05 May 2006

HAWA NAFSU

HAWA NAFSU



Manusia senantiasa bertarung dengan hawa nafsunya, sampai ia mengalahkannya atau hawa nafsu yang mengalahkan dia, atau pertarungan itu akan terus berlangsung sampai maut menjemputnya.

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا. فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
"Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kedurhakaan dan ketaqwaannya. Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya." (Asy-Syams: 7-10).

Rasulullah saw mengisyaratkan dalam sabdanya: "Fitnah-fitnah (kemaksiatan) dipampang di hadapan hati satu persatu. Maka hati mana saja yang mencintainya, akan diberi titik hitam padanya. Dan hati mana saja yang mengingkarinya, akan diberi titik putih padanya. Sehingga hati menjadi dua macam, ada yang menjadi putih bagaikan batu karang. Hati yang begini tidak dapat dirusak oleh kemaksiatan. Ada yang menghitam, yang tidak mengenal yang mu'ruf dan tidak me-ngingkari yang mungkar."

Manusia, dalam pertarungannya melawan hawa nafsu, terbagi menjadi tiga golongan:
  1. Golongan yang terkalahkan oleh hawa nafsunya, maka ia condong ke bumi dan cenderung kepada dunia. Mereka itulah orang-orang kafir dan orang-orang yang mengikuti jejak orang-orang yang lupa kepada Allah, maka Allah membuat mereka lupa akan dirinya. Tentang mereka Allah swt menerangkan:

    أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُون
    "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, dan Allah membiarkan dia sesat berdasarkan ilmunya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Al-Jatsiyah: 23)

  2. Golongan yang berjuang untuk melawan dan bertarung dengan hawa nafsunya. Kadang-kadang mereka menang dan kalah. Kalau mereka melakukan kesalahan, segera mereka bertaubat. Kalau mereka melakukan kemaksiatan kepada Allah, mereka lalu menyesali perbuatannya dan memohon ampunan-Nya.

    وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُون
    "Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan dosa atau mendzalimi diri mereka sendiri, mereka (segera) meng-ingat Allah, lalu mereka memohon ampunan atas segala do-sanya. Dan siapakah lagi yang akan mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak terus menerus melakukan (kemak-siatan itu) sambil mereka mengetahui." (Ali Imran: 135).

    Merekalah orang-orang yang diisyaratkan oleh Rasulullah saw dengan sabdanya: "Setiap anak Adam, melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat." (Riwayat Ahmad dan At-Tirmidzy).

  3. Golongan orang-orang yang ma'shum (terpelihara dari dosa)
Diriwayatkan dari Wahb bin Munabbih tentang masalah ini, katanya:
"Sesungguhnya iblis telah bertemu dengan Yahya bin Zakariya 'alaihimassalam. Maka berkatalah Yahya bin Zakariya kepada-nya: "Ceritakanlah kepadaku tentang tabiat anak Adam yang kamu ketahui!" Iblis berkata: "Satu golongan di antara mereka seperti engkau, mereka ma'shum (terpelihara dari dosa). Kami tidak mampu menggoda mereka sedikit pun. Golongan kedua: adalah mereka yang di tangan kami bagaikan bola di tangan anak-anak kalian, dan kami merasa cukup dengan mereka. Adapun golongan ketiga, adalah orang-orang yang kami rasakan paling berat. Kami datang kepada salah seorang di antara mereka sampai kami bisa menunaikan kebutuhan kami daripadanya, tapi kemudian dia segera beristigfar sehingga rusaklah apa yang telah kami peroleh daripadanya. Maka kami tidak pernah berputus asa (menggodanya), namun kami pun tidak mencapai apa yang kami inginkan."

Tonggak Kemenangan Dalam Melawan Hawa Nafsu
  1. Hati, selama ia hidup, sadar, bersih, tegar dan bersinar. Ali bin Abi Tholib ra pernah mengatakan: "Sesungguhnya Allah swt memiliki bejana-bejana di bumi-Nya, yaitu hati. Maka hati yang paling Dia cintai adalah hati yang paling lembut, paling bersih dan paling tegar!" Kamudian ia menafsirkan: "Paling tegar dalam Din, paling bersih dalam keyakinan dan paling lembut terhadap saudara-sau-daranya." Dan ia pun mengatakan: "Hati seorang Mu'min berseri-scri, di dalamnya ada pelita yang benderang, sedangkan hati orang kafir hitam pekat." (Riwayat Ahmad dan Al-Thobrony).
    Al-Qur'anul-Karim menggambarkan hati orang-orang Mu'min:
  2. لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ

    "Orang-orang yang apabila disebut (nama) Allah bergetarlah hatinya dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayal-Nya, maka bertambahlah iman mereka."
    (Al-Anfal: 2).
    Sedangkan hati orang-orang kafir digambarkan oleh Al-Qur'an:

    فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

    "Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada."
    (Al-Hajj: 46).
    أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
    "Maka tidaklah mereka mentadabburi Al-Qur'an, ataukah hati mereka terkunci?". (Muhammad: 24).

  3. Akal, selama ia dapat memandang, dapat memahami, dapat mem-bedakan dan dapat menyerap ilmu-ilmu yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah dan dapat mengetahui keagungan serta kekuasaan-Nya. Dan itulah yang dimaksudkan oleh finnan Allah swt:

    إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
    "Hanyalah orang yang akan takut kepada Allah dari para hamba-Nya adalah para 'ulama." (Fathir: 28).

    Rasulullah saw, telah menunjukkan betapa tingginya nilai kenik-matan akal dengan sabdanya: "Tidaklah Allah menciptakan makhluk yang lebih mulia da­ripada akal". (Riwayat At-Tirmidzy)

    Beliau pernah bersabda kepada Ali Bin Abi Thalib Ra: "Jika orang-orang mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai macam kebaikan, maka dekatkanlah dirimu kepada-Nya dengan akal-mu". Dan Sabdanya: "Tidaklah seseorang memperoleh keutamaan seperti keutamaan akal yang memberi petunjuk kepada pemiliknya dan melarangnya dari perbuatan nista." (Dikeluarkan oleh Al-Mukhbir)

    Oleh karena itu Islam sangat mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan ma'rifah serta untuk ber-tafaqquh fiddin (memperdalam Pemahaman tentang Islam), agar akal itu memperoleh bekal untuk dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk dan antara haq dengan bathil. Rasulullah saw bersabda: "Karang siapa yang Allah kehendaki pada dirinya kebaikan, maka Allah akan menjadikan ia faham tentang addin."
    Dalam riwayat lain dikatakan:

    "Keutamaan seorang alim dibandingkan dengan 'abid (orang yang rajin beribadah) bagaikan keutamaanku dibanding dengan orang yang paling rendah diantara sahabatku." (Di­keluarkan oleh At-Tirmidzy)

    Hal itu karena ilmu mempunyai nilai dan dampak yang sangat besar dalam memperkuat iman di dalam jiwa dan dalam memperkenalkan hakikat- hakikat yang ada di alam semesta kepada manusia. Akal seorang Mu'min adalah akal yang sadar, yang dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara yang halal dengan yang haram dan antara yang ma'ruf dengan yang mungkar, karena ia melihat semua itu dengan bantuan cahaya-Nya.

    Cahaya akal tidak dapat dipadamkan kecuali oleh kemaksiatan-kemaksiatan yang berlarut-larut di dalamnya, melakukannya tanpa tedeng aling-aling dan tidak adanya taubat. Rasulullah saw ber­sabda: "Barang siapa yang melakukan satu dosa, akan ditinggalkan oleh akalnya, dan tidak akan kembali kepadanya selama-lamanya." (Riwayat ini tidak diketahui sumbernya)

    Dan sabdanya pula:
    "Kalau saja bukan karena syetan yang mengitari hati anak cucu Adam, niscaya mereka (anak cucu Adam) dapat melihat kerajaan langit dan bumi." (Diriwayatkan oleh Ahmad).

    Dari Anas Bin Malik -semoga Allah meridhainya- dia berkata: "Ketika aku datang kepada 'Utsman Bin'Affan, dan aku di jalan telah bertemu dengan seorang wanita, lalu aku melirik-nya dan aku perhatikan kecantikannya, dia (Utsman) berkata: "Masuk salah seorang di antara kalian sedang dimatanya ada bekas zina. Tidakkah engkau tahu bahwa zinanya mata adalah pandangan? Hendaknya engkau bertaubat, kalau tidak, akan aku kenakan hukum ta'zir kepadamu!" Maka aku berkata: "Adakah wahyu setelah Rasulullah saw tiada?".' Utsman men-jawab: "Bukan wahyu, melainkan ini adalah pandangan mata hati, bukti dan firasat yang benar."




No comments: