bahwa sulit sekali mengalahkan umat Islam di medan pertempuran sepanjang Aqidah masih berakar dalam sanubari mereka.

Seiring penjajahan atas negeri muslim, mereka melakukan serangkaian program strategis, tentu semua tak lepas dari misi idiologi, seperti missi 3 G yang sangat terkenal: Gold-Glory-Gospel. Program tersebut, misalnya, selain berupa eksploitasi kekayaan alam, juga berupa dikotomi pendidikan antara pendidikan agama dan ilmu pengetahuan umum. Ibarat bom waktu, praktik ini berdampak pada lahirnya kader "intelektual " yang tidak memiliki kepahaman dan kejuangan akan dienul Islam, padahal di kemudian hari mereka banyak tampil mengisi jabatan-jabatan strategis dan bahkan memimpin negeri muslim dalam format nation state yang sekuler. Di sisi lain, lahir kaum "ahli dien" yang tidak mendapatkan tempat strategis dalam negara--kalau tidak boleh dikatakan kurang mampu memimpin--serta terkesan hanya sebagai 'aksesoris' dalam ritus formal kagamaan. Kaum ini bahkan sering digambarkan sebagai simbol kemunduran dengan performa lusuh dan menggelikan.

Aspek lain yang mereka serang adalah moralitas (akhlak) masyarakat muslim. Orientalis Syatilyn memberikan statement yang cukup terkenal, "Gelas dan artis mampu menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam, maka tenggelamkanlah umat Muhammad ke dalam cinta materi dan syahwat." Hidupnya kolonial di tengah-tengah negeri muslim dengan jargon kemajuan otomatis memberikan inspirasi bagi masyarakat muslim dalam mengartikan arti "kemajuan" itu sendiri yang oleh bangsa penjajah diwujudkan dengan memberikan contoh dalam bentuk pergaulan bebas, mabuk-mabukan, dan perilaku amoral lainnya.

Aspek lain adalah "Invasi Pemikiran" (Gozwul Fikri). Mereka belajar dari resep kemenangan Islam, tak lain adalah akidah sahihah yang selalu melandasi setiap perilakunya, juga jiwa merdeka dari perbudakan sesama manusia serta semangat "hidup mulia atau mati syahid". Dalam kesimpulan mereka, sepanjang "ruh" dari resep tersebut masih mengurat mengakar pada setiap pribadi muslim, maka kekalahan episode berikutnya adalah sebuah keniscayaan.

Karenanya, missionaris Zwimmer pada konferensi yang diselenggarakan negara-negara imperialis di kota Al-Quds menyatakan, "Tugas besar di pundak missionaris yang dikirim negara-negara Nasrani ke negara-negara Islam ialah mengeluarkan umat Islam dari keislamannya agar ia menjadi manusia yang tidak memiliki hubungan dengan Allah. Dengan sendirinya ia kemudian tidak berpegang teguh kepada akhlak yang merupakan lambang suatu bangsa dalam kehidupan." Gladston dengan bahasa lain, "Sesungguhnya kepentingan Eropa di Asia Jauh dan Tengah tetap terancam selama di sana masih ada Alquran yang dibaca dan ka'bah yang kerap dikunjungi." Louis IX berpesan kepada negara Eropa: "Kalian tidak mungkin dapat mengalahkan kaum muslimin di medan perang, kalian harus mengalahkan mereka terlebih dahulu di medan pemikiran. Setelah itu akan mudah bagi kalian untuk menguasai mereka. Dan, mereka adalah kaum yang hati-hati terhadap bius-bius budaya kalian."

Invasi itu berupa tayskik (menanamkan keragu-raguan dan pendangkalan Islam), tasywih (menghilangkan kebanggaan umat Islam terhadap diennya dengan, misalnya, pencitraan negatif bahwa Islam kejam, teroris...), tadzwib (pencampuradukan antara haq dan bathil hingga membingungkan umat Islam dalam memilih) dan taghrib (pembaratan dunia Islam dengan mendorong umat Islam agar menerima pemikiran dan budaya Barat, seperti sekulerisme, nasionalisme dan sebagainya). Secara teknis, antara lain melalui kaderisasi putra-putri terbaik Islam dengan memberikan beasiswa untuk belajar Islam di negeri Barat, yang tentu saja penuh distorsi. Dengan "bekal" legalitas intelektual, sepulang dari study, kader-kader tersebut akhirnya lebih banyak menyuarakan islam versi Barat, didukung hegemoni musuh akan media massa, menjadikan mereka cepat melejit dan selalu menjadi referensi umat untuk klarifikasi atas wacana keislaman yang aktual. Kadang hal itu tidak disadari oleh mereka, karena yang rusak pola pikirnya (tashowwur). Fitnah syubuhat (kesamaran, keraguan akan prinsip Islam) akhirnya "mewabah", sebagai efek domino dari invasi tersebut. Tragisnya, reaksi balik dari ulama' yang hanif dan kredibel tidak seimbang, tampaknya disamping karena tidak didukung sarana/kemampuan teknis yang memadahi, juga diakibatkan lemahnya iradah.

Natijahnya, saat strategi imprialisme modern berlangsung lama, disadari atau tidak, sebuah kekalahan menimpa negeri muslim hampir pada setiap lini kehidupan, mulai dari menjangkitnya paham nasionalisme sekuler di kalangan muslim yang berujung dengan mencampakkan hukum Allah, fitnah syubuhat, krisis akhlak yang akut, kekayaan alam yang sudah terkeruk hingga menghantarkan masyarakat muslim pada jurang kebangkrutan, kebodohan, dan ketertinggalan, serta ketergantungan.

Di antara "prestasi" spektakuler kerja sama Yahudi Nasrani adalah tumbangnya lembaga Khilafah Turki Utsmani. Kamal at-Taturk, "pemimpin masa depan", demikian mereka menjuluki, resmi membubarkan dan menggantinya dengan sistem sekuler 13 Maret 1924, setelah sebelumnya tampil sebagai sosok pahlawan yang dielu-elukan karena dianggap telah mengembalikan kewibawaan Turki dari kekalahan memalukan pada PD I 02 Agustus 1914 M. Tentu itu sekenario yang disiapkan dengan membuat perang jadi-jadian yang berakhir pada kemenangan Kamal, sebuah modus yang biasa dilakukan, baik dalam perjuangan idiologi maupun politik.

Secara kauniyah, bahwa permusuhan itu (Islam vs Yahudi dan Nasrani) berkesinambungan hingga kini, misalnya dapat dilihat pada tragedi-tragedi yang menimpa umat Islam di banyak belahan dunia seperti Palestina, Bosnia, Kosovo, Chechnya, Kasymir, Moro, Ambon, Poso, dan sekarang Afghanistan, disamping perang pemikiran yang juga masih berlangsung.

وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al Baqarah: 217)

Syurga di langit Mu'tah

Hari itu, barisan para pemberani berderap rapi seperti gigi sisir yang indah. Langit Madinah menjadi saksi, kuntum-kuntum azzam yang menggelora dalam setiap dada. Mereka berkumpul, bersiap dengan semerbak iman.

Di sana, ada sesosok manusia yang mereka cinta sepenuh nafas di raga, Nabi Muhammad SAW. Dari bibir manisnya, sebuah seruan indah bergaung dengan sempurna. Angin sahara menyemilirkan sabda Rasulullah ke setiap gendang telinga para sahabat yang terpanggil untuk pergi. Bukan sembarang pergi, karena berperjalanan menempuh banyak lembah kali ini tidaklah untuk bersenang. Nabi yang Ummi, kekasih yang sungguh mereka cintai dengan begitu benderang, mengembankan sebuah amanah. Berjihad.

Hari itu di bulan Jumadil Awal tahun ke delapan Hijrah (629M), para sahabat yang begitu merindukan surga sebagai tebusan kehidupan fana dunia, menyambut seruan nabi mulia dengan berserpih kesungguhan. Alangkah indah bisa menjadi para mujahid pemberani pembela agama dengan jaminan pasti dari manusia mempesona seperti Muhammad. Sejarah menorehkan sebuah kisah pembunuhan utusan Muhammad, oleh gubernur Heraklius di Bushra. Itulah muasal genderang panggilan jihad. Para ksatria pilihan Al-Musthafa berjumlah 3000 orang. Mereka semua adalah para sahabat yang tangguh dan telah banyak melakukan peperangan. Al-Musthafa menunjuk Zaid bin Haritsh sebagai panglima.

Sebelum pergi, mereka mendengar untaian pesan nabi. Sebuah taklimat yang mereka patri dalam-dalam di relung dada:

Short post here
Extended post here

"Pabila Zaid syahid atau terluka, maka panglima kalian adalah Ja'far bin Abi Thalib.Jikalah Allah mentakdirkan Ja'far gugur dan terluka, adalah Abdullah bin Rawahah yang kan menggantikannya. Dan ketika Abdullah pun mengalami hal serupa, kalian diperkenankan memilih sendiri panglima pemberani"

Sebelum berderap menuju medan pertempuran, mereka masih juga mendengar dengung indah lantunan perintah Rasulullah, yang disemat baik-baik oleh para perindu surga :

"Jangan bunuh anak kecil,jangan bunuh perempuan,jangan menebang pepohonan,dan janganlah engkau menghancurkan rumah tempat bernaung"

Mereka pergi dengan banyak tengadah, kepada yang Maha Perkasa. Mereka berbaris menjauhi Madinah dengan banyak pinta yang dilantunkan oleh kaum Muslimin, semoga para ksatria kembali dengan membawa kemenangan.

Berita keberangkatan pasukan muslimin sudah terlebih dahulu sampai. Pihak musuh saat itu bersiap penuh. Penguasa Heraklius mengumpulkan kelompok-kelompok kabilah di sekitar Syam. Selain itu didatangkan juga bantuan tentara yang terdiri dari orang Yunani dan orang Arab. Sejarah mengisahkan jumlah pasukan Rumawi yang bersiaga mencapai dua ratus ribu orang. Ketika mengetahui jumlah yang akan dihadapi begitu jauh dari perkiraan, banyak dari para sahabat yang merasakan kekhawatiran. Namun, Abdullah bin Rawahah yang dikenal berani dan suka bersyair itu dengan lantang berkata:

"Saudaraku, apa yang tidak kita senangi, justru itu yang kita cari sekarang ini, kita memerangi mereka bukan karena kehebatan senjata, bukan karena kekuatan dan juga bukan karena jumlah yang besar. Kita perangi mereka hanya karena kita mencinta agama yang dengannya Allah memuliakan kita. Marilah saudaraku, kita maju. Kita rengkuh satu dari dua pahala : menang atau mati syahid". Dan semangat para sahabat kembali menyala. Dengan mengucap basmalah, mereka kembali maju mendekati musuh.

Di perbatasan Balqa', desa Masyarif, akhirnya kedua pasukan bertemu, kaum Muslimin mengelak ke daerah Mu'tah sebuah desa di pinggiran Syam yang mereka anggap dapat dijadikan kubu pertahanan. Perang berkecamuk. Mu'tah mengabadikan keagungan iman para ksatria yang melawan dengan jumlah musuh tak sebanding. Zaid sebagai panglima melesat ke tengah peperangan seperti anak panah lepas dari busur tanpa sedikit keraguan pun. Kematian bukan hal yang ditakutinya, ia merindukan kemenangan atau mati syahid. Helai cinta kepada Al-Musthafa terjalin begitu rapi, hingga Zaid terus mengingat senandung jaminan manusia berparas mempesona, masuk surga. Zaid terus bertempur, mengayun pedang, mengejar musuh dan mempertahankan bendera. Namun badannya tak mempunyai mata, beberapa tombak tak kuasa ia elak.

Tombak-tombak musuh kian memburunya. Zaid tersungkur, wajahnya mencium jelita pasir yang bersimbah merah. Bendera tetap berada dalam genggaman. Ia rasakan tubuhnya semakin ringan, padahal kulitnya tak lagi sempurna, tak ada celah selain robek akibat ratusan tombak para sang durja. Sejeda kemudian, ada nafas terhembus dari raga sang panglima. Degup jantungnya berhenti, tak ada lagi denyut nadi. Panji Islam, tertancap agung di sebelahnya. Kibarnya mengangkasakan ruh yang disambut para bidadari dari surga. Kekasih Rasulullah pergi, temui Rabb yang Maha Tinggi.

Ja'far melesat mengais bendera dan kini bendera berkibar di tangan pemberaninya. Kecamuk perang kian berdentang. Pedang beradu pedang, tombak melayang tak kenal arah, kepala terpenggal, dada tertembus, belum lagi pekikan. Dan pabila terdengar gema Allahu Akbar, maka semakin banyak dada para pemberani membusung menjemput musuh. Bau amis menyeruak pengak. Ja'far melaju ke tengah kancah. Tak ada rasa takut yang hinggap, ia menyambut para penyerangnya.

Mu'tah bersaksi, banyak bibir sahabat tersenyum menyongsong penghilang kesenangan. Tak terkecuali dengan sang pengganti panglima, Segera ia melompat dari kuda kebanggaan. Sekali tebas, kaki-kaki kekar kudanya telah terbelah. Bukan, bukan ia tak mengenal kasih sayang, ia hanya khawatir kudanya kelak menjadi tunggangan musuhnya. Kini ia berada di pepasir Mu'tah, mengayun pedang dan mempertahankan bendera. Panji kebangggan Islam, terus terbumbung di angin sahara. Bau udara tak lagi sama. Ja'far terus menyongsong pasukan Rumawi sepenuh keimanan dalam hatinya. Sebuah syair ia bumbungkan ke angkasa. Deru angin membantu menghantar syairnya menembus langit dan pendengaran para prajuritnya :

Oh semerbak surga kian mendekat, segar dan sejuk gemericik air minumnya. Ada banyak kemilau tahta di sana. Dan Rum, Adalah Rum yang dekat azabnya, Kafir dan sangat jauh hubungan nasabnya. Bila bertemu, ku kan segera memenggal mereka

Detik selanjutnya, sebilah pedang terhunus merenggut sebelah tangan kanan pemegang bendera. Ja'far mundur. Tangan sebelah kirinya masih sempurna, wajah tampan yang mirip dengan raut Rasulullah itu masih tersenyum meraih panji kebanggan. Ia kembali melesat, menerjang pasukan berbaju besi. Dan kali ini tangan yang sebelah kiripun putus, dibabat penuh sang durja dari Romawi. Apakah Ja'far menangis pedih? Tidak, ia masih saja menerbangkan senyum kesyukuran, panji Islam tak boleh jatuh. Ia mendekap amanah Rasulullah dengan sisa tangan dan dadanya. Panji tetap berada di ketinggian. Ja'far memandang kibar bendera di angkasa, membayangkan seraut wajah yang melimpahinya kesayangan, wajah rembulan Al-Musthafa. Ingin sekali ia melaju lagi, namun badannya kini terbelah, pedang musuh begitu pongah. Pepasir Mu'tah menyambut sang syuhada. Ja'far rubuh menyusul panglima pertama. Awan berarak, udara bergerak, suara semakin memekak, namun tubuh Ja'far sunyi.

Setelah Ja'far syahid, Abdulllah bin Rawahah lah yang kini menyambut panji amanah Rasulullah. Dengan berkuda ia meraih bendera, sementara ia berfikir untuk turun, ia ragu sejenak. Mengenang sang pemberi amanah, langsung ia mengenyahkan keraguan dalam hatinya. "Kenapa engkau masih membenci surga wahai Abdullah," itulah yang dikatakannya kepada dirinya sendiri. Dengan hati lapang, ia maju sebagai panglima yang ketiga. Dan ternyata pilihannya tidak salah, ia pun syahid menyusul panglima-panglima kebanggaan Rasulullah.

Akhirnya setelah syahidnya Abdullah maka para sahabat melakukan pemilihan pemimpin pasukan, dan jatuhlah pilihan kepada bahu Khalid bin Walid yang terkenal ahli strategi perang. Khalid yang melihat kekuatan musuh begitu tangguh sedangkan semangat pasukan muslim kian melemah, mengatur siasat. Anak buahnya di posisikan berpencar dengan jumlah yang kecil. Posisi itu memanjang dan berada di belakang sisa pasukan. Ketika pagi tiba, pasukan yang berpencar itu melakukan hiruk pikuk yang riuh rendah hingga menimbulkan kesan bala bantuan datang dari pasukan Nabi. Dan memang kesan itu membuat gentar pihak musuh, mereka berfikir beribu kali untuk melakukan pertempuran. Pihak Rumawi kemudian memerintahkan pasukannya mundur. Hingga kesempatan ini digunakan Khalid juga untuk menarik pasukannya kembali ke Madinah. Pertempuran ini tidak memberikan kemenangan bagi ke dua belah pihak. Pasukan Muslimin pulang tanpa kemenangan dan juga kekalahan.

***
Berita petaka Mu'tah, segera sampai. Nabi berduka. Bergegas, langkahnya menuju rumah para panglima yang menjadi syuhada.

Tiba di rumah Zaid bin Harits yang merupakan anak angkatnya, saat itu tak seperti biasanya Nabi menangis atas sebuah kematian, hingga para sahabat yang menyaksikan bertanya-tanya dan khawatir. "Duhai manusia pilihan, mengapakah engkau menangisi sebuah kepergian?" tanya mereka kepada Nabi. Lembah madinah menjadi saksi, ketika bibir manis sang Al-Musthafa mendendangkan sebuah jawaban: "Ini adalah tangisan seorang kekasih kepada kekasihnya".

Untuk Ja'far, Al-Musthafa menggemakan suaranya di lengang udara "Aku, Muhammad, telah melihat Ja'far bersenang dalam Jannah memiliki dua sayap berbulu putih, berlumur darah".

Dan untuk mereka bertiga, yang telah syahid sebagai panglima, sebagai ksatria di taman sejarah, dalam satu peristiwa yang sama, dalam ekspedisi Mu'tah. Nabi berkata, "Mereka telah diangkat ke surga dan berada di ranjang emas".

***
Berbahagialah para perindu surga seperti mereka. Tidakkah kita menginginkan kenikmatan bertemu bidadari yang menurut Nabi, kerudung yang menyapu kepalanya saja tak pernah akan sebanding dengan keindahan yang pernah kau saksikan di dunia. Tidakkah kau memendam keinginan untuk tamasya ke sana? Menjumpai bidadari. Membuktikan syair Ibnul Qayyim dalam kasidahnya:

Kami bidadari jelita, Abadi..., suci..., pelepas dahaga Pandanglah kami, dan kau kan mampu berkaca Untuk apa ada sebening cermin Jika ada pipi merona Dan senyuman mutiara Pasangan kami Orang yang mulia

***
sumber: elazhar.net

Mu'tah

Malam yang sulit silih berganti datang kepadaku
Duka lara datang kepadaku jika manusia tidak bisa tidur
Ingat kekasih membuatku mengalirkan air mata dengan deras
Setiap kali aku ingat mereka, aku menangis
Ketahuilah, sesungguhnya kehilangan orang tercinta adalah musibah
Betapa banyak orang diuji, kemudian bersabar
Kulihat orang-orang pilihan kaum Mukminin gugur secara bergantian
Satu orang disusul orang lain
Allah tidak menjauhkan para korban yang meninggal secara bergantian
Di Mu’tah, di antaranya pemilik dua sayap, Ja’far,
Zaid, dan Abdullah yang meninggal secara beruntun
Ketika sebab-sebab kematian datang di suatu pagi
Mereka berjalan dan menuntun kaum Mukminin
Kepada kematian dengan senang hati dan cerah
Ia lebih putih daripada bulan purnama dan berasal dari keturunan Hasyim
Ia pantang menyerah dan pemberani jika menghadapi kezhaliman
Ia menikam hingga jatuh tanpa bantal
Di medan perang karena terkena tombak yang mematikan
Ia pun bersama para syuhada’
Pahalanya adalah Surga dan taman-taman hijau
Kami lihat Ja’far menempati janji Muhammad dan tegas dalam menyuruh
Islam selalu mempunyai pilar-pilar tangguh dari Bani Hasyim
Dan itu akan selalu menjadi kebanggaan
Mereka laksana gunung Islam
Sedang manusia rendah di sekitar mereka
Di antara tokoh-tokoh mereka adalah Ja’far, saudaranya yaitu Ali
Ahmad yang terpilih manjadi nabi
Hamzah, Abbas, dan Aqil
Dengan mereka semua, segala kesulitan di masa-masa sulit menjadi hilang
Jika manusia mendapatkan kesukaran
Mereka adalah wali-wali Allah dimana Allah menurunkan hukumNya kepada mereka.
Dan pada mereka ada kitab yang suci ini.