03 November 2005

Hijrahlah Segera Wahai Saudaraku....



Bulan Muharram memang telah lama berlalu, namun kita baru saja melalui Ramadan-Nya yang mulia dan sekarang kita berada di bulan Syawal-Nya yang penuh dengan gema takbir kemenangan. Belum terlambat bagi kita yang masih dalam kondisi lemah, futur dan "gelap" untuk melakukan hijrah yang sejati, hijrah dari hal-hal yang Allah haramkan dan subhat. Hijrah tidak hanya berarti meninggalkan sutau daerah secara fisik untuk mendapatkan hkebaikan sebagaimana para Ash Habul Kahfi yang pergi menyepi dari ramainya dunia yang parah dengan segala kerusakan atau seperti Rasulullah Muhammad saw ketika meninggalkan Makkah al Mukarramah menuju Madinah al Munawarrah demi mendapatkan medan da'wah yang kondusif, lebih asasi dari itu ma'na hijrah sebenarnya adalah kemampuan dan kemauan diri kita untuk menjadi pribadi yang sukses, pribadi yang mau untuk berubah menuju kondisi yang lebih baik menuju ridha Allah dan semakin dekat pada-Nya. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal tentang hijrah.

Pilar-Pilar Hijrah.

Eesensi hijrah yang baik. Membaranya besi Makah (penyiksaan, kezaliman dan berbagai penyelewengan terhadap pengikut rasulullah) ketika itu, menjadikan Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan perpindahan syar'i (hijrah) dari Mekah ke Madinah. Perpindahan ini sendiri adalah awal dari tekad perubahan atau dalam istilah apapun (reformasi, tajdid, islah, dll.) dari situasi yang tidak menguntungkan kepada situasi yang lebih menguntungkan. Dari situasi yang stagnan terhadap situasi yang lebih dinamis. ? Tulisan kali ini hanya menggambarkan poin per poin pilar-pilar hijrah yang harus dilakukan ummat ini dari masa ke masa:

Pertama: Hijrah 'aqadiyah.
Yaitu tekad dan komitmen penuh untuk melakukan hijrah dari berbagai "tuhan" dalam hidup kita, termasuk tuhan-tuhan tokoh, harta, kedudukan, persepsi, dll. Menuju kepada Tuhan Yang Maha Tunggal, Allah SWT. Barangkali, wacana ketuhanan Ibrahim akan sangat membantu kita dalam hal ini. Ibrahim memulai menemukan tuhannya dalam bentuk bintang-bintang. Namun karena timbul bulan yang kelihatannya lebih besar dan bersinar, ia pun memiliki keberanian untuk mengetakan "no" kepada bintang-bintang tersebut. Beberapa masa kemudian, ternyata bulan seolah mengilang dari pancaran mentari yang bersinar. Maka dengan kebesaran jiwa yang dimilikinya, Ibrahim mampu melepaskan diri dari mempertuhankan bulan menuju kepada keyakinan akan ketuhanan matahari. Tapi tatkala matahari tenggelam, ia pun berkesimpulan, "inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatarassamawati walardh haniifan musliman wa maa ana minal musyrikiin". Proses pencapaian kemurnian akidah Ibrahim ini adalah contoh kongkrit yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Betapa kekaguman kita terhadap seorang tokoh misalnya, namun jika pada akhirnya fakta mengharuskan kita untuk mengambil sikap bersebelahan, maka kita harus melakukannya. Sikap sebagian ummat selama ini, yang cenderung mengidolasasikan (memberhalakan) pemimpin seudah masanya diilhami oleh hijrah (perpindahan positif) ke arah yang lebih positif.

Kedua, Hijrah Ta'abbudiyah.
Yaitu tekad dan komitmen penuh dari ummat ini untuk melakukan perubahan konsepsi terhadap ibadah dalam Islam. Selama ini, ummat masih memahami makna ibadah sebagai kegiatan-kegiatan ritual yang terlepas dari masalah-masalah sosial dalam kehidupannya. Konsekwensinya, terjadi "personal split" (personalitas yang kontradiktif), di satu sisi merasa menjadi hamba yang saleh karena banyak melakukan haji, namun di sisi lain, tanpa menyadari, menjadi hamba yang korup dalam berbagai bentuknya. ? Pemahaman terhadap konsepsi ibadah di atas sudah masanya dirubah, direform, sehingga ummat ini tidak lagi kehilangan banyak kunci-kunci syurga. Kunci-kunci syurga dalam bentuk amal-amal kemasyarakatan, termasuk dalam pengelolaan negara dan bangsa. Untuk ini (mengutip Eep), khutbah jum'at sudah harus dirubah isinya, yang selama ini melihat pembicaraan mengenai hal-hal politis (tanpa bermaksud politiking), dianggap tabu. Sebab hanya dengan menyadarkan ummat akan makna ibadah dalam proses amar ma'ruf, penegakan keadilan dan penanaman motivasi agar ummat bangkit melakukan kewajiban dan memperjuangkan hak, ummat akan terhindari dari prilaku penguasa yang cenderung memperbudak.

Ketiga, Hijrah Akhlaqiyah.
Yaitu perubahan perilaku, baik lahir maupun bathin (Al Akhlaq wassuluk), ke arah yang islami. Akhlaq yang diajarkan oleh Islam sesungguhnya adalah perilaku manusia yang universal. Satu contoh misalnya, ketika di musim haji anda akan merasakan betapa "attitude" manusia akan beragam, termasuk yang sangat "kasar" (melompat di atas kepala sesama yang lagi duduk berdzikir) misalnya. Padahal, dalam hadits disebutkan bahwa dilarang duduk di antara dua orang tanpa seizinnya (hadits). Lalu bagaimana melompati kepala orang?

Keempat, Hijrah 'Aqliyah Tsaqaafiyah.
Yaitu tekad untuk membenahi sistem pemikiran dan cara pandang kita sebagai Muslim. Salah satu ajaran penting Islam dalam hal ini adalah bahwa manusia telah dimuliakan dengan kemampuan intelektual ('allama Aadam). Oleh sebab adalah pengingkaran terbesar terhadap ni'mat Allah jika kemampuan ini tersia-siakan, dengan mengekor kepada cara pandang orang lain tanpa reserve. Termasuk cara pandang dalam melihat kehidupan misalnya. Amerika yang dipersepsikan sebagai "the most super power" and by some others perceived to be the most civilized country, cenderung diikuti dalam berbagai kebijakannya. Tanpa disadari sebagian ummat ini terlibat dengan prilaku ini, yang seusngguhnya pada saat yang sama terjatuh dalam sebuah penjajahan baru, yaitu intellectual colonization (penjajahan intellektual).

Kelima, Hijrah Usrawiyah.
Yaitu tekad dan komitmen baru untuk melakukan perubahan dalam pola pembangunan keluarga. Keluarga disebutkan secara khusus karena keluarga merupakan institusi terpenting untuk melakukan pembenahan-pembenahan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Gagalnya institusi keluarga merupakan kegagalan dalam institusi kemasyarakatan yang lebih luas. ? Kalau selama ini, sebagian ummat terlalu "materialistic minded" dalam membangun kehidupan keluarganya, mungkin sudah masanya dilakukan pembenahan dengan peruabahan ke arah yang lebih seimbang antara "material dan spiritual". Jika ummat terlalu termotivasi untuk mendidik anak ke jenjang tertinggi, Ph.Ds dalam ekonomi, politik, dll. Mungkin sudah masanya dibarengi dengan pendidikan tertinggi pula daklam hal kerohaniaan. Intinya, hijrah ke arah kehidupan keluarga yang Islami, yang ditndai oleh kesuksesan dunia akhirat (fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah).

Keenam, Hijrah Ijtima'iyah.
Tekad dan komitmen dari semua anggota ummat ini untuk melakukan perubahan- perubahan ke arah yang lebih positif dalam kehidupan jama'ahnya, dalam segala skala kehidupannya, baik politik, ekonomi, legal dan hukum dll. Untuk mencapai perubahan ini, diperlukan strategi-strategi yang sesuai, yang menuntut kemampuan ijtihadiyah dari anggota ummat ini. Mungkin akan keliru, jika ada di kalangan ummat ini yang mengakui bahwa metode pencapaian jama'ah islam (istilah apapun namanya, negara atau khilafah islamiyah) adalah miliknya semata. Berbagai kelompok, yang berada pada jalur ini (upaya pencapaiannya), berada pada persimpangan "ijtihadi" yang mungkin benar dan mungkin salah. Yang pasti, bahwa memang ada perbedaan kadar kebenaran dan kesalahan yang dimiliki masing-masing kelompok tersebut. Tinggal bagaimana agar kebenaran yang ada pada masing-masing pihak dapat dikoordinasikan sehingga mampu menutupi kekurangan-kekurangan yang ada.
Nah...marilah wahai saudaraku, mari mumpung kesempatan itu masih diberikan-Nya pada kita, mumpung Allah masih memberikan kasih-Nya yang sangat luas, selagi ampunan Allah masih seluas alam raya, mari...marilah kita lakukan perubahan dalam diri. Mari jadikan momentum Idul Fitri ini sebagai tonggak awalan kita untuk menapaki hari esok yang lebih baik yang lebih menjanjikan daripada hanya segala kefanaan duniawi yang kita kejar selama ini. Wahai saudaraku.... wahai diri yang bernaung dalam ketiadaberdayaan janganlah kita pakai jubah kesombongan dan keangkuhan milik-Nya yang kita tiada boleh mengenakannya melainkan hanya Allah saja yaa... hanya Allah 'azza wajalla yang berhak memakai jubah itu karena memang Dia-lah yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.


No comments: