29 October 2005

Lailatul Qadar Malam yang Mencerahkan



إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ * تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ * سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ *

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu, malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar" (QS Al-Qadar [97]: 1-5).


Tersebutlah seorang pemuda ahli maksiat. Tiada hari baginya kecuali diisi dengan mabuk-mabukan, berjudi, main wanita, dan sederet kemaksiatan lainnya. Suatu malam ia berkeliling mencari wanita yang mau diajak kencan. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Dari sebuah rumah berlentera terang, terdengar olehnya suara merdu. Pemuda itu segera tahu bahwa di dalam rumah berdiam seorang wanita rupawan dan tak bersuami. Ia segera masuk, lantas tertegun memandangi seorang wanita rupawan yang tengah membaca Alquran. Ia semakin tertegun tatkala mendengar wanita itu membaca ayat berbunyi: "Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka untuk mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?" (QS Al-Hadiid [57]: 16).

Mendengar ayat tersebut, hati si pemuda tergetar. Ayat itu seakan-akan ditujukan kepadanya. Hatinya yang sekian lama diliputi karatan dosa seakan terkuak. Cahaya iman yang telah sekian lama padam, kini bersinar kembali. Saat itu ambruklah nafsu syahwatnya. Ia tertunduk lesu dan menangis. Ia pun berlari ke masjid untuk segera bersujud kepada Allah yang telah lama dilupakannya. Sejak peristiwa itu, kelakuan sang pemuda berubah 180 derajat. Ia larut dalam ibadah dan mencari ilmu. Pemuda itu, tidak lain adalah Fudhail bin 'Iyadh. Kemudian ia dikenal sebagai seorang sufi besar pada zamannya.

Malam pencerahanPencerahan. Itulah peristiwa yang dialami Fudhail bin 'Iyadh. Dalam pandangan Hamka, pencerahan adalah inti dari Lailatul Qadar. Secara khusus pula, penulis Tafsir Al-Azhar ini, mencontohkan peristiwa masuk Islamnya Umar bin Khathab sebagai Lailatul Qadar.

Umar yang masih kafir, saat itu membaca lembaran-lembaran mushaf yang direbut dari adiknya. Terbaca olehnya firman Allah dalam QS Thahaa [20] ayat 1-5, Thaahaa! Kami tidak menurunkan Alquran ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kapada Allah). Diturunkan dari Allah yang menciptakan langit dan bumi, yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arasy.

Ayat ini benar-benar menyentuh hati Umar. Lalu muncul suasana batin yang mengubah arah hidupnya. "Itulah saat kemuliaan yang melebihi seribu bulan," demikian tulis Hamka.

Makna Lailatul Qadar

Ada ulasan menarik yang diungkapkan Prof Dr Quraish Shihab dalam bukunya, Membumikan Alquran (Mizan, 1997) tentang makna Lailatul Qadar. Ia menafsirkan Lailatul Qadar dari sudut bahasa. Lail biasa dimaknai sebagai malam. Sedangkan al-qadr dimaknai dalam tiga arti, yaitu: Pertama, penetapan atau pengaturan. Dari sini Lailatul Qadar dipahami sebagai malam penetapan bagi perjalanan hidup manusia. Dalam surat Ad-Dukhan [44] ayat 3-4 difirmankan, "Sesungguhnya Kami menurunkannya (Alquran) pada malam yang diberkati; sungguh, Kamilah yang memberi peringatan. Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah".

Kedua, kemuliaan. Semua sepakat bahwa Lailatul Qadar adalah malam mulia yang tiada bandingannya. Kemuliaannya setara dengan seribu bulan. Ia pun mulia karena menjadi saat turunnya Alquran, serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.

Ketiga, sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi (QS Al-Qadr [97]: 4). Kata qadr yang berarti sempit digunakan Alquran antara lain dalam ayat 26 surat Ar-Ra'd [13] ayat 13 dalam konteks rejeki.

Ketiga arti tersebut dapat menjadi benar. Bukankah Lailatul Qadar adalah malam mulia, yang bila diraih maka ia dapat menetapkan masa depan manusia? Rasulullah SAW adalah orang pertama yang mendapatkannya. Allah SWT mengangkat beliau sebagai rasul. Dengan pengangkatan tersebut, bukan hanya masa depan beliau saja yang berubah, tapi juga masa depan umat manusia.

Bukankah pada malam itu para malaikat turun ke bumi membawa kedamaian? Hidup manusia, hakikatnya adalah pergulatan antara malaikat dan setan. Malaikat akan selalu membisikkan kebenaran; sedangkan setan akan selalu membisikkan keburukan. Maka, beruntunglah orang yang mendapatkan Lailatul Qadar. Sebab, ia akan mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Dan ia pun akan selalu di dampingi malaikat, sehingga hidupnya terbimbing.

Menanti dengan Iktikaf

Seseorang tidak bisa mengklaim dirinya telah mendapatkan Lailatul Qadar. Hanya Allah saja yang berwenang untuk menentukan. Kita hanya bisa berikhtiar untuk mendapatkannya.

Apa yang dapat kita lakukan untuk mendapatkan Lailatul Qadar? Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk melakukan iktikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah SAW masuk masjid sebelum terbitnya matahari pada hari keduapuluh Ramadhan. Beliau beriktikaf dan memfokuskan diri untuk ibadah dan tafakur, sehingga akan lahir kesegaran jiwa dan kebersihan hati.

Rasulullah SAW sangat mengajurkan keluarga dan sahabatnya untuk beriktikaf, untuk meraih keridhaan Allah dan malam seribu bulan. Diriwayatkan oleh Aisyah RA, "Pada permulaan sepuluh malam terakhir Ramadhan, Rasul Saw mengetatkan ikat pinggang dan mengerjakan shalat sepanjang malam, dan membangunkan semua anggota keluarganya untuk shalat" (HR Bukhari).

Lailatul Qadar adalah peristiwa mulia. Menurut sementara ulama, kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan Lailatul Qadar sangat sulit diraih kecuali oleh orang-orang yang mempersiapkan jiwanya untuk menerimanya. Itulah sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya. Karena Ramadhan adalah bulan penyucian diri. Oleh sebab itu, kedatangannya diperkirakan terjadi pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Pada waktu itu, diharapkan, jiwa-jiwa orang yang berpuasa telah mencapai tingkat kesucian tertentu.

Apabila jiwa telah siap, dan Lailatul Qadar datang menemui seseorang, maka saat itu malam kehadirannya menjadi saat yang qadr. Dalam arti, sangat menentukan perjalanan hidupnya di masa depan. Saat itu menjadi titik tolak baginya guna meraih kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Sejak saat itu pula para malaikat akan selalu membimbingnya dalam kebaikan sampai terbitnya fajar kehidupannya yang baru di hari kemudian.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berkata, "Hati yang mencapai kedamaian dan ketentraman, mengantar pemiliknya dari ragu menjadi yakin, dari kebodohan kepada ilmu, dari lalai kepada taat, dari riya kepada ikhlas, dari lemah kepada teguh, dan dari sombong kepada tahu diri". Boleh jadi, kondisi itulah yang terjadi pada Umar bin Khathab dan Fudhail bin 'Iyadh. Allah SWT berkenan menganugerahkan percikan Lailatul Qadar ke dalam hati mereka. Itulah yang kelak mengubah jalan hidupnya. Wallahu a'lam bish-shawab.

sumber: republika.co.id

No comments: