02 July 2006

Melihat Aqidah 2

Keutamaan Laa Ilaaha Illallah

Dalam kalimat (Laa Ilaaha Illallah) terhimpun banyak keutamaan, dan faedah yang bermacam-macam. Akan tetapi keutamaan tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya jika sekedar diucapkan saja. Dia baru memberikan manfaat bagi orang yang mengucapkannya dengan keimanan dan melakukan kandungan-kandungannya. Diantara keutamaan yang paling utama adalah bahwa orang yang mengucapkannya dengan ikhlas semata-mata karena mencari ridho-Nya maka Allah ta’ala haramkan baginya api neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah : "Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang mengatakan: Laa Ilaaha Illallah semata- mata karena mencari ridho-Nya” (Muttafaq Alaih)."

Dan banyak lagi hadits-hadits yang lain yang menyatakan bahwa Allah mengharamkan orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dari api neraka. Akan tetapi ada syarat yang dijelaskan oleh hadits- hadits tersebut.

Banyak orang yang mengucapkannya, namun disaat kematian dia dikhawatirkan terkena fitnah sehingga dia terhalang dari kalimat tersebut karena dosa-dosa yang selama ini selalu dilakukannya dan dianggapnya remeh. Banyak juga orang yang mengucapkannya dengan dasar ikut-ikutan atau rutinitas semata, sementara keimanan tidak meresap kedalam hatinya. Orang-orang yang disebutkan di atas yang sering mendapatkan fitnah saat kematiannya dan saat di kubur sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits “Saya mendengarkan manusia mengatakannya, maka saya mengatakannya” (H.R. Ahmad dan Abu Daud).

Dengan demikian maka tidak ada kontradiksi antara hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan ucapan Laa Ilaaha Illallah, karena jika seseorang mengucapkannya dengan ikhlas dan penuh keyakinan maka dia tidak mungkin berbuat dosa terus menerus, lantaran kesempurnaan keikhlasan dan keyakinan menuntutnya untuk menjadikan Allah sebagai sesuatu yang lebih dicintainya dari segala sesuatu, maka tidak ada lagi dalam hatinya keinginan terhadap apa yang diharamkan Allah ta’ala dan membenci apa yang Allah perintahkan. Hal seperti itu yang membuatnya diharamkan dari api neraka meskipun dia melakukan dosa sebelumnya, karena keimanan, taubat, keikhlasan, kecintaan dan keyakinannya membuat dosa yang ada padanya terhapus bagaikan malam yang menghapus siang.

Rukun Laa Ilaaha Illallah

Syahadat memiliki dua rukun :
  1. Peniadaan (Nafy) dalam kalimat: “Laa Ilaaha”.
  2. Penetapan (Itsbat) dalam kalimat: “Illallah”. Maka “Laa Ilaaha” berarti meniadakan segala tuhan selain Allah, dan “Illallah” berarti menetapkan bahwa sifat ketuhanan hanya milik Allah semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
Syarat-syarat Laa Ilaaha Illallah

Para ulama menyatakan bahwa ada tujuh syarat bagi kalimat Laa Ilaaha Illallah. Kalimat tersebut tidak sah selama ketujuh syarat tersebut tidak terhimpun dengan sempurna dalam diri seseorang, serta mengamalkan segala apa yang terdapat didalamnya serta tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengannya. Tujuan utama kalimat tauhid bukan sekedar menghitung lafaz-lafaz dan menghafalnya, sebab betapa banyak orang yang hafal kalimatnya akan tetapi ia bagaikan anak panah yang melesat (keluar dari Islam) sehingga anda lihat dia banyak melakukan perbuatan yang menyimpang.

Berikut ini syarat-syaratnya:
  1. Berilmu (العلم)
  2. Yang dimaksud adalah memiliki ilmu terhadap makna kalimat (Laa Ilaaha Illallah) baik dalam hal nafy maupun itsbat dan segala amal yang dituntut darinya. Jika seorang hamba mengetahui bahwa Allah ta’ala adalah semata-mata yang disembah dan bahwa penyembahan kepada selain-Nya adalah bathil, kemudian dia mengamalkan sesuai dengan ilmunya tersebut.

    Lawan dari ilmu adalah bodoh, karena dia tidak mengetahui wajibnya mengesakan Allah dalam ibadah, bahkan dia meyakini bolehnya beribadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada-Nya, Allah ta’ala berfirman:

    فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ
    “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah”(QS. Muhammad:19)

    مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
    “Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengetahui(nya)” ( QS. Az Zukhruf :86)

    Maksudnya adalah orang-orang yang bersaksi dan hati mereka mengetahui apa yang diucapkan lisan mereka.

  3. Yakin (اليقين)
    Yaitu seseorang mengucapkan syahadat dengan penuh keyakinan sehingga hatinya tenang, tanpa ada sedikitpun pengaruh keraguan yang disebarkan oleh syetan-syetan jin dan manusia, bahkan dia mengucapkannya dengan penuh keyakinan atas kandungan yang ada didalamnya. Siapa yang mengucapkannya maka ia wajib meyakininya didalam hati dan mempercayai kebenaran apa yang diucapkannya, yaitu: adanya hak ketuhanan yang dimiliki Allah ta’ala dan tidak adanya sifat ketuhanan segala sesuatu selain-Nya. Juga berkeyakinan bahwa ibadah dan penghambaan tidak boleh ditujukan kepada selain Allah. Jika dia ragu terhadap syahadatnya atau tidak mengakui bathilnya sifat ketuhanan selain Allah ta’ala, misalnya dengan mengucapkan: “Saya meyakini akan ketuhanan Allah ta’ala akan tetapi saya ragu akan bathilnya ketuhanan selain-Nya”, maka syahadatnya batal dan tidak bermanfaat baginya. Allah ta’ala berfirman:

    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
    "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.(49:15)

  4. Menerima (القبول)
    Maksudnya adalah menerima semua ajaran yang terdapat dalam kalimat tersebut dalam hati dan lisannya. Dia membenarkan dan beriman kepada semua berita dan apa yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada sedikitpun yang ditolaknya dan tidak berani memberikan penafsiran yang keliru atau perubahan atas nash-nash yang ada, Allah ta’ala melarang hal tersebut. sebagaimana Dia berfirman:

    قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا
    “Katakanlah, kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami”(2: 136)

    Lawan dari menerima adalah menolak. Ada sebagian orang yang mengetahui makna syahadatain dan yakin akan kandungan yang ada didalamnya akan tetapi dia menolaknya karena kesombongannya dan kedengkiannya. Allah ta’ala berfirman:

    فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُون
    “Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah” (6: 33)

    Termasuk dikatakan menolak, jika seseorang menentang atau membenci sebagian hukum-hukum Syari’at atau hudud (hukum pidana Islam). Allah ta’ala berfirman:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
    “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”(2: 208).

  5. Tunduk (الانقياد)
    Yang dimaksud adalah tunduk atas apa yang diajarkan dalam kalimat Tauhid, yaitu dengan menyerahkan dan merendahkan diri serta tidak membantah hukum-hukum Allah. Allah ta’ala berfirman:

    ُ وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لا تُنْصَرُون
    Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).(39:54)

    Termasuk juga tunduk terhadap apa yang dibawa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dengan diiringi sikap ridha dan mengamalkannya tanpa bantahan serta tidak menambah atau mengurangi. Jika seseorang telah mengetahui makna Laa Ilaaha Illallah dan yakin serta menerimanya, akan tetapi dia tidak tunduk dan menyerahkan diri dalam melaksanakan kandungannya maka semua itu tidak berguna. Termasuk dikatakan tidak tunduk juga adalah tidak menjadikan syariat Allah sebagai sumber hukum dan menggantinya dengan undang-undang buatan manusia.

  • Jujur (الصدق)
    Maksudnya jujur dengan keimanannya dan aqidahnya, selama itu terwujud maka dia dikatakan orang yang membenarkan terhadap kitab Allah ta’ala dan sunnah Nabi-Nya. Lawan dari jujur adalah dusta, jika seorang hamba berdusta dalam keimanannya, maka dia tidak dianggap beriman bahkan dia dikatakan munafik walaupun dia mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka syahadat tersebut tidak dapat menyelamatkannya. Termasuk yang menggugurkan sahnya syahadat adalah mendustakan apa yang dibawa Rasulullah atau mendustakan sebagian yang dibawa oleh beliau, karena Allah ta’ala telah memerintahkan kita untuk ta’at kepada beliau dan membenarkannya, dan mengaitkan ketaatan kepada beliau dengan ketaatan kepada-Nya.

  • Ikhlas (الاخلا ص)
    Maksudnya adalah mensucikan setiap amal perbuatan dengan niat yang murni dari kotoran-kotoran syirik, yang demikian itu terwujud dan tampak dalam perkataan dan perbuatan yang semata-mata karena Allah ta’ala dan karena mencari ridha-Nya. Tidak ada didalamnya kotoran riya’ dan sum`ah (ingin dikenal), atau tujuan duniawi dan pribadi, atau juga melakukan sesuatu karena kecintaannya terhadap seseorang atau golongannya atau partainya dimana dia menyerahkan diri kepadanya tanpa petunjuk Allah ta’ala. Allah berfirman:

    أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِص
    Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)(39: 3)

    وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ
    Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus(98: 5)

    Lawan dari ikhlas adalah Syirik dan riya’, yaitu mencari keridhaan selain kepada Allah ta’ala. Jika seseorang telah kehilangan dasar keikhlasannya, maka syahadatnya tidak berguna. Allah ta’ala berfirman:

    يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلائِكَةَ لا بُشْرَى يَوْمَئِذٍ لِلْمُجْرِمِينَ وَيَقُولُونَ حِجْرًا مَحْجُور
    Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan(25: 23)

    Maka dengan demikian, semua amalnya tidak ada manfaat baginya, karena dia telah kehilangan landasannya. Allah ta’ala berfirman:

    إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمً
    “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (4:48)

  • Cinta (ألمحبة)
    Yaitu mencintai kalimat yang agung ini serta semua ajaran dan konsekwensi yang terkandung didalamnya, maka dia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan mendahulukan kecintaan kepada keduanya atas semua kecintaan kepada yang lain, serta melakukan semua syarat-syarat dan konsekwensinya. Cinta terhadap Allah adalah rasa cinta yang diiringi dengan rasa pengangungan dan rasa takut serta pengharapan.

    Termasuk cinta kepada Allah adalah mendahulukan apa yang Allah cintai atas apa yang dicintai oleh hawa nafsu dan segala tuntutannya, termasuk juga konsekwensi mencintai kalimat tauhid adalah membenci apa yang Allah benci, maka dirinya membenci orang-orang kafir serta memusuhi mereka. Dia juga membenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.

    Termasuk tanda cinta adalah tunduk terhadap syariat Allah dan mengikuti ajaran nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam dalam setiap urusan. Allah ta’ala berfirman:

    قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
    “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (3: 31)

    Lawan dari cinta adalah benci. Yaitu membenci kalimat ini dan semua ajaran yang terkandung didalamnya atau mencinta sesuatu yang disembah selain Allah bersama kecintaannya terhadap Allah. Allah ta’ala berfirman:

    ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
    “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala)amalan mereka” (47: 9)

    Termasuk yang menghilangkan cinta dengan kalimat tauhid adalah: membenci Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan mencintai musuh-musuh Allah serta membenci wali-wali Allah dari golongan orang beriman.




  • No comments: