Tauhid adalah mengesakan Allah semata dalam beribadah dan tidak menyekutukan-Nya. Dan hal ini merupakan ajaran semua Rasul alaihimusshalatuwassalam. Bahkan tauhid merupakan pokok yang dibangun diatasnya semua ajaran, maka jika pokok ini tidak ada, amal perbuatan menjadi tidak bermanfaat dan gugur, karena tidak sah sebuah ibadah tanpa tauhid.
Macam-macam Tauhid
Tauhid terbagi tiga bagian: Tauhid Rububiyah, Tauhid Asma’ wa Sifat dan Tauhid Uluhiyah.
1. Tauhid Rububiyah:
Yaitu menyatakan bahwa tidak ada Tuhan Penguasa seluruh alam kecuali Allah yang menciptakan dan memberi mereka rizki. Tauhid ini juga telah diikrarkan oleh orang-orang musyrik pada masa dahulu. Mereka menyatakan bahwa Allah semata yang Maha Pencipta, Penguasa, Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang Mematikan, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman:
2. Tauhid Asma’ wa Sifat.
Yaitu beriman bahwa Allah ta’ala memiliki zat yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta memiliki sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada. Dan bahwa nama-nama-Nya menyatakan dengan jelas akan sifat-Nya yang sempurna secara mutlak sebagaimana firman Allah ta’ala:
Macam-macam Tauhid
Tauhid terbagi tiga bagian: Tauhid Rububiyah, Tauhid Asma’ wa Sifat dan Tauhid Uluhiyah.
1. Tauhid Rububiyah:
Yaitu menyatakan bahwa tidak ada Tuhan Penguasa seluruh alam kecuali Allah yang menciptakan dan memberi mereka rizki. Tauhid ini juga telah diikrarkan oleh orang-orang musyrik pada masa dahulu. Mereka menyatakan bahwa Allah semata yang Maha Pencipta, Penguasa, Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang Mematikan, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (29:61)
Akan tetapi pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat mereka masuk Islam dan tidak membebaskan mereka dari api neraka serta tidak melindungi harta dan darah mereka dari misi jihad islam, karena mereka tidak mewujudkan tauhid Rububiyah, bahkan sebaliknya mereka berbuat syirik kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan memalingkan ibadah mereka kepada selain Allah.
Akan tetapi pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat mereka masuk Islam dan tidak membebaskan mereka dari api neraka serta tidak melindungi harta dan darah mereka dari misi jihad islam, karena mereka tidak mewujudkan tauhid Rububiyah, bahkan sebaliknya mereka berbuat syirik kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan memalingkan ibadah mereka kepada selain Allah.
2. Tauhid Asma’ wa Sifat.
Yaitu beriman bahwa Allah ta’ala memiliki zat yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta memiliki sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada. Dan bahwa nama-nama-Nya menyatakan dengan jelas akan sifat-Nya yang sempurna secara mutlak sebagaimana firman Allah ta’ala:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ...
"...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat." (42:11)
Begitu juga halnya (beriman kepada Asma’ dan Sifat Allah) berarti menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya, atau apa yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya shallallahu `alaihi wa sallam dengan penetapan yang layak sesuai kebesaran-Nya tanpa ada penyerupaan dengan sesuatupun, tidak juga memisalkannya dan meniadakannya, tidak merubahnya, tidak menafsirkannya dengan penafsiran yang lain dan tidak menanyakan bagaimana hal-Nya. Kita tidak boleh berusaha baik dengan hati kita, perkiraan kita, lisan kita untuk bertanya-tanya tentang bagaimana sifat-sifat-Nya dan juga tidak boleh menyamakan-Nya dengan sifat- sifat makhluk .
3. Tauhid Uluhiyah.
Tauhid Uluhiyah adalah tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dalam seluruh amalan ibadah yang Allah perintahkan, seperti: berdoa, khouf (takut), raja’ (harap), tawakkal, raghbah (berkeinginan), rahbah (takut), Khusyu’, Khasyah (takut disertai pengagungan), taubat, minta pertolongan, menyembelih, nazar dan ibadah yang lainnya yang diperintahkan-Nya. Dalilnya firman Allah ta’ala:
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (72:18)
Manusia tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada selain Allah ta’ala, tidak kepada malaikat, kepada para Nabi dan tidak juga kepada para wali yang shaleh dan tidak kepada siapapun makhluk yang ada. Karena ibadah tidak sah kecuali dilakukan dengan ikhlas untuk Allah, maka siapa yang memalingkannya kepada selain Allah dia telah berbuat syirik yang besar dan semua amalnya gugur.
Kesimpulannya adalah seseorang harus berlepas diri dari penghambaan (ibadah) kepada selain Allah, menghadapkan hati sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak cukup dalam tauhid sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja jika tidak menghindar dari ajaran orang-orang musyrik serta apa yang mereka lakukan seperti berdoa kepada selain Allah misalnya kepada orang yang telah mati dan semacamnya, atau minta syafaat kepada mereka (orang-orang mati) agar Allah menghilangkan kesusahannya dan menyingkirkannya, dan meminta pertolongan kepada mereka atau yang lainnya yang merupakan perbuatan syirik.
Wujud nyata Tauhid adalah memahaminya dan berusaha untuk mengetahui hakikatnya serta melaksanakan kewajibannya, baik dari sisi ilmu maupun amalan, hakikatnya adalah mengarahkan ruhani dan hati kepada Allah baik dalam hal mencintai, takut (khauf), taubat, tawakkal, berdoa, ikhlas, mengagungkan-Nya, membesarkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Kesimpulannya tidak ada dalam hati seorang hamba sesuatupun selain Allah, dan tidak ada keinginan terhadap apa yang Allah tidak inginkan dari perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah, maksiat yang besar maupun kecil, dan tidak ada kebencian terhadap apa yang Allah perintahkan. Itulah hakikat tauhid dan hakikat Laa Ilaaha Illallah.
Makna Laa Ilaaha Illallah.
Maknanya adalah, tidak ada yang disembah di langit dan di bumi dengan haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuatu yang disembah dengan bathil banyak jumlahnya, tapi yang disembah dengan haq hanya Allah saja. Allah ta’ala berfirman:
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (22:62)
Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti : “Tidak ada pencipta selain Allah” sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang, karena sesungguhnya orang-orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah ta’ala, akan tetapi mereka mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik Allah semata, tanpa menyekutukan- Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.(38:5)
Dipahami dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada selain Allah adalah batal. Artinya bahwa ibadah semata-mata untuk Allah. Akan tetapi mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki demikian, oleh karenanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerangi mereka hingga bersaksi bahwa tidak ada ilah yang disembah selain Allah serta menunaikan hak- hak-Nya yaitu mengesa-kannya dalam beribadah kepada-Nya semata.
Dengan pemahaman ini maka keliru apa yang diyakini oleh para penyembah kuburan pada masa ini dan orang-orang semacam mereka yang menyatakan bahwa makna Laa ilaaha illallah adalah persaksian bahwa Allah ada atau bahwa Dia adalah Khaliq sang Pencipta yang mampu untuk menciptakan dan yang semacamnya dan bahwa yang berkeyakinan seperti itu berarti dia telah mewujudkan Tauhid yang sempurna meskipun dia melakukan berbagai hal seperti beribadah kepada selain Allah, berdoa kepada orang mati atau beribadah kepada orang mati dengan melakukan nazar atau thawaf dikuburannya dan mengambil berkah dengan tanah kuburannya.
Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa ilaaha Illallah mengandung konsekwensi yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dan hanya mengesakan Allah dalam ibadah. Seandainya mereka mengucapkan kalimat tersebut dan tetap menyembah berhala, maka sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan yang bertolak belakang dan mereka memang telah memulainya dari sesuatu yang bertentangan. Sedangkan para penyembah kuburan zaman sekarang tidak memulainya dari sesuatu yang bertentangan, mereka mengatakan Laa ilaaha Illallah, kemudian mereka membatalkannya dengan doa terhadap orang mati yang terdiri dari para wali, orang- orang sholeh serta beribadah di kuburan mereka dengan berbagai macam ibadah. Celakalah mereka sebagaimana celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal walaupun keduanya mengetahui Laa Ilaaha Illallah.
Banyak sekali hadits yang menerangkan bahwa makna Laa Ilaaha Illallah adalah berlepas diri dari semua ibadah terhadap selain Allah baik dengan meminta syafaat ataupun pertolongan, serta mengesakan Allah dalam beribadah, itulah petunjuk dan agama yang haq yang karenanya Allah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab- Nya. Adapun orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah tanpa memahami maknanya dan mengamalkan kandungannya, atau pengakuan seseorang bahwa dia termasuk orang bertauhid sedangkan dia tidak mengetahui tauhid itu sendiri bahkan justu beribadah dengan ikhlas kepada selain Allah dalam bentuk doa, takut , menyembelih, nazar, minta pertolongan, tawakkal serta yang lainnya dari berbagai bentuk ibadah maka semua itu adalah hal yang bertentangan dengan tauhid bahkan selama seseorang melakukan yang seperti itu dia berada dalam keadaan musyrik !!
Ibnu Rajab berkata: "Sesungguhnya hati yang memahami Laa Ilaaha Illallah dan membenarkannya serta ikhlas akan tertanam kuat sikap penghambaan kepada Allah semata dengan penuh penghormatan, rasa takut, cinta, pengharapan, pengagungan dan tawakkal yang semua itu memenuhi ruang hatinya dan disingkirkannya penghambaan terhadap selain-Nya dari para makhluk." Jika semua itu terwujud maka tidak akan ada lagi rasa cinta, keinginan dan permintaan selain apa yang dikehendaki Allah serta apa yang dicintai-Nya dan dituntut-Nya. Demikian juga akan tersingkir dari hati semua keinginan nafsu syahwat dan bisikan-bisikan syaitan, maka siapa yang mencintai sesuatu atau menta’atinya atau mencintai dan membenci karenanya maka dia itu adalah tuhannya, dan siapa yang mencintai dan membenci semata-mata karena Allah, ta’at dan memusuhi karena Allah, maka Allah adalah tuhannya yang hakiki. Siapa yang mencintai karena hawa nafsunya dan membenci juga karenanya, atau ta’at dan memusuhi karena hawa nafsunya, maka hawa nafsu baginya adalah tuhannya, sebagaimana firman Allah ta’ala:
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?(25:43)
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (72:18)
Manusia tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada selain Allah ta’ala, tidak kepada malaikat, kepada para Nabi dan tidak juga kepada para wali yang shaleh dan tidak kepada siapapun makhluk yang ada. Karena ibadah tidak sah kecuali dilakukan dengan ikhlas untuk Allah, maka siapa yang memalingkannya kepada selain Allah dia telah berbuat syirik yang besar dan semua amalnya gugur.
Kesimpulannya adalah seseorang harus berlepas diri dari penghambaan (ibadah) kepada selain Allah, menghadapkan hati sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak cukup dalam tauhid sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja jika tidak menghindar dari ajaran orang-orang musyrik serta apa yang mereka lakukan seperti berdoa kepada selain Allah misalnya kepada orang yang telah mati dan semacamnya, atau minta syafaat kepada mereka (orang-orang mati) agar Allah menghilangkan kesusahannya dan menyingkirkannya, dan meminta pertolongan kepada mereka atau yang lainnya yang merupakan perbuatan syirik.
Wujud nyata Tauhid adalah memahaminya dan berusaha untuk mengetahui hakikatnya serta melaksanakan kewajibannya, baik dari sisi ilmu maupun amalan, hakikatnya adalah mengarahkan ruhani dan hati kepada Allah baik dalam hal mencintai, takut (khauf), taubat, tawakkal, berdoa, ikhlas, mengagungkan-Nya, membesarkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Kesimpulannya tidak ada dalam hati seorang hamba sesuatupun selain Allah, dan tidak ada keinginan terhadap apa yang Allah tidak inginkan dari perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah, maksiat yang besar maupun kecil, dan tidak ada kebencian terhadap apa yang Allah perintahkan. Itulah hakikat tauhid dan hakikat Laa Ilaaha Illallah.
Makna Laa Ilaaha Illallah.
Maknanya adalah, tidak ada yang disembah di langit dan di bumi dengan haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuatu yang disembah dengan bathil banyak jumlahnya, tapi yang disembah dengan haq hanya Allah saja. Allah ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (22:62)
Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti : “Tidak ada pencipta selain Allah” sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang, karena sesungguhnya orang-orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah ta’ala, akan tetapi mereka mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik Allah semata, tanpa menyekutukan- Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.(38:5)
Dipahami dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada selain Allah adalah batal. Artinya bahwa ibadah semata-mata untuk Allah. Akan tetapi mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki demikian, oleh karenanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerangi mereka hingga bersaksi bahwa tidak ada ilah yang disembah selain Allah serta menunaikan hak- hak-Nya yaitu mengesa-kannya dalam beribadah kepada-Nya semata.
Dengan pemahaman ini maka keliru apa yang diyakini oleh para penyembah kuburan pada masa ini dan orang-orang semacam mereka yang menyatakan bahwa makna Laa ilaaha illallah adalah persaksian bahwa Allah ada atau bahwa Dia adalah Khaliq sang Pencipta yang mampu untuk menciptakan dan yang semacamnya dan bahwa yang berkeyakinan seperti itu berarti dia telah mewujudkan Tauhid yang sempurna meskipun dia melakukan berbagai hal seperti beribadah kepada selain Allah, berdoa kepada orang mati atau beribadah kepada orang mati dengan melakukan nazar atau thawaf dikuburannya dan mengambil berkah dengan tanah kuburannya.
Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa ilaaha Illallah mengandung konsekwensi yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dan hanya mengesakan Allah dalam ibadah. Seandainya mereka mengucapkan kalimat tersebut dan tetap menyembah berhala, maka sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan yang bertolak belakang dan mereka memang telah memulainya dari sesuatu yang bertentangan. Sedangkan para penyembah kuburan zaman sekarang tidak memulainya dari sesuatu yang bertentangan, mereka mengatakan Laa ilaaha Illallah, kemudian mereka membatalkannya dengan doa terhadap orang mati yang terdiri dari para wali, orang- orang sholeh serta beribadah di kuburan mereka dengan berbagai macam ibadah. Celakalah mereka sebagaimana celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal walaupun keduanya mengetahui Laa Ilaaha Illallah.
Banyak sekali hadits yang menerangkan bahwa makna Laa Ilaaha Illallah adalah berlepas diri dari semua ibadah terhadap selain Allah baik dengan meminta syafaat ataupun pertolongan, serta mengesakan Allah dalam beribadah, itulah petunjuk dan agama yang haq yang karenanya Allah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab- Nya. Adapun orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah tanpa memahami maknanya dan mengamalkan kandungannya, atau pengakuan seseorang bahwa dia termasuk orang bertauhid sedangkan dia tidak mengetahui tauhid itu sendiri bahkan justu beribadah dengan ikhlas kepada selain Allah dalam bentuk doa, takut , menyembelih, nazar, minta pertolongan, tawakkal serta yang lainnya dari berbagai bentuk ibadah maka semua itu adalah hal yang bertentangan dengan tauhid bahkan selama seseorang melakukan yang seperti itu dia berada dalam keadaan musyrik !!
Ibnu Rajab berkata: "Sesungguhnya hati yang memahami Laa Ilaaha Illallah dan membenarkannya serta ikhlas akan tertanam kuat sikap penghambaan kepada Allah semata dengan penuh penghormatan, rasa takut, cinta, pengharapan, pengagungan dan tawakkal yang semua itu memenuhi ruang hatinya dan disingkirkannya penghambaan terhadap selain-Nya dari para makhluk." Jika semua itu terwujud maka tidak akan ada lagi rasa cinta, keinginan dan permintaan selain apa yang dikehendaki Allah serta apa yang dicintai-Nya dan dituntut-Nya. Demikian juga akan tersingkir dari hati semua keinginan nafsu syahwat dan bisikan-bisikan syaitan, maka siapa yang mencintai sesuatu atau menta’atinya atau mencintai dan membenci karenanya maka dia itu adalah tuhannya, dan siapa yang mencintai dan membenci semata-mata karena Allah, ta’at dan memusuhi karena Allah, maka Allah adalah tuhannya yang hakiki. Siapa yang mencintai karena hawa nafsunya dan membenci juga karenanya, atau ta’at dan memusuhi karena hawa nafsunya, maka hawa nafsu baginya adalah tuhannya, sebagaimana firman Allah ta’ala:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?(25:43)
No comments:
Post a Comment