01 September 2005

Asosiasi Istri Pendukung Suami Poligami

Berita ini mungkin akan ‘menyengat’ para aktifis perempuan dan gender yang paling alergi
mendengar kata ‘poligami’. Tapi di Mesir, asosiasi itu benar-benar ada dan banyak peminatnya.



Hidayatullah.com --Adalah Hayam Dorbek, 42 tahun. Dalam sebuah debat di televisi, ibu dua anak mencengangkan banyak orang, terutama aktifis perempuan yang sering dianggap pembawa gagasan gender dari Barat. Pasalnya, Dorbek justru mengajak pemerintah dan wanita seluruh negeri di kota itu untuk menggalakkan ta’adud atau yang sering disebut poligami.

Dalam debat yang ditayangkan di sebuah televisi, Dorbek sempat membuat kaget banyak orang. Menurutnya, Mesir dan negeri-negeri Arab di Timur-Tengah harus lebih terbuka lagi dan menggalakan poligami. Karena itu, dia, mengajak para wanita Mesir untuk mempromosikan suaminya agar bisa menikah lagi. Sebelum gagasannya dikampanyekan keluar, awalnya, Dorbek merasa tak siap dengan itu. Menariknya, justru dua anaknya yang paling dicintai malah mendukungnya.

Apalagi dengan kesibukannya dalam pekerjaan, baginya, sang suami tidaklah cukup mempunyai satu orang istri saja, katanya dikutip Associated Press (AP), (29/8), Senin kemarin. Dia merasakan, konsep Islam tentang poligami justru jawaban bagi banyak dari penyakit sosial di Mesir. Karena itu, dirinya pernah menulis artikel berjudul "Satu Isteri Tidaklah Cukup," dan telah membantu suatu asosiasi bernama "Al-Tayseer," atau pemberian kemudahan, untuk mempromosikan poligami.

Tentu saja, gagasannya itu menyengat kalangan aktifis gender. Nihad Aboul-Qomsan, Direktur Center for Women's Rights (CWR), Mesir dengan sinis menyebut gagasan itu akan membuat Mesir mirip Arab Saudi yang dianggapnya konservatif. Namun Dorbek justru menyangkal. Menurutnya, gagasan mendukung suami untuk berpoligami itu sesuai dengan perkembangan kebutuhan dunia modern. Menurutnya, memberikan kesempatan menikah lagi itu adalah alternative atas dekadensi Barat.

“Aku meminta hak kaum wanita: hak-hak mereka menikah sekalipun menikah satu pria," ujarnya. Tapi, poligami adalah "izin yang diberikan Tuhan untuk menstabilkan masyarakat dan memecahkan permasalahannya," tambahnya lagi. Berpoligami, ujarnya, akan menghentikan kebiasaan buruk termasuk budaya affair, sebagaimana dilakukan para pejabat tinggi. Gempuran dan rasa sinisme terhadap poligami, menurut Dorbek adalah akibat gencarnya arus sekularisme dari Barat dan merusak Islam.

"Arus sekular dalam masyarakat telah memberangus suara Islam dan mengaburkan mereka," katanya. Undang-undang Mesir membolehkan pria berpoligami. Namun, kebanyakan pria Mesir jarang mempraktekkannya. Ini agak berbeda disbanding di belahan negeri-negeri Arab lainnya. Meski demikian, beberapa waktu belakangan ini, budaya poligami di negeri itu mulai meningkat. Salah satu contohnya adalah Arafat Sayed. Pengusaha asal selatan kota Luxor ini telah menikah dengan tiga istri dan akan mempertinbangkan menikah keempat kalinya.

"Kamu bisa menikah dengan hanya satu wanita, tetapi mempunyai masalah yang mana menjadi lebih baik?" katanya. Hal yang sama terjadi pada Nagwa. Namun pria yang tinggal di kota Sinai ini lebih dulu menyarankan agar menikah lagi sesuai dengan ketentuan agama. Sebab dengan cara itu perniakahannya akan terjaga. Terutama akan melindungi hak wanita yang akan dinikahi. "Pada mulanya merasa cemas," kata Nagwa."Tetapi ketika kamu bersama seseorang yang sangat takut pada Allah, ia akan menjagamu."

Faktanya, meski kalangan aktifis perempuan sewot, Dorbek mengaku makin yakin gagasannya berkampanye mendukung para suami menikah lagi. Menurutnya, telah ratusan pria mendukung kampanye nya dan menemukan seorang isteri kedua. Sebaliknya, sudah belasan wanita menghubungi nya dan berencana akan mencarikan suaminya istri lagi.

Praktek Lama

Praktek poligami bukanlah hal baru. Sejak zaman raja-raja Nusantara dulu, praktek seperti ini sudah biasa dilakukan para raja yang dikenal memiliki puluhan selir. Bedanya dengan Islam, praktek seperti ini dibatasi hanya empat orang dan harus benar-benar adil.

Di Indonesia, praktek seperti ini sebelumnya tak pernah dipermasalahkan kecuali munculnya wanaca gender dari Barat. Umumnya, beberapa ulama dan kiai besar dari NU dikenal memiliki istri lebih dari satu. Menariknya, belum ada berita perkawinannya bermasalah. Beberapa tahun lalu, kelompok aktifis perempuan sempat mengeluarkan daftar calon anggota dewan yang tak layak dipilih karena dianggap punya kelakuan buruk. Anehnya, seorang pakar hadits dari salah satu partai Islam dimasukkan sebagai tokoh berperilaku buruk karena dianggap telah mempraktekkan poligami.

Umumnya para aktifis perempuan yang alergi poligami, sering mengaitkan praktek itu sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga atau melecehkan harkat dan martabat perempuan. Namun hingga kini, tak terdengar suara LSM atau aktifis perempuan yang menentang perselingkuhan, pergaulan seks bebas atau maraknya sexual dissorder (hubungan lawan jenis) dan mengeluarkan daftar serupa sebagai orang berperilaku buruk.
(HoustonChronicle.com/AP/Hid/Cha)

No comments: